Para mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI) yang telah melakukan islah, rata-rata merupakan para aktivis berbagai kegiatan positif di masyarakat. Paling banyak adalah aktivis di bidang dakwah dan pendidikan. Mereka menjadi guru ngaji, pengajar di pondok pesantren, dan pendakwah di tengah masyarakat.
Di bawahnya adalah aktivis pelayanan sosial seperti program pendidikan gratis bagi anak tidak mampu, santunan fakir miskin, bantuan biaya kesehatan bagi yang membutuhkan, gerakan anti-riba, dan lain-lain.
Di samping itu, ada amal jama’i (pekerjaan wajib dalam jamaah) yang mengharuskan semua anggota JI untuk menginfakkan sebagian dari penghasilannya untuk jamaah setiap bulan. Besarnya sesuai kemampuan masing-masing. Artinya, minimal setiap anggota JI memiliki amal yang bersifat rutin, yaitu berinfaq untuk jamaah.
Maka, ketika telah melakukan islah mereka juga ingin mengubah arah tujuan dari aktivitas positif yang biasa mereka lakukan selama ini. Bila dulu masih terselip tujuan untuk kepentingan cita-cita JI, maka sekarang kepentingan JI itu telah dihilangkan. Fokus mereka sekarang adalah terus melanjutkan beramal saleh tanpa ada ikatan dengan kelompok terlarang lagi.
Dari hasil pendampingan yang kami lakukan hingga sejauh ini, setidaknya terungkap ada empat gagasan konstruktif yang ingin dilakukan oleh teman-teman mantan anggota JI di Lampung, yaitu:
1. Program Sunduq Ta’awun
Program Sunduq Ta’awun yang bila diartikan secara harfiah bermakna “kotak tolong menolong” adalah sebuah program yang menampung infak dari para mantan anggota JI yang telah islah untuk digunakan membantu mantan anggota JI atau napiter dari kelompok JI yang telah islah yang membutuhkan.
Program ini rencananya akan menjadi prioritas utama. Karena akan menjadi sarana yang ampuh untuk menjaga ikatan antar personal meskipun sudah tidak terikat dalam sebuah jamaah lagi. Hal ini akan membuktikan bahwa meskipun sudah tidak terikat dalam jamaah, namun soal solidaritas masih tetap sama. Dan ini penting sekali bagi sebagian mantan anggota JI yang mengikuti islah namun tersisa kebimbangan soal bagaimana bila setelah islah tidak ada lagi solidaritas seperti ketika masih dalam jamaah.
Dalam pengamatan para tokoh mantan anggota JI yang terungkap dalam diskusi kami dengan mereka, memang mulai ada penurunan solidaritas ini dikarenakan ada sebagian yang menganggap ketika telah keluar dari JI, mereka kemudian akan mencari jalan masing-masing. Ini harus dicegah.
Semangat hidup berjamaah dan ikatan solidaritas yang selama ini terjalin selama puluhan tahun jangan sampai hilang. Bukankah semua telah merasakan betapa hebatnya dampak yang mereka berikan kepada umat ketika bekerja bersama-sama? Lalu setelah islah apakah justru akan melepaskan semangat kerja-kerja berjamaah itu?
Untuk itu diperlukan adanya gerakan yang menyatukan mereka kembali. Dan yang dianggap paling ringan adalah kembali menghidupkan gerakan infak rutin yang terhenti sejak adanya program islah. Bedanya bila dulu infak itu disetorkan untuk JI, sekarang digunakan untuk kepentingan para mantan anggota JI yang membutuhkan.
Meskipun gerakan infak rutin ini dulu sudah biasa dilakukan, namun bukan berarti tidak ada kendala ketika akan menghidupkannya kembali setelah islah. Kendalanya saat ini adalah belum terbentuknya susunan kepengurusan dari gerakan yang baru ini. Maka, yang pertama kali harus dilakukan adalah konsolidasi internal dan pembentukan kepengurusan di kalangan yang sudah islah. Dan itu sudah kami rintis dalam rangkaian kegiatan pendampingan di bulan Februari yang lalu.
(bersambung)
baca juga: Persoalan di Masyarakat Setelah Pelepasan Baiat Mantan Anggota JI Lampung
Komentar