JI mengumumkan pembubaran organisasi dan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia di Bogor pada 24 Zulhijjah 1445 H atau 30 Juni 2024 M. Pembubaran JI diumumkan melalui rekaman video yang memuat pernyataan atas hasil kesepakatan majelis para senior dengan para pimpinan lembaga pendidikan dan pondok pesantren yang berafiliasi dengan Al Jamaah Al Islamiyah.
Ada enam pernyataan sikap yang disampaikan atas nama 16 orang yang diumumkan dalam rekaman video tersebut.
Berikut isi pernyataan sikap JI yang disampaikan melalui rekaman video:
Hasil kesepakatan Majelis para senior dengan para pimpinan lembaga pendidikan dan pondok pesantren yang berafiliasi dengan Al Jamaah Al Islamiyah:
1. Menyatakan pembubaran Al Jamaah Al Islamiyah dan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
2. Menjamin kurikulum dan materi ajar terbebas dari sikap _tatharruf dan merujuk kepada paham Ahli Sunnah wal Jamaah_
3. Membentuk tim pengkajian kurikulum dan materi ajar
4. Siap untuk terlibat aktif mengisi kemerdekaan sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan bermartabat
5. Siap mengikuti peraturan hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia serta berkomitmen dan konsisten untuk menjalankan hal-hal yang merupakan konsekuensi logisnya
6. Hal-hal yang berkaitan dengan kesepakatan di atas akan dibicarakan dengan negara melalui Densus 88 Anti Teror Mabes Polri
Bogor, 24 Zulhijjah 1445 H yang bertepatan 30 Juni 2024 M
Yang membuat pernyataan:
1. Abu Rusydan
2. Para Wijayanto
3. Zarkasyi
4. Abu Fatih
5. Abu Mahmudah
6. Solahuddin
7. Saptono Munadi
8. Fahim
9. Bambang Sukirno
10. Qodri Fathurrahman
11. Imtihan Syafii
12. Hamad Nur Syahid
13. Mustaqim Safar
14. Abu Dujana
15. Tengku Azhar
16. Bahruddin Rahmat
Semoga Allah meridlai pernyataan ini. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Sebagai orang yang pernah “dibesarkan” oleh JI, saya membaca ada 3 poin penting yang menarik dari isi pernyataan pembubaran JI di atas.
1. Peran Densus 88 AT
Pembubaran JI oleh para tokoh pimpinannya kemarin merupakan hasil kerja Densus 88 AT. Hal itu dapat dilihat poin keenam dari isi pernyataan yang menyebutkan: “Hal-hal yang berkaitan dengan kesepakatan di atas akan dibicarakan dengan negara melalui Densus 88 Anti Teror Mabes Polri”
Densus 88 AT telah berperan besar dalam mempengaruhi pemikiran para tokoh pimpinan JI. Dan proses itu tentu butuh waktu yang tidak sebentar. Sebelum deklarasi pembubaran JI kemarin, sejak awal 2022 telah terjadi pelepasan baiat dan ikrar setia NKRI para anggota JI di berbagai wilayah yang merupakan hasil kerja Satgaswil Densus 88 AT. Saya meyakini, pelepasan baiat di berbagai wilayah itu turut mempengaruhi keputusan para pemimpin JI di atas.
Dalam hal ini, berarti Densus 88 memandang solusi pencegahan terorisme pada kelompok JI adalah memberikan kesempatan berubah dan merangkul mereka dalam pembinaan berkelanjutan yang melibatkan multipihak.
Baca juga: Proses Panjang di Balik Ikrar Setia NKRI JI Lampung
2. Menimbulkan Pertanyaan: Apakah semua anggota JI akan mematuhi pernyataan dari para pemimpin itu?
Meskipun para pemimpin JI telah menyatakan pembubaran JI, bukan berarti semua anggota JI akan patuh seluruhnya. Saya sangat yakin sebagian besar (mayoritas) akan patuh, tetapi tetap akan ada sebagian kecil yang tidak sepakat.
Nah, yang tidak sepakat ini ada beberapa tingkatan. Pertama: tidak sepakat tapi juga tidak melakukan tindakan negatif yang mengancam keamanan. Kedua: tidak sepakat dan menyeberang bergabung dengan kelompok lain seperti JAD dll. Ketiga: tidak sepakat dan ingin menunjukkan eksistensi dengan melakukan perlawanan. Seperti pada kasus kontak tembak dengan anggota JI di Lampung Tengah pada April 2023 yg lalu. Kelompok level ketiga ini paling sedikit dan paling kecil kemungkinannya, karena untuk melakukan itu mereke perlu pendanaan dan akses senjata. Padahal kedua hal itu semakin sulit karena banyaknya penangkapan anggota JI yang memiliki akses dana dan senjata.
Baca juga: Baku Tembak Teroris JI Lampung dengan Densus 88: Sebuah Pembuktian?
3. Membutuhkan Rencana Tindak Lanjut Yang Melibatkan Multipihak
Dalam poin kedua hingga poin kelima dari isi pernyataan disebutkan bahwa mereka akan melakukan beberapa hal yang memerlukan kerjasama dengan multipihak untuk mewujudkannya.
Misalnya untuk menjamin kurikulum dan materi ajar di pesantren terafiliasi JI terbebas dari sikap tatharruf (ekstrim) dan membentuk tim pengkajian kurikulum dan materi ajar, tentu mereka harus mendapatkan pendampingan dari luar. Misalnya dari Kantor Wilayah Kementerian Agama dan MUI setempat.
Kemudian untuk kesiapan mereka terlibat aktif mengisi kemerdekaan dan mengikuti peraturan hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia, mereka perlu melakukan pembuktian. Untuk bisa melakukan pembuktian tentu mereka membutuhkan pembinaan lebih lanjut dari stakeholder terkait. Misalnya pembinaan wawasan kebangsaan oleh Bakesbangpol, pembinaan pesantren oleh Kementerian Agama, atau pembinaan kepribadian oleh ormas Muhammadiyah dan NU.
Baca juga:
Respons Stakeholder terhadap upaya Reintegrasi Para Mantan JI Lampung (1)
Respons Stakeholder terhadap Upaya Reintegrasi Para Mantan JI Lampung (2)
Tapi, pertanyaan terpenting dari rencana tindak lanjut adalah: Bagaimana melakukannya dan apa tantangannya?
Menyebut harus bekerjasama dengan Kementerian Agama, ormas Islam (Muhammadiyah/NU), dan MUI itu mudah. Tapi bagaimana melakukannya bersama-sama itu yang sulit.
(Ilustrasi Foto: Istimewa)
Komentar