Analisis Alasan Pembubaran Jamaah Islamiyah

Analisa

by Arif Budi Setyawan Editor by Arif Budi Setyawan

Beberapa hari terakhir ini linimasa pemberitaan media mainstream diramaikan oleh isu pembubaran kelompok Jamaah Islamiyah (JI) pada penghujung Juni lalu. Banyak pakar dan pejabat pemerintah yang telah memberikan pernyataan dan tanggapannya mengenai hal itu.

Semua pernyataan dan tanggapan itu didominasi oleh apresiasi atas kinerja Densus 88 AT, himbauan untuk tetap waspada meski para elite JI telah membubarkan JI, dan seruan kepada para stakeholder terkait agar bisa bersama-sama menindaklanjuti dengan melakukan pembinaan dan kontrol terhadap para eks anggota JI. Sebagian lagi ada yang mencoba memberikan analisis hipotesa mengenai alasan di balik pembubaran JI.

Salah satu hipotesa pakar mengenai alasan pembubaran JI yang menarik bagi saya adalah adalah karena untuk menyelamatkan aset JI, terutama aset berupa lembaga pendidikan dan dakwah. Benar bahwa JI memiliki puluhan hingga ratusan lembaga pendidikan dan dakwah terafiliasi JI, namun apakah itu kemudian menjadi alasan utama?

Sebagai orang yang pernah tumbuh dalam kultur JI dan masih menjadi pemerhati perkembangan JI hingga hari ini, saya berpendapat bahwa penyelamatan aset itu bukan alasan utama. Hal ini dikarenakan:

Pertama, aset berupa lembaga pendidikan dan dakwah itu tidak bisa dirampas oleh siapapun karena merupakan infak dan wakaf dari umat. Paling banter adalah dibekukan sementara, itupun harus memenuhi berbagai syarat yang rumit dan mempertimbangkan dampak pada masyarakat. Misalnya, bila dibekukan ada berapa ribu santri yang akan terlantar, sementara pemerintah tidak bisa memberikan tempat pengganti. Selain itu, faktanya banyak juga lembaga pendidikan formal terafiliasi JI yang menghasilkan pelajar-pelajar berprestasi di berbagai wilayah.



Baca juga:

Pesona Pesantren Terafiliasi Kelompok Jamaah Islamiyah (1)

Pesona Pesantren Terafiliasi Kelompok Jamaah Islamiyah (2)

Pesona Pesantren Terafiliasi Kelompok Jamaah Islamiyah (3)

Pesona Pesantren Terafiliasi Kelompok Jamaah Islamiyah (4)

Pesona Pesantren Terafiliasi Kelompok Jamaah Islamiyah (5)



Kedua, dalam konsep perjuangan JI yang terbagi dua bagian, yaitu dakwah dan jihad, dakwah merupakan bagian yang mendominasi. Hampir semua anggota JI tertarik bergabung karena pesona dakwah dan aktivitas sosialnya. Baru kemudian setelah mengikuti pembinaan dakwah bertahun-tahun disaring lagi untuk mendapatkan personel yang akan diberikan tugas terkait proyek jihad.

Artinya, anggota JI terbesar ada di bidang dakwah. Yang terkait proyek jihad itu hanya minoritas. Itupun biasanya banyak yang masih merangkap di bagian dakwah.

Anggota JI bidang dakwah itu sangat militan dalam mengembangkan dakwah. Jika mereka merantau ke sebuah daerah dan ada masjid yang sepi, mereka akan dengan semangat memakmurkan masjid itu. Dan banyak yang berhasil sehingga disukai oleh masyarakat.

Apakah mereka mengajarkan ajaran radikal dan intoleran? Sejauh yang saya tahu, dakwah mereka di masyarakat lebih moderat dari kelompok yang suka membid’ahkan kelompok lain. Kalau ajarannya intoleran, tentu sulit mendapatkan simpati. Kebanyakan mereka fokus mengambil celah yang belum digarap tapi dibutuhkan oleh masyarakat, seperti gerakan pemberantasan buta huruf Al Qur’an bagi orang dewasa, menghidupkan TPQ di kampung, dan lain-lain.

Makanya, ketika ada penangkapan anggota JI, banyak masyarakat yang kaget. Guru ngaji kok ditangkap. Aktivis sosial kok ditangkap. Masyarakat tidak tahu, rantai komando dari atas lah yang membuat mereka ikut ditangkap. Seringkali yang di bawah itu hanya ikut perintah.

Dari uraian di atas, saya berpendapat bahwa alasan utama pembubaran JI adalah untuk menyelamatkan hasil dakwah dan amal sosial para anggota JI dan simpatisannya di masyarakat. Agar dakwah dan amal sosial itu bisa dilanjutkan lagi tanpa polemik prasangka keterlibatan aktivisnya dalam kelompok terlarang.

Baca juga:

Persoalan di Masyarakat Setelah Pelepasan Baiat Mantan Anggota JI Lampung

Sedangkan untuk perubahan pemikiran bisa diubah melalui pembinaan berkelanjutan. Apalagi di dalam kultur JI sangat ditekankan untuk selalu kritis dan dan terbuka serta mengedepankan rasa cinta pada ilmu. Sehingga proses transformasi mereka seharusnya dapat berjalan dengan lancar.

(Foto Ilustrasi: Istimewa)

Komentar

Tulis Komentar