Wagub Jateng Pertanyakan Perubahan Target Aksi Teror dalam Seminar Bersama Densus 88 di Undip

News

by Eka Setiawan Editor by arifbs

SEMARANG – Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen menyoroti pergeseran pola dalam aksi terorisme yang dalam beberapa tahun terakhir semakin banyak menyasar aparat kepolisian. Hal ini disampaikan dalam Seminar Kebangsaan bertajuk “Menghadapi Tantangan Radikalisasi dalam Mempertahankan Ideologi Negara” yang digelar di Gedung FISIP Universitas Diponegoro (Undip), Tembalang, Kota Semarang, Sabtu (14/6/2025).

“Kenapa sekarang polisi yang jadi sasaran teror? Saya terus terang bertanya-tanya. Di Jawa Tengah sendiri pernah ada bom granat di pos polisi Solo tahun 2012, lalu ada penyerangan terhadap anggota Polres Karanganyar. Di luar Jateng, kita juga melihat adanya bom di markas polisi di Cirebon, dan serangan di Jakarta serta Jawa Barat,” ungkapnya di hadapan para mahasiswa dan perwakilan Detasemen Khusus (Densus) 88/Antiteror Polri yang turut hadir dalam acara tersebut.

Dalam paparannya sebagai keynote speaker, Taj Yasin – yang akrab disapa Gus Yasin – menyampaikan bahwa Jawa Tengah memiliki peran penting sebagai pusat gravitasi (center of gravity) dalam sejarah politik dan keamanan nasional. Sejak masa pra-kemerdekaan hingga era kemerdekaan, provinsi ini menjadi barometer dinamika ideologi dan pertahanan nasional.


“Dengan posisi strategis tersebut, sudah sepantasnya radikalisme dan terorisme tidak diberi ruang di Jawa Tengah. Kita semua punya tanggung jawab kolektif menjaga keamanan dan kedamaian di wilayah ini,” tegasnya.


Lebih lanjut, Gus Yasin menjelaskan bahwa istilah ‘radikalisme’ tidak selalu harus diartikan negatif. Menurutnya, seseorang boleh bersikap radikal dalam membela agamanya atau negaranya, sepanjang tetap menghormati hukum, aturan, dan pemikiran pihak lain di luar kelompoknya.


“Kita hidup dalam masyarakat yang beragam. Maka, menghormati hukum dan kebijakan yang berlaku menjadi kunci dalam menjaga harmoni sosial,” katanya.


Gus Yasin juga menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah mengambil langkah konkret dalam upaya pencegahan ekstremisme kekerasan. Salah satunya melalui diterbitkannya Peraturan Gubernur Nomor 35 Tahun 2022, sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN-PE).


Paparan Densus 88: Media Sosial Jadi Jalur Radikalisasi Baru

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Subdirektorat Kontra Ideologi Direktorat Pencegahan Densus 88/Antiteror Polri, Kombes Pol. M. Dofir, menyampaikan bahwa media sosial saat ini menjadi salah satu saluran utama yang digunakan kelompok teror untuk menyebarkan propaganda dan merekrut anggota baru, termasuk anak-anak.


“Kami baru saja mengamankan seorang siswa SMP di Bali yang sudah mampu merakit bom. Ia belajar dari media sosial. Komunikasinya dengan orangtua sangat minim. Ayahnya tinggal di Amerika, sementara anaknya di Bali. Ini yang harus kita waspadai bersama,” jelas Dofir.


Menurutnya, proses seseorang menjadi pelaku teror tidak terjadi secara instan. Ada tahapan bertahap yang dimulai dari intoleransi, meningkat menjadi radikalisme, kemudian ekstremisme, dan akhirnya melakukan aksi teror.


“Terorisme bukan sekadar tindakan kekerasan. Tapi juga ancaman yang menimbulkan ketakutan secara luas dan sistematis,” ujarnya.

Baca juga: Teror Dari Halaman Rumah: Ketika Propaganda Menyusup Lewat Layar 


Rektor Undip: Kampus Jadi Benteng Pancasila

Rektor Universitas Diponegoro, Prof. Suharnomo, dalam sambutannya menyatakan bahwa kampus memiliki peran strategis sebagai benteng terakhir dalam menjaga ideologi negara, khususnya Pancasila.


“Kami di Undip percaya bahwa keberagaman adalah anugerah terbesar yang dimiliki Indonesia. Namun di sisi lain, diversity ini bisa menjadi titik lemah jika dimanfaatkan untuk kepentingan politik sempit, terutama menjelang Pemilu,” katanya.


Prof. Suharnomo juga mengapresiasi kerja sama antara Undip dan Densus 88 sebagai langkah konkret membendung penyebaran paham-paham radikal di lingkungan akademik.


“Kolaborasi ini penting agar mahasiswa dan sivitas akademika memiliki daya tahan terhadap ideologi kekerasan dan paham yang memecah belah,” imbuhnya.


Acara ini juga menghadirkan pembicara dari kalangan akademisi dan pengamat, termasuk dosen Undip Nadia Farabi serta pemerhati gerakan HTI, Rida Hesti Ratnasari.



Foto: Eka Setiawan
Kegiatan Seminar Kebangsaan “Menghadapi Tantangan Radikalisasi dalam Mempertahankan Ideologi Negara” kerjasama Universitas Diponegoro (Undip) dan Detasemen Khusus (Densus) 88/Antiteror di Gedung FISIP Undip, Tembalang, Kota Semarang, Sabtu (14/6/2025). Gus Yasin (dua dari kanan).

Komentar

Tulis Komentar