PENGHARGAAN BAGI MANTAN NAPITER

Other

by Arif Budi Setyawan

Sebagai mantan napiter, saya sama sekali tidakmerasa minder untuk kembali berinteraksi dengan masyarakat. Karenajika saya malah minder lalu kemudian menutup diri, maka saya justruakan semakin sulit diterima masyarakat. Jadi, saya harus proaktifmeski saya tahu butuh waktu yang tidak sebentar untuk membuatmasyarakat kembali menghargai saya.


Di awal-awal kebebasan saya, saya sempat merasatidak perlu menjelaskan tentang status saya kepada teman-teman lamadi luar kampung halaman saya. (Kalau untuk masyarakat di kampung sayasih hampir tidak ada masalah). Saya butuh sebuah ‘prestasi’terlebih dahulu untuk membuktikan bahwa saya telah berubah jadi baik.Barulah saya bisa menjelaskan status saya kepada mereka dengan lebihnyaman.


Syukur alhamdulillah, sebulan setelah kebebasansaya, saya diundang oleh Pusat Riset Ilmu Kepolisian dan KajianTerorisme Universitas Indonesia (PRIK-KT UI) untuk acara bedah bukuyang saya tulis ketika di Lapas Salemba. Sebenarnya saya tidakmenyangka jika buku kecil yang berisi ‘curhatan’ saya itudiapresiasi sedemikian rupa oelh PRIK-KT UI, sampai dibuatkan acarabedah buku segala.


Acara bedah buku itu dihadiri oleh mayoritas paramahasiswa S2 di Sekolah Kajian dan Strategi Global UI. Dari paraaudiens yang hadir itu saya memperoleh banyak masukan terkait apayang ingin diketahui oleh mereka dari riwayat hidup dan perkembanganpemikiran saya sejak mulai bergabung dengan kelompok radikal sampaikemudian memutuskan untuk berhenti.


Mereka sangat mengapresiasi apa yang sudah sayatulis itu meskipun masih sangat kurang. Dan salah satu faktor mengapatulisan sederhana saya itu menjadi berharga adalah karena yang maumenulis seperti itu masih sangat langka. Rekomendasi dari PRIK-KT UIkepada saya agar merevisi dan menambahi lagi tulisan itu denganmengacu pada hal-hal yang masih ingin diketahui lebih jauh oleh paramahasiswa yang terungkap dalam sesi tanya jawab pada acara bedah bukuitu.


Bagi saya, acara bedah buku itu adalah sebuahsuntikan energi dan semangat bagi saya untuk berkarya lebih banyaklagi dalam rangka membantu umat Islam dan masyarakat Indonesia dalammencegah dan menanggulangi ‘radikalisme’. Sekaligus juga sebagaisebuah ‘prestasi’ yang bisa menjadi bukti bahwa saya telahberubah yang bisa saya tunjukkan kepada masyarakat.


Sebenarnya yang justru mengkhawatirkan saya adalahkedua orang tua saya. Mereka khawatir saya akan sulit mendapatkanpekerjaan dan kepercayaan dari masyarakat luas. Tapi seiringberjalannya waktu di mana saya kemudian beberapa kali didatangi paraakademisi untuk kepentingan penulisan tesis maupun jurnal penelitian,orang tua saya kemudian mulai meyakini bahwa ada banyak pihak yangmembutuhkan saya.


Mereka senang saya masih tetap bisa kembalimenjadi manusia yang berharga dan bermanfaat bagi sesama meski sempatterjerumus menjadi napi kasus terorisme. Bahkan boleh dibilang lebihbangga lagi karena ada orang-orang baru yang sebelumnya tidak pernahterbayangkan akan membutuhkan bantuan saya tapi saat ini membutuhkansaya seperti para akademisi itu.

Komentar

Tulis Komentar