Pesona Pesantren Terafiliasi Kelompok Jamaah Islamiyah (5-habis)

Other

by Arif Budi Setyawan


Fenomena Islah: Titik Tolak Perubahan yang Harus Dikawal Dengan Baik


Dalam mencapai tujuan perjuangannya, kelompok Jamaah Islamiyah (JI) dari dulu hingga yang terakhir terungkap, tetap setia menempuh jalan dakwah dan jihad.


Di bawah kepemimpinan Parawijayanto, JI menganut konsep strategi perjuangan yang disebut dengan Strategi Tamkin Jamaah Islamiyah (STRATA-JI). Sebelum Parawijayanto, JI menganut Pedoman Umum Perjuangan Jamaah Islamiyah (PUPJI).


Dalam hal ini ada perbedaan mendasar antara PUPJI dan "Strategi Tamkin". Berdasarkan keterangan salah satu mantan petinggi JI yang saya temui tahun lalu, perbedaan mendasar antara PUPJI dan "Strategi Tamkin" adalah: bila dalam PUPJI untuk membentuk pemerintahan Islam harus menguasai negara, maka di dalam "Strategi Tamkin" tidak harus menguasai negara. Tapi yang penting bisa mempengaruhi sebuah negara untuk menjalankan pemerintahan secara Islam.


Dalam STRATA-JI, Parawijayanto lebih memprioritaskan bidang dakwah dalam rangka mendapatkan dukungan dari umat Islam. Di mana dakwah mengambil porsi paling banyak dan dampaknya bisa dirasakan oleh semua orang. Termasuk bagian dakwah adalah upaya-upaya penyelesaian persoalan sosial di masyarakat.


Lembaga-lembaga pendidikan JI, dan dakwah di masyarakat yang dilakukan oleh para kader-kader JI telah turut serta menciptakan masyarakat yang berakhlak. Sementara lembaga layanan sosial JI telah membantu banyak masyarakat yang tidak mampu dalam mengakses pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan yang layak. Banyak pihak mengakui prestasi mereka ini.


Yang menjadi masalah selama ini adalah bagian jihadnya yang terbukti masih belum ditinggalkan. Karena di bagian ini JI melakukan pelanggaran hukum yang berlaku di Indonesia. Meskipun STRATA-JI melarang melakukan aksi jihad di dalam negeri, namun mereka terbukti membuat senjata, berhubungan dengan kelompok teroris internasional, dan melakukan pelatihan militer ilegal. Semua itu merupakan pelanggaran yang menjadikan kelompok JI bermasalah dengan negara.


Lebih rumitnya lagi, bagian jihad ada yang bersinggungan dengan bagian dakwah. Misalnya, dari para murid pesantren terafiliasi JI ada sebagian kecil (sangat kecil) yang direkrut untuk terlibat proyek jihad global. Atau ada sebagian kecil (lagi-lagi sangat kecil) dari dana lembaga sosial JI yang disalurkan ke bendahara JI yang kemudian digunakan untuk membiayai proyek di bidang jihad.


*****


Setelah mengetahui bahwa yang bermasalah dalam perjuangan JI adalah bagian jihadnya, maka langkah pertama untuk membina dan mengontrol para anggota JI adalah menghilangkan sisi jihadnya. Caranya adalah dengan melakukan islah. Dalam islah terkandung pernyataan mengakui kesalahan yang dilakukan JI dan berjanji akan menjaga keutuhan NKRI.


Artinya, mereka telah bertaubat dari cara-cara perjuangan yang salah dan akan melanjutkan kerja-kerja baik mereka yang sesuai dengan kepentingan bangsa, yaitu demi keutuhan NKRI.


Langkah kedua adalah menyalurkan energi dan militansi mereka dalam perjuangan di bidang dakwah dan sosial. Caranya dengan melakukan pembinaan dan pengawasan pada kerja-kerja baik mereka itu, dan memastikan arahnya sesuai dengan kepentingan bangsa.


Misalnya, terkait pembinaan pesantren yang sempat terafiliasi dengan kelompok JI, pemerintah bisa membina pesantren tersebut melalui Kementerian Agama atau MUI. Mereka dibina untuk diberdayakan dalam membangun umat sesuai cita-cita bangsa. Bukan lagi terkait dengan cita-cita kelompok yang memanfaatkan pesantren mereka selama ini.


Secara teori itu tidak sulit. Karena tujuan perjuangan para eks anggota JI itu adalah kemuliaan Islam dan umat Islam. Sementara mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, maka pemerintah dalam hal ini justru bisa mengambil peran sebagai mitra dalam perjuangan mereka.

Komentar

Tulis Komentar