Hasil FGD Ruangobrol Dengan Pekerja Sosial Sentra Handayani (1)

News

by Arif Budi Setyawan Editor by Arif Budi Setyawan

Pendahuluan

Meskipun secara kekuatan dan wilayah kelompok Islamic State Irak and Suriah (ISIS) atau belakangan mereka juga disebut dengan IS (Islamic State) semakin melemah, namun masih menyisakan berbagai masalah di dunia. Selain masalah ancaman keamanan, keberadaan para eks pengikut ISIS yang kini berada di kamp-kamp pengungsian dan penjara-penjara di wilayah Suriah-Irak-Turki juga menambah daftar permasalahan.

Keberadaan Warga Negara Indonesia (WNI) yang sempat bergabung dengan kelompok ISIS di kamp-kamp pengungsian Suriah seharusnya mulai menjadi perhatian kita semua. Mereka tidak mungkin selamanya berada di pengungsian dengan kondisi yang semakin memburuk. Suatu saat kemungkinan besar mereka akan kembali ke Indonesia, baik dipulangkan oleh pemerintah kita ataupun oleh komunitas internasional seperti PBB.

Persoalan yang dirumuskan oleh tim peneliti Ruangobrol terkait penanganan WNI eks pengikut ISIS adalah meliputi: Repatriasi, Rehabilitasi, Relokasi, Reintegrasi, dan Resiliensi (5R)

1. Repatriasi

Secara definisi, repatriasi bermakna upaya pemulangan WNI eks pengikut ISIS dari luar negeri. Sejauh ini yang kami tahu, repatriasi terhadap WNI eks pengikut ISIS baru pernah dilakukan sekali, yaitu pada Agustus 2017. Saat itu ada kurang lebih 24 orang yang direpatriasi oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

Upaya repatriasi ini menuai reaksi pro dan kontra di berbagai kalangan. Kami telah mengulasnya dalam tulisan Polemik dan Pertimbangan Pemerintah Menolak Repatriasi WNI Eks ISIS. Itulah mengapa hingga hari ini belum ada lagi upaya repatriasi WNI eks pengikut ISIS. Yang sering terjadi adalah deportasi WNI eks ISIS.

2. Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah proses pemulihan kepada kedudukan (keadaan, nama baik) semula. Atau dapat juga diartikan sebagai program untuk membantu memulihkan orang yang memilki penyakit kronis, baik dari fisik maupun psikologisnya.

Dalam konteks rehabilitasi WNI eks pengikut ISIS, rehabilitasi dilakukan untuk membuat mereka siap kembali ke masyarakat setelah sempat dianggap sebagai ‘sampah’ karena pernah bergabung dengan kelompok ISIS.

3. Relokasi

Yang dimaksud relokasi di sini adalah penempatan kembali WNI eks pengikut ISIS setelah direhabilitasi. Persoalan utama relokasi biasanya adalah soal kesiapan keluarga dan masyarakat menerima mereka kembali. Sepintas ini terdengar sederhana, tapi dalam prakteknya seringkali menemui tantangan yang rumit.

4. Reintegrasi

Reintegrasi di sini berarti proses kembalinya WNI eks pengikut ISIS ke masyarakat. Ini juga tidak mudah dan sangat dipengaruhi oleh kesiapan mereka serta kondisi masyarakat di sekitarnya.

5. Resiliensi

Dalam ilmu psikologi, resiliensi adalah kemampuan seseorang dalam mengatasi, melalui, dan kembali kepada kondisi semula setelah mengalami kejadian yang menekan.

Dalam konteks penanganan WNI eks pengikut ISIS, resiliensi berarti kemampuan mereka untuk tetap dalam kondisi semula dan tidak terpengaruh lagi oleh pesona narasi dari kelompok lamanya.

Dari kelima persoalan di atas, ada 2 persoalan yang menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintah, yaitu pada proses repatriasi dan rehabilitasi. Sedangkan 3 proses berikutnya sangat membutuhkan peran aktif masyarakat di samping kontrol dari stakeholder pemerintah.

Pertanyaan awal adalah: sudah siapkah pemerintah kita untuk merepatriasi dan merehabilitasi para eks pengikut ISIS itu bila mereka kembali?

Berdasarkan kajian tim peneliti Ruangobrol, lembaga pemerintah yang mendapatkan tugas untuk merehabilitasi WNI eks pengikut ISIS adalah Sentra Handayani Jakarta di bawah Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Republik Indonesia. Sejak 2016 Sentra Handayani tercatat telah melakukan rehabilitasi terhadap 275 WNI eks pengikut ISIS. Mayoritas adalah hasil proses deportasi dari Turki ketika mereka gagal menyeberang masuk ke Suriah. Sebagian lagi adalah hasil repatriasi pada 2017, dan ada juga yang dideportasi setelah menjalani penahanan beberapa tahun di Turki.

Di awal Desember 2023 yang lalu, DR. Noor Huda Ismail pendiri Ruangobrol sekaligus Direktur Eksekutif Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP) melontarkan sebuah gagasan untuk membuat sebuah program yang membantu Sentra Handayani dalam menjalankan tugasnya. Program itu bertujuan membantu Sentra Handayani menyusun modul yang dapat digunakan sebagai materi pelatihan bagi para pekerja sosial di sentra-sentra yang lain.

Pada bulan Januari 2024, tim Ruangobrol telah melakukan beberapa kali audiensi dengan para pejabat dan pekerja sosial di Sentra Handayani. Hasilnya, terkonfirmasi bahwa Sentra Handayani membutuhkan bantuan pihak luar untuk mengolah pengalaman mereka menangani para WNI eks pengikut ISIS menjadi sebuah modul pelatihan. Kami tim Ruangobrol menawarkan untuk membantu mewujudkannya dan menambahkan beberapa produk kreatif yang akan semakin memudahkan dalam memahami persoalan.

Produk-produk kreatif yang kami tawarkan adalah: tulisan di ruangobrol.id, konten audio visual di media sosial ruangobrol, podcast, dan film pendek (dokumenter). Tujuan kami menambahkan produk-produk kreatif adalah membantu menyebarkan pemahaman akan persoalan WNI eks pengikut ISIS kepada masyarakat. Karena menurut kami, masyarakat perlu mendapatkan pengetahuan yang benar agar dapat berpartisipasi dalam proses reintegrasi dan resiliensi para WNI eks pengikut ISIS setelah selesai direhabilitasi.

(Bersambung)

Komentar

Tulis Komentar