Program Studi Kajian Terorisme Universitas Indonesia secara perdana menggelar acara bedah buku, "JI The Untold Story: Perjalanan Kisah Jemaah Islamiyah" karangan Kepala Densus 88 Irjen. Pol. Sentot Prasetyo, S.I.K.
Acara bedah buku JI tersebut dihadiri langsung Kepala BNPT Komjen. Pol. Eddy Hartono, S.I.K, M.H. Acara bedah buku ini berlangsung di kampus UI Salemba Jakarta Pusat pada 5 Mei 2025. Hadir dalam diskusi buku ini sebagai pembedah, Direktur Intelejen Densus 88 Anti Teror Mabes Polri Brigjen Pol Tubagus Ami Prindani, Solahudin (Pakar Terorisme), Antropolog Amanah Nurish, dan Mantan Amir Jemaah Islamiyah Mbah Zarkasih.
Komjen. Pol. Eddy Hartono dalam sambutannya menyambut baik terbitnya buku JI The Untold Story: Perjalanan Kisah Jemaah Islamiyah ini. Buku itu menurutnya bisa membantu akademisi dan masyarakat dalam memahami JI. Pasalnya, pemahaman yang mendalam tentang struktur organisasi Jemaah Islamiyah (JI) dapat membantu dalam upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme.
Dalam diskusi, Brigjen Pol Ami menyampaikan jika terbitnya buku ini merupakan bagian dari momentum dari Pembubaran JI pada tahun lalu. Pihaknya menegaskan jika terbitnya buku ini sebagai penyambung bagi mantan anggota JI yang tidak sempat mengikuti kegiatan sosialisi Pembubaran JI.
“Bersama dengan itu kami juga bertekad untuk membuat buku ini. Buku ini kan untuk mencatat untuk juga menjadi komitmen dari para eks JI yang telah mendeklarasikan bahwa jangan sampai nanti berubah lagi. Dan juga buku ini juga menjadi jembatan kami untuk menyampaikan kepada seluruh eks JI yang terutama masih di wilayah-wilayah yang mungkin belum tahu cerita prosesnya itu seperti apa. Nah ini harus kita sampaikan.
Lebih lanjut Ami menjelaskan jika buku ini juga menjadi pelajaran penting bagi Densus maupun penerus kami bahwa isinya di sini berbagai macam pelajaran gitu. Ami menambakan buku ini juga menjelaskan bagaimana proses awal radikalisasi itu dimulai kemudian sampai berkembang menjadi besar.
“Kemudian bagaimana JI itu awalnya lahir sampai terus melakukan banyak kejadian. JI itu merupakan organisasi teror terbesar di Asia Tenggara khususnya ya banyak aksi yang dilakukan. Bahkan sampai menimbulkan korban meninggal 300 orang meninggal dunia 600 orang cedera. Kemudian juga yang sudah kita proses kurang lebih sampai saat ini sekitar 700-an,” tandas Ami
Sementara itu Pakar Terorisme Solahudin, Buku JI Untold Story ini menjadi Studi Model Intervensi ala Densus. Menurut Solahudin dari buku ini bisa melihat bagaimana model intervensi ala Densus 88.
“Buku ini menceritakan berkali-kali soal dialog yang humanis. Tapi tidak terlalu jelas bagaimana hal itu dilakukan. Meskipun begitu bahan-bahannya ada dibuku ini walaupun terserak di beberapa bagian. Lihat misalnya di bagian: Pesan Berharga Densus 88 Bagi Para Wijayanto. Jangan-jangan ini model yang selama ini kita cari atau banyak negara lain cari. Selama ini banyak akademisi mencari model intervensi yang tepat. Studi masih terus berlangsung, jangan-jangan model intervensi ini yang selama ini sedang dicari,” kata Solahudin
Lebih lanjut Solahudin dalam catatannya menjelaskan jika Buku Perjalanan Kisah Jemaah Islamiyah ini merupakan narasi dokumentar yang kekuatan utamanya adalah dengan menyediakan bahan-bahan berkualitas tinggi: sayur segar, rempah langka, daging pilihan.
“Ditangan seorang chef yang handal, ini bisa jadi masakan yang lezat. Dan hanya mereka yang punya "alat dapur" (kerangka berpikir, teori, pengalaman) yang bisa menyulapnya jadi sajian intelektual yang bergizi,” tutup Solahudin menyudahi presentasinya.
Baca juga: Poin-poin Penting Seputar Deklarasi Pembubaran Jamaah Islamiyah
Sementara itu, Mbah Zarkasih, mantan Amir Jemaah Islamiyah, mengapresiasi cara penyajian buku yang tidak hanya menyajikan fakta, tetapi juga menggugah pemikiran pembaca. "Buku ini penting sebagai pegangan untuk memahami sejarah dan dinamika JI. Pria kelahiran Kudus itu dalam paparannya menjelaskan secara rinci awal perjalanannya bergabung dengan JI. Menurut Mbah Zarkasih pada awalnya dirinya bergabung dengan NII. Ketika itu dirinya dikirim ke Afganistan guna mengikuti Akademi militer.
“Jadi 5 tahun di sana total 5 tahun itu adalah pengiriman daripada Negara Islam Indonesia. Waktu itu belum ada JI. Jadi 5 tahun saya di sana itu adalah karena saya ini adalah dianggap berprestasi kemudian menjadi instruktur di sana. Kemudian ada infishol (pemisahan diri dari NII) di Januari 1993 maka otomatis kami mengikuti infishol tersebut,” jelasnya
Foto Ilustrasi: Dok. Ahmad Kusairi (Ruangobrol.id)
Komentar