Pesona Pesantren Terafiliasi Kelompok Jamaah Islamiyah (3)

Other

by Arif Budi Setyawan


Rahasia Di Balik Pendirian Pesantren-pesantren Terafiliasi Jamaah Islamiyah


Pesantren Al Mukmin Ngruki dalam sejarahnya sempat dikenal sebagai pesantren yang berani melawan hegemoni rezim Orde Baru di era 80-an. Orde Baru yang saat itu hendak memberlakukan Asas Tunggal Pancasila mendapat perlawanan dari berbagai kelompok Islam. Salah satu yang terkenal tegas menolak adalah Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki Solo yang saat itu dipimpin oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir.


Selain terkenal vokal menentang rezim Orde Baru melalui ceramah-ceramah dan sikapnya, Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir juga dikaitkan dengan kelompok Komando Jihad dan Darul Islam. Keduanya memang memiliki hubungan personal dengan tokoh-tokoh Komando Jihad dan Darul Islam. Selain itu keduanya juga merupakan kader Masyumi di masa lalu.


Sehingga, tidak heran bila Pesantren Al Mukmin saat itu menjadi tempat favorit banyak aktivis Islam yang menjadi lawan Orde Baru menyekolahkan anak-anaknya. Mereka ingin anak-anaknya kelak akan melanjutkan perjuangan yang saat itu terhalang oleh sikap represif rezim Orde Baru.


Untuk memperkuat argumen ini, ada satu cerita yang saya dengar langsung dari salah satu santri awal Pesantren Al Mukmin di tahun 70-an. Kebetulan dia masih punya hubungan kekerabatan dengan keluarga saya. Dia santri angkatan kedua (atau ketiga) yang saat itu santrinya baru berjumlah 50-an.


Saya bertanya, “Bagaimana dulu orangtua Anda mengetahui ada pesantren Al Mukmin di Solo, padahal saat itu baru berdiri dan tidak ada media sebanyak era sekarang? Sedangkan daerah asal Anda bisa dibilang adalah daerah pelosok yang sangat jauh dari Solo dan bahkan jauh dari peradaban modern?


Jawabnya,” Bapak saya adalah aktivis Masyumi yang sering mengunjungi berbagai kota di Jawa dan bahkan ke Sumatera. Suatu hari sepulang dari Lampung, bapak membawa iklan pesantren Al Mukmin di sebuah majalah. Dia juga mendapatkan rekomendasi dari sesama aktivis Masyumi agar menyekolahkan anaknya ke Al Mukmin yang dikelola oleh kader Masyumi (Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir). Saat itu saya ikut arahan bapak, karena bapak punya alasan logis, kalau saya dipondokkan yang dekat dengan rumah, saya akan sering pulang.”


Beliau menjadi saksi bagaimana sikap represif Orde Baru pada tokoh-tokoh pesantren Al Mukmin. Tapi dari situ beliau justru mendapatkan pelajaran penting, bahwa militansi itu seharusnya bisa disalurkan pada hal-hal yang lebih aman namun tetap berguna bagi kemajuan Islam dan kaum Muslimin. Dan itulah yang beliau lakukan hingga hari ini. Menjadi tokoh pemberdayaan masyarakat.


Dari sisi sistem pengajaran, pesantren Al Mukmin saat itu memiliki kelebihan yang masih jarang dimiliki pesantren modern di masa itu. Al Mukmin mengadopsi kedisiplinan dan kurikulum bahasa Arab/Inggris dari Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor. Sedangkan untuk pelajaran agama (diniyah) mengacu pada sistem pengajaran di pesantren Persatuan Islam (Persis) Bangil.


Di mata masyarakat umum non-aktivis Islam, kelebihan mengadopsi sistem Gontor yang terkenal dengan kemampuan bahasa Arab/Inggris dan kedisiplinan santri menjadi daya tarik utama. Banyak masyarakat yang berbondong-bondong menyekolahkan anak-anaknya ke Al Mukmin Ngruki karena faktor ini. Al Mukmin bisa menjadi alternatif bagi yang tidak bisa memenuhi syarat masuk di Darussalam Gontor.


Sistem pesantren Gontor selain terkenal dengan kemampuan bahasa Arab/Inggris para santrinya, juga terkenal dengan ciri khas yang masih dipertahankan hingga hari ini. Yaitu, untuk mendapatkan ijazah, setiap santri yang telah menyelesaikan pendidikannya harus mengabdi di masyarakat selama setahun. Ini juga berlaku bagi alumni Pesantren Al Mukmin.


Mewajibkan alumni untuk melakukan pengabdian inilah yang menjadi salah satu kekuatan Al Mukmin untuk melebarkan pengaruhnya. Selain itu dalam masa pendidikan, Al Mukmin sangat menekankan agar para santrinya kelak ketika sudah lulus harus bisa berkarya. Visi Al Mukmin adalah mencetak kader 'Ulama`u ‘Amiliina Fie Sabilillah, yang memilik makna harfiah: "Orang berilmu yang beramal di jalan Allah SWT".


Bagi santri yang merasa cocok dan termotivasi oleh doktrin 'Ulama`u ‘Amiliina Fie Sabilillah ketika lulus ia akan sangat bersemangat menyebarkan ilmunya, atau melanjutkan pendidikan demi agar bisa berkarya lebih baik lagi.


Bagi saya pribadi, doktrin 'Ulama`u ‘Amiliina Fie Sabilillah itu sangat berpengaruh dalam jiwa saya hingga hari ini. Menjadi seorang yang berilmu yang berkarya di jalan Allah itu selalu menjadi upaya yang saya lakukan di sepanjang hidup saya. Meskipun bentuk karyanya berubah-ubah sesuai perkembangan dinamika kehidupan saya. Kalau dulu bentuk karyanya adalah "beramal bersama kelompok radikal-ekstrem", maka sekarang saya berkarya dengan menulis dan melakukan kegiatan bermanfaat di lapangan.


Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir di kemudian hari mendirikan Jamaah Islamiyah dan memisahkan diri dari Darul Islam pimpinan Ajengan Masduki. Tepatnya di tahun 1993 ketika keduanya masih berada di Malaysia. Keduanya lantas menggunakan jaringan alumni pesantren Al Mukmin untuk melebarkan jaringan Jamaah Islamiyah. Tentu saja tidak semua alumni dilibatkan, hanya sebagian kecil alumni yang loyal dan mendukung visi perjuangan Jamaah Islamiyah.


Di antara alumni yang mengabdi di masyarakat itu ada yang loyal dan mendapatkan dukungan dari masyarakat sekitar untuk merintis pesantren di daerah tersebut. Ada yang mendapatkan simpatisan dan ada pula yang hanya mendapatkan penerimaan saja selama pengabdian.


Yang mendapatkan dukungan dari masyarakat untuk mendirikan pesantren itulah yang kemudian mendirikan pesantren. Di mana pesantrennya mengadopsi sistem pengajaran di Al Mukmin yang sangat dipengaruhi oleh sistem pengajaran di pesantren Darussalam Gontor.


(Bersambung)

Komentar

Tulis Komentar