Tantangan Sinergitas Penanganan WNI Eks ISIS Di Level Pemerintah Daerah

Analisa

by Arif Budi Setyawan Editor by Arif Budi Setyawan

Dalam proses penanganan terhadap WNI eks ISIS, rehabilitasi dan relokasi (penempatan kembali kepada keluarga atau pihak penjamin) merupakan sebagian kecil saja dari proses panjang yang harus dilakukan. Bahkan sejatinya persoalan yang lebih besar dimulai relokasi selesai. Yaitu persoalan sosial dan ekonomi yang dihadapi oleh WNI eks ISIS.

Baca juga: Hasil FGD Ruangobrol Dengan Pekerja Sosial Sentra Handayani (1)

Anak-anak yang rawan di-bully karena ayahnya masih di penjara Suriah atau Turki, atau tanpa ayah karena ayahnya tewas dalam pertempuran bersama ISIS. Ditambah stigma negatif sebagai ‘pembuat masalah’, pendidikan anak-anak, kesulitan ekonomi karena tulang punggung keluarganya dipenjara/mati, dan seterusnya, merupakan persoalan-persoalan yang masih kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Terutama oleh pemerintah daerah setempat.

Baca juga: Tantangan Penempatan WNI Eks ISIS Setelah Rehabilitasi (1)

Persoalan-persoalan di atas bila dilihat sekilas memang sepertinya tidak akan menimbulkan masalah baru. Namun bukankah kekecewaan pada lingkungan (termasuk negara) bisa memicu seseorang untuk membenci negara atau minimal mencari ‘lingkungan alternatif’ yang membuat mereka nyaman? Bagaimana bila ‘lingkungan alternatif’ itu berupa kelompok dengan pemahaman yang dilarang oleh negara?

Baca juga: Tantangan Penempatan WNI Eks ISIS Setelah Rehabilitasi (2)

‘Lingkungan alternatif’ ini bisa melanggengkan narasi perjuangan yang diusung oleh kelompok itu. Jika narasi perjuangan mereka tetap langgeng, maka konsep penanggulangan terorisme kita patut dipertanyakan. Karena jika mata rantainya belum bisa diputus, maka regenerasi pelaku tindak pidana terorisme itu akan selalu ada. Dan penanggulangan terorisme ini seakan tidak akan pernah menemukan ujung akhirnya.

Perlunya Sinergisitas

Di lingkungan lembaga negara sebenarnya sudah banyak pihak yang terlibat di isu ini. Ada BNPT yang memang khusus dibentuk untuk urusan penanggulangan terorisme. Ada POLRI, ada TNI, BIN, Kementerian Sosial, dan ada pula beberapa kementerian terkait. Masing-masing melakukan upaya-upaya yang dianggap dapat mengurangi ancaman radikalisme-terorisme.

Seharusnya dengan banyaknya pemain di isu ini, penanganan WNI eks ISIS bisa menjadi lebih efektif atau tepat guna. Tapi pertanyaannya adalah: Apakah dalam praktek di lapangan seindah ungkapan para pejabat negara terkait?

Tantangan Sinergitas Di Daerah

Di level pemerintah pusat sinergitas mungkin lebih mudah dilakukan. Itu pun masih ada kendala di sana-sini. Kami para aktivis melihat sebab utama ketimpangan dalam sinergitas adalah masih kurangnya tingkat kesamaan pemahaman akan isu penanganan WNI eks ISIS di antara lembaga negara atau kementerian terkait.

Di level daerah, sinergitas di isu ini akan lebih sulit terwujud. Harus diakui bahwa persoalan seputar terorisme dan radikalisme baik dari sisi pencegahan maupun penanggulangannya masih dianggap sebagai persoalan yang ‘elite’ bagi banyak kalangan. Isu ini baru mulai ramai di ranah pembahasan akademis. Dari hari ke hari semakin banyak akademisi yang mengkajinya. Tapi di sisi praktek masih sangat minim.

Hal ini terjadi karena isu terorisme masih belum menjadi bagian dari isu umum seperti soal kesejahteraan, pembangunan infrastruktur, atau pelayanan publik. Sehingga pertimbangan politik biasanya menjadi lebih dominan.

Bila pertimbangan politis masih selalu dominan, maka sampai kapanpun penanganan terorisme di daerah hanya akan bergantung pada kebijakan dan anggaran dari pusat. Termasuk dalam penanganan WNI eks ISIS.

Isu terorisme memang bukan persoalan yang mudah dipahami oleh pejabat pemerintah yang memiliki banyak tugas lain selain yang terkait dengan penanganan terorisme. Apalagi jika pejabat tersebut belum menganggap persoalan terorisme sebagai persoalan yang penting.

Adanya Perpres No. 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) sepertinya belum cukup sebagai bukti akan pentingnya penanganan persoalan terorisme.

Inisiatif program dalam isu penanggulangan dan pencegahan terorisme di daerah sejauh pengamatan kami masih hampir selalu dari instansi keamanan negara, yang artinya dari pusat juga. Dan itu pun menghadapi banyak tantangan dan hambatan. Yang paling sering dihadapi adalah tantangan dan hambatan berupa persoalan birokrasi, anggaran, dan sumber daya manusia (SDM).



Source Image: AI

Komentar

Tulis Komentar