Ani Ema Susanti: Jebolan Forum Lingkar Pena Yang Menjadi Sutradara

Tokoh

by Arif Budi Setyawan Editor by Redaksi

(Sambungan dari Belajar Tentang Hubungan Pena Dan Kamera Dari Sosok Ani Ema Susanti)

Di akhir 2023 saya mengemban tugas baru sebagai Head Development Ruangmigran.id, sebuah sayap gerakan kami yang terinspirasi atas fenomena para pekerja migran yang sering menjadi korban penipuan atau terlibat dalam tindak kejahatan karena kebodohan mereka. Keberadaan Mbak Ani sebagai mantan pekerja migran di tim menjadi modal utama kami dalam gerakan ini. Sosoknya yang inspiratif sangat tepat menjadi ikon dari Ruangmigran.

Salah satu misi Ruangmigran adalah mempromosikan perdamaian dan mencegah radikalisme dan terorisme, serta segala isu pekerja migran melalui narasi cerita. Ini membuat kami harus kreatif mencari kisah-kisah inspiratif dari para pekerja migran atau mantan pekerja migran. Menemukan kisah inspiratif dari orang lain adalah keahlian saya, begitu kata mbak Ani. Sehingga ia mempercayakan pekerjaan head development kepada saya. Sementara dirinya akan fokus mengembangkan kemampuan di bidang perfilman dan belajar menciptakan pasar bagi film-film bertema khusus.

Baiklah, saya terima job itu. Meski hingga hari ini Ruangmigran bagi saya masih menjadi “anak tiri”, tetapi setidaknya bisa menjadi pilihan lain ketika sedang dilanda kejenuhan di Ruangobrol. Dan tentu saja, semangat membantu seorang ibu yang sedang berjuang untuk anak-anaknya menjadi dasar utama keputusan saya itu.

Sebagai ikon dari Ruangmigran, seharusnya kisah Mbak Ani menjadi lead-nya sejak awal. Maka, meskipun terlambat, saya mulai melakukan riset tentang Mbak Ani lebih jauh. Catatan sebagian diary-nya yang di-posting di website https://www.bocahbocahbikinfilm.com/ sangat membantu saya lebih mengenal dirinya.

Fakta paling mengejutkan yang saya temukan adalah bahwa ternyata Mbak Ani itu dulunya bercita-cita menjadi penulis seperti Pramoedya Ananta Toer. Tidak pernah terbersit pengin jadi sutradara film.

Menariknya lagi, saya kemudian menemukan ada beberapa kesamaan antara saya dengan Mbak Ani, yaitu: sama-sama kelahiran 1982, sama-sama pembaca setia Annida, sama-sama suka menulis diary, sama-sama penggemar Helvy Tiana Rosa, dan sama-sama pengguna mailing list.



Dari Forum Lingkar Pena Ke Sutradara

Sebagai sesama penggemar Bunda Helvy, tentu kami tahu tentang Forum Lingkar Pena (FLP) yang beliau dirikan. Bedanya saya cuma sebagai pengamat, sedangkan Mbak Ani sampai bergabung ke FLP. Dan itu dia lakukan dari Hongkong sewaktu masih menjadi pekerja migran di tahun 2003.

Ketika pulang dari Hongkong dan masuk kuliah di jurusan psikologi Universitas Tujuh Belas Agustus (UNTAG) Surabaya, ia mendaftarkan dirinya di unit kegiatan mahasiswa FORDIMAPELAR (Forum Diskusi Mahasiswa Dan Penalaran), alasannya sebagai komitmennya terhadap cita-cita menjadi penulis sekaliber Pramoedya Ananta Toer. Selain itu ia juga mendaftar di FLP Surabaya.

Di FLP akhirnya dirinya hanya menjadi anggota yang pasif karena banyak kesibukannya berpindah pekerjaan. Dari menjaga toko hingga jadi penjahit pernah dilakukannya untuk mencukupi biaya kuliah. Karir menulisnya belum menunjukkan peningkatan dan ada apresiasi dari luar, hanya dibaca beberapa teman kontrakan. Akan tetapi dari sebuah majalah lokal ia pernah mendapatkan juara tiga lomba penulisan esai tentang kriteria presiden Indonesia. Itu sedikit menghiburnya.



Silaturahmi Yang Mengubah Nasib

Pada suatu malam, ketika bersilaturahmi ke kos temannya, Ani menonton sebuah acara TV. Ada sutradara kenamaan Riri Riza lagi mempromosikan Eagle Awards Documentary Competition 2007, muncul juga artis Nicholas Saputra serta Mira Lesmana bertestimoni tentang film dokumenter.

Entah semangat dari mana, akan tetapi tiba-tiba dia langsung berteriak “Aha… sepertinya aku bisa jadi sutradara tentang kisahku”. Temannya yang mendengar langsung menyemangatinya.

Tuh… temanya kan Hitam Putih Indonesiaku, dihubungkan dengan pendidikan. Nah kisahku anak kampung yang menjadi TKW agar bisa kuliah dan diharapkan bisa mengentaskan kemiskinan secara mandiri.”

Singkat cerita, berbekal catatan diary bergaya novel yang ia tulis sejak pulang dari Hongkong dan album foto-foto selama jadi pekerja migran, dia menyusun naskah cerita untuk didaftarkan ke Eagle Awards Documentary Competition 2007. Tak disangka, naskahnya yang berjudul “Helper Hongkong Ngampus” masuk final menyisihkan 200-an naskah lainnya yang kemudian diproduksi dan tayang di MetroTV.

Itulah titik balik yang mengubah hidupnya. Dari pengalamannya di proyek bersama Eagle Award itu, tawaran membuat film dan peluang belajar lebih lanjut tentang film terus datang silih berganti. Hingga kini ia sudah terlibat dalam 50 film lebih, di mana mayoritas dia bertindak sebagai sutradara (director). Filmnya yang berjudul “Donor ASI” meraih Piala Citra 2011 kategori Film Dokumenter Terbaik.

Film pertama Ani Ema Susanti bisa ditonton di tautan berikut: Helper Hongkong Ngampus

Inspirasi Terbesar

Selama berkarya bersama di Kreasi Prasasti Perdamaian, banyak pengetahuan baru yang yang saya dapatkan dari tim produksi film, terutama dari Mbak Ani. Bahkan dalam beberapa kondisi saya pernah “dipaksa” mbak Ani jadi sound man, dan camera person. What an experience! Mungkin dia teringat ketika mendadak jadi sutradara di awal karirnya, lalu menganggap saya juga tidak masalah kalau mendadak jadi sound man atau camera person. Toh ada dia di samping saya yang langsung mengajari. Haha!

Tapi hal yang paling menyenangkan bisa bekerja dengan Mbak Ani bukan itu. Melainkan saya jadi punya “pintu” yang bisa membawa saya masuk ke dunia film. Menurutnya, saya sangat berpotensi untuk menjadi penulis skenario (cerita) film, atau menjadi tim riset bagi pembuatan film.

Baiklah. Tampaknya selain akan menulis buku lagi, saya juga akan menulis naskah skenario sebuah film dokumenter. Dari penulis storytelling dan peneliti, menjadi penulis skenario film tidak perlu melompat jauh-jauh seperti Mbak Ani, dari penulis ke sutradara. Hanya perlu menyesuaikan isinya, yaitu harus selalu mempertimbangkan bagaimana visualisasi dari naskah yang ditulis.





[Foto Ilustasi: Instagram Ani Ema Susanti]

Komentar

Tulis Komentar