Contoh Proses Transformasi Pesantren Terafiliasi JI di Lampung (3-Habis)

Other

by Arif Budi Setyawan 12


Progres Transformasi Pesantren Al Muhsin Metro


Pesantren Al Muhsin Metro telah berdiri sejak 1995 dan merupakan salah satu pesantren terafiliasi Jamaah Islamiyah (JI) tertua di Lampung. Didirikan atas inisiatif salah satu pengurus pusat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) agar mendirikan pesantren untuk kaderisasi da’i di wilayah Lampung. Inisiatif ini kemudian disambut oleh para kader JI di wilayah Metro dan sekitarnya.


Gagasan pendirian pesantren itu cepat mendapatkan simpati dan dukungan masyarakat. Karena saat itu belum ada pesantren berkonsep pesantren modern di Metro. Ini semakin membuktikan bahwa salah satu kunci kesuksesan lembaga-lembaga pendidikan yang dipelopori oleh para kader JI adalah timing yang pas pada saat didirikan.


Kejelian melihat kondisi umat Islam di sebuah wilayah dan militansi para kader-kadernya, menjadi kunci keberhasilan Jamaah Islamiyah mengembangkan dakwah di berbagai wilayah. Barangkali inilah kelebihan para kader JI bila dibandingkan dengan aktivis dari kelompok pergerakan Islam lainnya.


Di Kota Metro, pesantren yang memiliki jenjang pendidikan formal MTs dan MA di bawah Kemenag ini memiliki reputasi yang cukup cemerlang. Para santrinya menjadi langganan duta berbagai perlombaan akademik di tingkat menengah pertama dan menengah atas. Banyak alumninya yang berhasil masuk perguruan tinggi negeri. Bahkan ada beberapa alumni yang mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri.


Di sisi lain, Al Muhsin menghadapi ujian yang lebih berat daripada Nurul Iman dalam keterkaitan dengan Jamaah Islamiyah. Hal ini karena banyak terjadi penangkapan terduga teroris di lingkungan pesantren. Ditambah lagi banyak disebut-sebut bahwa di antara terduga teroris yang ditangkap merupakan alumni Al Muhsin.


Bagi masyarakat yang mengetahui Al Muhsin dengan baik, hal itu tidak menjadi masalah yang serius. Karena itu dianggap sebagai masalah pribadi oknum tersebut. Tapi masalahnya, di kota Metro ada beberapa kelompok pergerakan Islam yang selama ini bersaing dengan Al Muhsin lantas menggoreng isu ini untuk meraih keuntungan bagi kelompoknya.


Para ustadz senior di Al Muhsin rata-rata memang merupakan alumni pesantren terafiliasi JI dari Jawa, seperti Al Mukmin Ngruki Solo atau yang lainnya. Para ustadz inilah yang mengasuh para santri dan mengajar kurikulum pesantren. Sehingga kurikulumnya mengacu pada apa yang diajarkan di pesantren terafiliasi JI di Jawa.


Para ustadz senior di Al Mushin semuanya telah melakukan islah. Sebagaimana yang terjadi di Nurul Iman, setelah islah ada beberapa perubahan positif yang terjadi di Al Muhsin, antara lain:




  • Adanya pembinaan wawasan kebangsaan secara berkala oleh Polres Kota Metro

  • Pelatihan baris-berbaris oleh Kodim/Polres Kota Metro

  • Pelaksanaan upacara bendera setiap Sabtu (karena menerapkan hari kerja Sabtu-Kamis, Jum’at libur)

  • Pemasangan simbol negara (lambang negara, gambar presiden/wakil presiden) di setiap ruangan kelas dan kantor

  • Membuka diri untuk semua pihak yang ingin melakukan tabayyun, berdiskusi, ataupun melakukan pembinaan


Terkait perlu tidaknya mengubah kurikulum pesantren yang sempat saya tanyakan, menurut salah satu pengasuh, sementara ini belum perlu. Karena pihaknya belum menemukan alternatif yang lebih baik dari yang selama ini diajarkan di Al Muhsin dan pihak Kemenag tidak mempermasalahkannya. Kitab-kitab rujukan itu juga jelas dicantumkan dalam database EMIS (Education Management Information System) dan tidak ada masalah selama ini.


Berdasarkan pengalaman saya sebagai santri pesantren terafiliasi JI, kurikulum pesantren yang dianut oleh pesantren-pesantren terafiliasi JI sebenarnya tidak ada masalah bila para ustadz pengajarnya berhaluan moderat, tidak eksklusif, dan mengajarkan keterbukaan pemikiran terhadap pendapat-pendapat di luar kelompoknya. Meskipun secara pribadi saya berpendapat akan lebih baik lagi bila kurikulum itu diubah menjadi yang lebih menekankan pada Islam Wasathiyah yang sesuai dengan kondisi Islam di Indonesia.


Namun saya pribadi juga meyakini, suatu saat kurikulum pesantren-pesantren terafiliasi JI itu akan berubah pelan-pelan bila mendapatkan masukan dan dorongan dari pihak luar. Maka di sinilah tugas lembaga negara seperti MUI dan Kemenag serta ormas Muhammadiyah/NU untuk membina dan memastikan para ustadz di pesantren-pesantren terafiliasi JI itu adalah orang-orang yang sudah moderat.

Komentar

Tulis Komentar