Gus Najih Arromadhoni: "Resolusi Jihad" Merupakan Contoh Perang Karena Agama

News

by Akhmad Kusairi Editor by Arif Budi Setyawan

JAKARTA - Pengamat terorisme Dr Najih Arromadhoni menilai kebanyakan orang Indonesia yang pergi ke Suriah, Yaman atau ke Afganistan maupun India kebanyakan termakan propaganda narasi akhir zaman. Propaganda itu menurut Najih sangat populer di masyarakat dengan penceramah akhir zaman.

Penceramah-penceramah yang memang sebutannya adalah penceramah akhir zaman, kajian-kajian yang sebutannya adalah kajian akhir zaman, ya ada Zulkifli Muhammad Ali, ada Rahmat Baiquni. Ada juga pendoktrin ISIS. Itu juga semua membawa narasi-narasi akhir zaman. Memang narasi ini sangat efektif dalam memotivasi orang untuk berangkat ke tempat-tempat tersebut (Syam),” kata Najih dalam Diskusi Dinamika Timur Tengah & Terorisme Pasca Transisi Politik Suriah yang diselenggarakan oleh SKSG UI pada Sabtu (14/06/2025). Selain sosok yang akrab disapa Gus Najih itu hadir juga beberapa narasumber lain. Di antaranya Jurnalis Al Balad Faisal Assegaf, Ketua Kajian Timur Tengah dan Islam Yon Machmudi dan Pejabat Densus 88 Anti Teror Mabes Polri AKBP Mayndra Eka Wardhana.

Namun menurut alumnus Universitas Ahmad Kuftaro Damaskus Suriah itu, narasi akhir zaman itu kalau ditelaah lebih dalam hadis-hadis yang menerangkan tentang akhir zaman itu mayoritas sanadnya adalah dhoif bahkan terdapat banyak hadis palsu di dalamnya. Lebih lanjut Najih menjelaskan jika banyak Ulama yang sudah mengkaji hadis akhir zaman ini. Di antaranya Salahuddin Al-Idlibi dan Rasyid Rida. Temuan Rasyid Rida bahwa hadis akhir zaman itu mayoritas sanadnya bermasalah alias hadis dhoif. Bahkan Rasyid Rida menyampaikan narasi akhir zaman banyak tercampur dengan israiliyat israiliyat itu adalah riwayat-riwayat yang bersumber dari Bani Israil.

Perlu dijadikan catatan lagi adalah hadis akhir zaman itu seluruhnya tidak ada yang mengandung konotasi perintah dan larangan. Sedang soal Al-Mahdi dari sekian banyak hadis tentang Imam Mahdi yang sahih mungkin hanya dua sementara yang lainnya itu adalah doif. Jadi ini tidak tepat dijadikan landasan,” kata Gus Najih lagi.

Lebih lanjut Gus Najih menambahkan soal perang yang terjadi di Timur Tengah. Menurutnya apa yang terjadi di Timur Tengah tidak murni perang agama melainkan syarat dengan kepentingan politik. Karena selama ini pihak-pihak itu kan mengangkat slogan jihad. Misalnya mengatakan bahwa ini demi mendirikan khilafah atau syariat Islam.

Tapi ternyata setelah mereka mendapatkan kemenangan, bukan itu yang dilakukan. Ini kan manipulasi lalu ternyata terbukti kemudian mereka ini adalah proksi,” imbuhnya

Contoh perang agama murni menurut Gus Najih justru terjadi di Indonesia saat melawan penjajahan. Ketika itu Pendiri NU Kiai Hasyim Asy’ari mengeluarkan Resolusi Jihad melawan dan mengusir penjajah. Sementara yang terjadi di Suriah yang dilawan adalah sesama Umat Muslim. Mereka juga berperang demi kepentingan Amerika dan Israel.

Kenapa ini tidak layak disebut perang agama, karena ini perang politik. Kalau kita di Indonesia dulu yang dilawan adalah penjajah dan penjajahnya kebetulan orang-orang kafir. Sehingga resolusi jihad yang dulu dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy'ari itu layak disebut sebagai perang agama,” katanya

Gus Najih menambahkan kehidupan Suriah dulu sebelum ada Al Qaedah, HTS maupun ISIS berlangsung biasa dan normal. Di mana orang sholat, belajar atau mengaji bisa berlangsung secara normal. Para Ulama juga banyak mengarang kitab.

Lalu untuk apa HTS dan Al-Qaidah ISIS dan seterusnya melakukan pembunuhan-pembunuhan massal itu manfaatnya apa itu. Saya termasuk orang yang jadi korban karena majelis pengajian saya itu dibom bunuh diri ya, dan guru saya adalah orang yang syahid pada saat itu, Syekh Muhammad Said Ramadan Al Buthi. Nah, ini kenapa perang mereka disebut perang politik, bukan perang agama karena tidak sesuai dengan tuntutan syariat,” katanya lagi.

Selain itu kata Gus Najih Suriah juga berperang secara narasi melalui media yang pro Barat. Sehingga Suriah dikampanyekan musuh Islam dengan menyebut adanya larangan Salat dan Puasa oleh Rezim Bashar Asad. Karena kalah perang narasi sehingga respon perang yang terjadi di Suriah itu positif.

Responnya memang positif karena media-media Barat mem-backup upaya untuk menjadikan Suriah ini berhadapan dengan kekuatan yang sangat besar. Bukan hanya senjata tapi juga media. Suriah berhadapan dengan Qatar yang punya Al-Jazeera, berhadapan dengan Amerika yang punya CNN. Inggris punya BBC. Sehingga respon masyarakat tuh positif bahkan masyarakat banyak yang menganggap bahwa di Suriah itu orang salat dan puasa dilarang. Padahal itu semua adalah fabrikasi fitnah,” tuturnya

Selain itu kata Najih melalui proksinya, Barat memecah belah umat Islam dengan isu Syiah-Sunni. Sehingga masuk akal jika sekarang masyarakat mendukung dan simpati terhadap negara-negara Barat yang membela Israel. Tetapi di sisi lain mereka begitu anti terhadap Iran yang dianggap Syiah yang membela dan bahkan berperang melawan Israel.

Mereka tetap anti terhadap Iran yang Syiah padahal ini adalah perjuangan memperjuangkan kemanusiaan. Kita enggak usah Syiah kalau ada orang Kristen orang komunis mau berperang melawan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Israel itu kita dukung. Kita juga jangan selalu terbawa dengan definisi dari mulut Barat. Hamas menurut saya bukan teroris karena Hamas itu adalah orang yang memperjuangkan kemerdekaan tanah airnya. Bagaimana mungkin mereka disebut sebagai teroris. Lain lagi kalau mereka ngebom bunuh diri di Indonesia atau di negara lain. Mereka adalah orang-orang lokal yang sedang memperjuangkan kemerdekaan tanah airnya,” Tutup Gus Najih

Perlu Memahami Konteks Geopolitik

Sementara itu Ketua Kajian Timur Tengah dan Islam Yon Machmudi menilai perlunya melihat konteks geopolitik soal situasi yang terjadi di Timur Tengah terutama yang terjadi di Suriah maupun Iran. Di mana tahun 1948 sampai dengan Revolusi Iran tahun 1979, Iran termasuk negara yang berada di barisan yang mendukung Israel dan Amerika. Namun situasi berubah setelah terjadinya revolusi. Di bawah Pemimpin Ayatollah Khomeni, Iran berbeda haluan dan berhadap-hadapan dengan Amerika dan Israel.

Kita harus melihatnya secara objektif ya jadi tidak kemudian serta-merta menganggap dunia Arab tidak berperan dalam perjuangan rakyat Palestina atau juga menafikan peran Iran yang tadi dia dilihat kemudian tidak serius. Padahal kan tentu konteks geopolitiknya saya kira harus kita pahami. Maka tentu dalam mempelajari mengkaji kawasan Timur Tengah ya pemahaman tentang geopolitik menjadi sangat penting ya agar kemudian kita tidak selalu terjebak ya di dalam hal memahami dalam konteks perang perang agama,” kata Yon.

Rendahnya Literasi

Pejabat Densus 88 Anti Teror Mabes Polri AKBP Mayndra Eka Wardhana membenarkan apa yang disampaikan oleh Gus Najih. Menurutnya beberapa penelitian membenarkan jika masyarakat Indonesia sangat rentan terhadap propaganda dan narasi berkedok agama. Misalnya respon masyarakat Indonesia terhadap proganda Khilafah ISIS di Suriah maupun di Irak. Kerentanan itu menurutnya terjadi karena rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia.

UNDP juga pernah merilis penelitian tentang literasi di masyarakat Indonesia, yang di satu sisi juga negara yang paling rendah minat bacanya. Dari beberapa negara itu menempati posisi yang terakhir. Ini jadi satu kerentanan gitu. Kemudian ini dimanfaatkan oleh beberapa kelompok terutama jaringan global terkait penyebaran paham atau ideologi melalui dunia maya,” ujarnya.[akhmad kusairi]



Foto: Screenshoot Diskusi Dinamika Timur Tengah & Terorisme Pasca Transisi Politik Suriah via aplikasi Zoom (14/6/2025).[Akhmad Kusairi]

Komentar

Tulis Komentar