Perang Israel-Hamas dan Narasi "Global Ummah"
Analisaby Administrator 12 Oktober 2023 9:16 WIB
Oleh: Dr Noor Huda Ismail
Perang Israel-Hamas yang telah menjadi headline berita di seluruh dunia, mendorong kita untuk merenungkan dampaknya pada "global ummah" - komunitas umat Muslim di seluruh dunia. Sebagai seseorang yang telah mengalami dampak dari ekstremisme dan kekerasan secara langsung, saya percaya penting untuk menjelaskan peran narasi “global ummah” dalam konflik ini dan implikasinya yang luas.
Respons militer Israel terhadap serangan Hamas telah menyebabkan banyak korban dan memunculkan kekhawatiran tentang keselamatan warga sipil di kedua pihak. Kejadian-kejadian ini telah memicu emosi kuat dalam dunia Muslim, menggarisbawahi pentingnya keberlangsungan perjuangan Palestina.
Penting untuk ditekankan bahwa rakyat Palestina terus menghadapi tantangan bertubi-tubi termasuk perlakuan yang melecehkan harkat kemanusiaan mereka di pos pemeriksaan, perampasan tanah, perluasan ilegal pemukiman yang melanggar hukum internasional, dan kasus-kasus perlakuan yang mirip apartheid. Faktor-faktor ini berkontribusi pada siklus konflik dan kekerasan yang terus berkepanjangan.
Penggambaran konflik di media Barat sering menggambarkan Israel sebagai korban agresi Palestina, dengan Israel merespons sebagai tindakan bela diri. Narasi ini telah memicu perdebatan global.
Konsep “global ummah”, komunitas Muslim yang bersatu dan menciptakan solidaritas yang melampui batas-batas negara bangsa, telah muncul kembali, mengingatkan pada periode sejarah perdamaian yang ditegakkan oleh kekaisaran-kekaisaran kuat seperti Pax Romana dan Pax Americana di era mereka masing-masing.
Dalam tradisi Islam, “global ummah” memiliki akar dalam Hadis, di mana Nabi Muhammad menekankan persatuan dan dukungan yang harus diberikan oleh umat Muslim satu sama lain. Perkataan, "Umat Muslim ibarat satu tubuh; jika satu bagian merasa sakit, seluruh tubuh merasakannya," menggarisbawahi pentingnya tanggung jawab kolektif dan solidaritas di antara umat Muslim.
Konsep kontemporer “global ummah” adalah fenomena yang kompleks yang mencerminkan perpaduan dinamika global dan lokal dalam dunia yang saling terkait saat ini. Meskipun konflik Israel-Palestina pada dasarnya bersifat regional, dampaknya meluas jauh di luar batas Timur Tengah, mencapai seluruh umat Muslim di seluruh dunia.
Salah satu aspek mencolok dari dampak global ini adalah "efek domino" yang sudah mulai muncul. Misalnya, kelompok milisi Irak Al-Hashd al-Shaabi telah secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap Hezbollah, menunjukkan keterkaitan konflik di wilayah tersebut dan keinginan beberapa kelompok untuk bergabung dengan kelompok lain yang memiliki visi yang sama.
Selain itu, ada kasus di mana warga Israel di Mesir telah ditembak oleh polisi Mesir. Kejadian-kejadian ini, meskipun terisolasi, menunjukkan potensi ketegangan lokal meluas ke dalam hubungan internasional yang lebih besar.
Wawancara saya dengan pemimpin organisasi seperti Jemaah Islamiyah (JI), seperti Para Wijayanto dan Arif Siswanto, memberikan cara pandang penting tentang bagaimana konflik internasional, termasuk konflik Israel-Palestina, dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak. Para pihak ini termasuk organisasi non-pemerintah (LSM) dan kelompok lain yang mungkin berusaha memanfaatkan situasi tersebut untuk pendanaan atau bahkan tujuan mobilisasi.
Namun, saat ini, kekhawatiran mengenai nasib Palestina melampaui batas agama atau politik, menjadikannya sebagai masalah kemanusiaan yang seharusnya menjadikan perhatian kita semua. Terlepas dari latar belakang mereka, beberapa anggota parlemen di Irlandia telah secara terbuka menggambarkan Israel sebagai negara apartheid, menyoroti kesadaran global yang tumbuh dan pengecaman situasi tersebut.
Narasi “global ummah” bertujuan untuk mempromosikan perdamaian, keadilan, dan persatuan dalam dunia Muslim dan di luar, mencerminkan upaya sejarah kekuasan besar untuk menegakkan perdamaian. Namun, kita harus mengakui bahwa dampak konflik ini sangat luas, terutama karena keberadaan platform media sosial seperti TikTok, Instagram, YouTube, dan lainnya yang tersebar luas. Platform-platform ini memfasilitasi penyebaran informasi dan disinformasi, menciptakan "filter bubble” atau “gelembung filter" yang membuat orang hanya terpapar pada informasi yang sama setiap saat.
Narasi, terutama di media sosial, memainkan peran penting dalam pilihan sikap seseorang. Radikalisasi dan manipulasi individu yang rentan mencari makna dalam hidup mereka adalah masalah besar. Informasi yang salah dan propaganda dapat memengaruhi pendapat dan mendorong individu ke arah kekerasan.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah regional di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan Thailand, harus mengambil langkah-langkah proaktif. Ini termasuk mendirikan platform online yang didukung pemerintah untuk menyebarkan informasi yang akurat tentang konflik Israel-Palestina, menerapkan kerangka hukum untuk memantau ekstremisme online dan radikalisasi, mengembangkan program pendidikan yang mempromosikan berpikir kritis, toleransi, dan empati, dan menjalin kemitraan dengan organisasi yang berdedikasi untuk perdamaian dan hak asasi manusia.
Salah satu masalah utama dengan narasi “global ummah” saat ini terletak pada gambarannya yang mengidealkan tentang persatuan, seringkali mengabaikan batasan-batasan kompleks dan kerumitan negara-negara bangsa dan perkembangan domestik mereka. Sementara konsep “global ummah” yang berakar pada gagasan adanya sebuah komunitas Muslim yang bersatu melintasi batas, tapi ironisnya cenderung menggeneralisasi berbagai aspek geopolitik modern.
Penggeneralan berlebihan dalam narasi “global ummah” dapat menyebabkan harapan yang tidak realistis, karena tidak semua Muslim secara seragam mendukung penyebab-penyebab atau aktor-aktor tertentu dalam konflik. Pendekatan ini gagal mengakui keragaman pendapat dan kepentingan di antara negara-negara dengan mayoritas Muslim.
Di dunia saat ini, sistem internasional dibangun atas dasar kedaulatan negara-negara, masing-masing menghadapi tantangan lokal tersendiri, membentuk aliansi-aliansi yang berbeda, dan mengejar prioritas negara sendiri. Mengakui kompleksitas ini sambil mendukung persatuan dan solidaritas di antara umat Muslim adalah penting.
Pada saat yang sama, dalam hal keamanan global, krisis Hamas-Israel yang berkepanjangan kemungkinan akan memengaruhi perang yang sedang berkecamuk di Ukraina. Jika Israel melanjutkan invasi Gaza dan konflik yang berkepanjangan, Ukraina mungkin akan menghadapi tantangan baru -bersaing dengan Tel Aviv untuk sumber daya dari AS. Perkembangan ini membutuhkan perhatian internasional dan upaya diplomasi.
Sebagai kesimpulan, konflik Israel-Palestina sekali lagi telah membangkitakan semangat “global ummah” dengan narasi persatuan dan solidaritas yang melintasi batas. Ini menjadi pengingat bahwa, seperti inisiatif perdamaian di era pax Romana, “global ummah” berusaha untuk mempromosikan perdamaian dan keadilan dalam dunia yang penuh konflik hari ini.
Dampak dari konflik ini, ditambah era media sosial dan peran naratif, menimbulkan tantangan yang harus diatasi secara proaktif oleh pemerintah regional untuk menjaga stabilitas dan keamanan di wilayah tersebut, semuanya sambil tetap memperhatikan implikasi keamanan global. “Global ummah” harus berdoa dan berharap agar perdamaian segera tercapai dan tidak ada lagi korban yang harus dialami di kedua belah pihak.
Komentar