Meskipun secara kekuatan dan wilayah kelompok Islamic State Irak and Suriah (ISIS) atau belakangan mereka juga disebut dengan IS (Islamic State) semakin melemah, namun masih menyisakan berbagai masalah di dunia. Selain masalah ancaman keamanan, keberadaan para eks pengikut ISIS yang kini berada di kamp-kamp pengungsian dan penjara-penjara di wilayah Suriah-Irak-Turki juga menambah daftar permasalahan.
Keberadaan Warga Negara Indonesia (WNI) yang sempat bergabung dengan kelompok ISIS –selanjutnya kami sebut WNI eks pengikut ISIS-- di kamp-kamp pengungsian Suriah seharusnya mulai menjadi perhatian kita semua. Mereka tidak mungkin selamanya berada di pengungsian dengan kondisi yang semakin memburuk. Suatu saat kemungkinan besar mereka akan kembali ke Indonesia, baik dipulangkan oleh pemerintah kita ataupun oleh komunitas internasional seperti PBB.
Kepulangan mereka yang sempat menjadi “WNI bermasalah” di luar negeri tentu akan menimbulkan persoalan baru di dalam negeri. Persoalan terkait penanganan WNI eks pengikut ISIS yang dirumuskan oleh tim peneliti Ruangobrol meliputi: Repatriasi, Rehabilitasi, Relokasi, Reintegrasi, dan Resiliensi (5R).
Baca juga: Gambaran Mengenai Situasi WNI Eks ISIS di Suriah
Dari semua proses 5R di atas, persoalan paling kritis ada pada Rehabilitasi. Karena yang menentukan WNI eks pengikut ISIS itu layak kembali ke masyarakat atau tidak adalah hasil dari proses rehabilitasi. Dengan kata lain, tidak ada relokasi, reintegrasi, dan resiliensi jika belum melewati rehabilitasi. Sementara untuk repatriasi, bisa dilakukan dengan perencanaan oleh pemerintah atau tanpa perencanaan (oleh komunitas internasional). Artinya, repatriasi itu bisa terjadi by design maupun by accident (forced repatriation).
Maka yang perlu dipersiapkan sejak awal adalah kemampuan lembaga pemerintah yang akan menangani rehabilitasi WNI eks pengikut ISIS. Berdasarkan kajian tim peneliti Ruangobrol, lembaga pemerintah yang mendapatkan tugas untuk merehabilitasi WNI eks pengikut ISIS adalah Sentra Handayani Jakarta di bawah Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia. Sejak 2016 Sentra Handayani tercatat telah melakukan rehabilitasi terhadap hampir 300 WNI eks pengikut ISIS. Mayoritas adalah hasil proses deportasi dari Turki ketika mereka gagal menyeberang masuk ke Suriah. Sebagian lagi adalah hasil repatriasi pada 2017, dan ada juga yang dideportasi setelah menjalani penahanan beberapa tahun di Turki.
Baca juga:
Tantangan Penempatan WNI Eks ISIS Setelah Rehabilitasi (1)
Tantangan Penempatan WNI Eks ISIS Setelah Rehabilitasi (2)
Di awal Desember 2023 kami melontarkan sebuah gagasan untuk membuat sebuah program yang membantu Sentra Handayani dalam menjalankan tugasnya. Program itu bertujuan membantu Sentra Handayani menyusun modul yang dapat digunakan sebagai materi pelatihan bagi para pekerja sosial di sentra-sentra yang lain.
Pada bulan Januari 2024, tim Ruangobrol telah melakukan beberapa kali audiensi dengan para pejabat dan pekerja sosial di Sentra Handayani. Hasilnya, terkonfirmasi bahwa Sentra Handayani membutuhkan bantuan pihak luar untuk mengolah pengalaman mereka menangani para WNI eks pengikut ISIS menjadi sebuah modul pelatihan. Kami tim Ruangobrol menawarkan untuk membantu mewujudkannya dan menambahkan beberapa produk kreatif yang akan semakin memudahkan dalam memahami persoalan.
Kemudian pada 5 Februari 2024 kami mulai melakukan serangkaian FGD dengan Sentra Handayani untuk menyiapkan modul tersebut. Setelah melalui beberapa FGD dan konsultasi dengan beberapa ahli, akhirnya modul selesai dibuat pada akhir Juni 2024. Di saat yang bersamaan, tim produksi audio video Ruangobrol juga memproduksi film dokumenter “Road To Resillience” yang akan dipergunakan sebagai pendamping modul. Film akan berperan untuk mempermudah memahami konteks pentingnya rehabilitasi WNI eks pengikut ISIS.
Setelah proses produksi film selesai pada pertengahan Juli 2024, selanjutnya Ruangobrol dan Tim Sentra Handayani menyusun rencana roadshow sosialisasi modul ke pekerja sosial di 3 lokasi di 3 provinsi. Berdasarkan kesepakatan dengan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, kami memilih 3 kota yaitu: Solo (Jawa Tengah), Bandung (Jawa Barat), dan Surabaya (Jawa Timur).
Berikut adalah laporan singkat dokumentasi kegiatan sosialisasi “Modul Pelatihan Pekerja Sosial Dalam Pencegahan Ekstremisme Kekerasan” di 3 lokasi:
1. Solo (Surakarta) 2 Agustus 2024
Bertempat di Sentra Terpadu “Prof. DR. Soeharso” Surakarta, acara dihadiri oleh kurang lebih 20 orang peserta. Hadir dari tim Ruangobrol: Ani Ema Susanti (manajer program), Febri Ramdani (karakter utama film Road To Resillience), Ridho Dwi Ristiyan (Sutradara Film Road To Resillience), dan 1 orang dari tim admin keuangan. Dari tim ahli hadir Bu Lies Marcoes Natsir (Pakar Gender Perspektif). Dan dari Sentra Handayani yang hadir Ahmad Zaenal Muttaqin.



2. Bandung 12 Agustus 2024
Bertempat di Gedung Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (B2P2KS) Lembang, Bandung, acara dihadiri oleh kurang lebih 20 orang peserta. Hadir dari tim Ruangobrol: Ani Ema Susanti (manajer program), Febri Ramdani (karakter utama film Road To Resillience), Munir Kartono, Kusairi, dan 1 orang dari tim admin keuangan. Dari tim ahli hadir Ardhiana Fitriyanie, S.Sos (Praktisi Penanganan Deportan dan Returni Eks Pengikut ISIS). Dan dari Sentra Handayani yang hadir Tirani Larasati.




3. Surabaya 3 September 2024
Bertempat di ruang meeting pimpinan Gedung A Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur, Gayungan, Surabaya, acara dihadiri oleh kurang lebih 20 orang peserta. Hadir dari tim Ruangobrol: Ani Ema Susanti (manajer program), Febri Ramdani (karakter utama film Road To Resillience), Ridho Dwi Ristiyan (Sutradara Film Road To Resillience), Arif Budi Setyawan (Redaktur Ruangobrol.id), Ricky (dokumentasi), dan 1 orang dari admin keuangan. Dari tim ahli hadir Ardhiana Fitriyanie, S.Sos (Praktisi Penanganan Deportan dan Returni Eks Pengikut ISIS). Dan dari Sentra Handayani yang hadir adalah Aprichintya Kurnia Ayu Delatama.








Dari semua penyelenggaraan kegiatan, kami mendapatkan banyak pengalaman dan pengetahuan baru. Terutama di bidang rehabilitasi sosial. Juga pengalaman bagaimana menyiapkan acara di 3 tempat milik pemerintah dengan budaya kerja yang berbeda. Kami juga menghadapi banyak tantangan. Tapi berkat kerjasama dan saling pengertian dari semua pihak yang terlibat, akhirnya semua dapat teratasi dengan baik.
Komentar