Literasi Desa Tumbuh Sebagai Ruang Publik

News

by REDAKSI Editor by Dr.Noor Huda Ismail

Nyaris seperti histeris, suara teriakan anak-anak memecah desa yang biasanya sepi itu. Semprotan air dari selang besar pemadam kebakaran membasahi tubuh mereka -- pengalaman yang bisa jadi tak akan pernah mereka lupakan, bertemu para petugas pemadam kebakaran yang gagah berani.

Itulah gambaran salah satu kegiatan yang diselenggarakan Ruang Baca Yayasan Literasi Desa Tumbuh di Dusun Betakan, Sleman, Yogyakarta. Mempertemukan anak-anak dari sejumlah desa sekitar dengan petugas pemadam kebakaran, sebagai salah satu program literasi pengenalan profesi. Tak kurang program-program lain yang diselenggarakan Literasi Desa Tumbuh di lokasi yang hijau asri itu: belajar menari, bermain angklung, program parenting untuk para orangtua, dan masih banyak lagi. 

Mengenal profesi pemadam kebakaran, Kegiatan di Ruang Baca Literasi Desa Tumbuh  23 Desember 2024 lalu.
(Doc. Yayasan Literasi Desa Tumbuh)

Literasi Desa Tumbuh dibangun antara lain dengan visi ruang publik (public sphere) dalam pengertian yang dikemukakan Jürgen Habermas. Dalam karyanya, The Structural Transformation of the Public Sphere (1962), Habermas mendefinisikan ruang publik sebagai "ruang kehidupan tempat manusia berinteraksi dan berkomunikasi dengan sesama." Namun lebih dari itu, inisiatif Literasi Desa Tumbuh juga dapat dipahami sebagai bagian dari konsep Ruang Bersama Indonesia,  ruang interaksi sosial khas Indonesia yang menekankan nilai-nilai gotong royong, inklusivitas, dan harmoni sosial.

Kesesuaian dengan Ruang Publik

Inklusivitas. Literasi Desa Tumbuh membuka kegiatannya bagi anak-anak, keluarga, dan komunitas lokal, menciptakan ruang partisipasi yang inklusif.  Melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk universitas, pemerintah lokal, dan organisasi lain, gerakan ini mengundang berbagai suara, merangkul keragaman.
Diskusi Kritis-Rasional. Walaupun fokus utamanya adalah literasi dan aktivitas kreatif, inisiatif ini berpotensi mendorong diskusi tentang isu sosial yang lebih luas, seperti reformasi pendidikan, pelestarian budaya, dan pengembangan komunitas, sehingga memungkinkan terjadinya diskusi kritis-rasional di tingkat akar rumput.
Otonomi. Literasi Desa Tumbuh beroperasi secara independen, lepas dari kontrol langsung pemerintah atau korporasi. Ini adalah ruang otonom untuk dialog dan aksi. Otonomi ini penting untuk menjaga kredibilitasnya sebagai ruang publik.
Keterlibatan Warga. Dengan mempromosikan literasi, seni budaya, dan interaksi komunitas, inisiatif ini memberdayakan individu untuk berpikir kritis dan terlibat aktif dalam masalah-masalah masyarakat, sesuai dengan ideal demokrasi dalam konsep ruang publik.

Tantangan untuk Berfungsi Sepenuhnya sebagai Ruang Publik

Lingkup dan Skala. Ruang publik dalam pengertian Habermas sering kali menangani isu-isu makro tingkat masyarakat dan memengaruhi opini publik tentang pemerintahan dan kebijakan. Literasi Desa Tumbuh, meskipun memiliki dampak besar di tingkat lokal, masih memiliki tantangan untuk menjangkau isu-isu makro tersebut.
Dinamika Kekuasaan. Tingkat di mana peserta dapat berpartisipasi sebagai setara tanpa adanya hierarki struktural (misalnya, kesenjangan ekonomi, pendidikan, atau sosial) dapat memengaruhi bagaimana ruang ini berfungsi sebagai ruang publik.
Diskursus Rasional vs. Aktivitas Budaya. Fokus inisiatif pada aktivitas seperti bercerita, pertunjukan angklung, dan membaca mungkin lebih condong pada pengayaan budaya daripada mendorong debat kritis. Namun, aktivitas budaya ini tetap dapat secara tidak langsung berkontribusi pada terciptanya warga yang terinformasi dan terlibat.

Kekuatan Sebagai Ruang Publik Akar Rumput

Ruang Publik Lokal. Habermas mengakui kemungkinan adanya ruang publik yang lebih kecil dan lokal yang menangani masalah-masalah spesifik komunitas. Literasi Desa Tumbuh dapat dilihat sebagai ruang publik mikro yang mendorong diskusi dan aksi pada isu-isu yang relevan dalam konteks lokal.
Pemicu Keterlibatan Lebih Luas. Dengan membangun literasi dan pemikiran kritis, gerakan ini membekali anggota komunitas untuk berpartisipasi dalam ruang publik yang lebih besar. Misalnya, anak-anak yang tumbuh di lingkungan ini mungkin kelak terlibat dalam diskursus publik nasional atau global.

Bertemu Bapak Harda Kiswaya, Bupati Terpilih Sleman, menggali potensi kolaborasi dan dukungan bagi Literasi Desa Tumbuh
(Doc. Yayasan Literasi Desa Tumbuh) 


Ruang Publik Alternatif. Dalam konteks di mana ruang publik dominan mungkin mengecualikan suara-suara yang terpinggirkan, Literasi Desa Tumbuh dapat berfungsi sebagai ruang publik alternatif, menyediakan platform bagi kelompok-kelompok yang kurang terwakili untuk menyuarakan kekhawatiran mereka.


Ruang Bersama Indonesia
Konsep Ruang Bersama Indonesia dapat memperkaya kerangka Literasi Desa Tumbuh dengan menekankan ciri khas lokal, seperti:

Gotong Royong sebagai Fondasi. Prinsip gotong royong yang melekat dalam budaya Indonesia tercermin dalam kolaborasi antara berbagai elemen masyarakat di Literasi Desa Tumbuh. Partisipasi kolektif ini memperkuat rasa kebersamaan dan solidaritas komunitas.
Harmoni Sosial. Dalam konteks Ruang Bersama Indonesia, Literasi Desa Tumbuh menjadi tempat untuk mempererat hubungan antaranggota masyarakat, menciptakan harmoni sosial yang mendukung keberlanjutan gerakan ini.
Kearifan Lokal. Aktivitas seperti pertunjukan angklung dan cerita rakyat tidak hanya menghidupkan budaya lokal, tetapi juga menjadi sarana untuk membangun identitas bersama dan memperkuat ikatan komunitas.

Bagaimana Literasi Desa Tumbuh dapat Sepenuhnya Mengadopsi Konsep Ruang Publik?

Memfasilitasi Dialog Terbuka
Memperkenalkan forum atau diskusi rutin tentang isu-isu lokal dan sosial (misalnya, kebijakan literasi, tantangan komunitas, parenting, pertanian, dan lain-lain) sebagai bagian dari kegiatannya. Selain itu, sangatlah mungkin mengintegrasikan pendekatan Ruang Bersama Indonesia dengan mengundang partisipasi lintas generasi dan latar belakang.
Menghubungkan dengan Jaringan yang Lebih Luas
Berkolaborasi dengan inisiatif akar rumput lainnya dan institusi akademik untuk memperluas pengaruhnya dan membawa wawasan lokal ke dalam diskusi nasional atau global. Menggunakan media sosial sebagai alat untuk menjangkau audiens yang lebih luas, berbagi cerita inspiratif, dan mendorong keterlibatan masyarakat.
Memberdayakan Suara yang Tersisih
Fokus pada memperkuat suara mereka yang sering dikecualikan dari diskursus publik, seperti perempuan, anak-anak pedesaan, keluarga berpenghasilan rendah, dan penyandang disabilitas.

Kesimpulan

Literasi Desa Tumbuh memiliki potensi untuk berfungsi sebagai ruang publik akar rumput yang inklusif dan transformatif. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip Ruang Bersama Indonesia, inisiatif ini dapat menjadi contoh nyata bagaimana literasi, budaya, dan dialog sosial dapat berkontribusi pada penguatan demokrasi lokal. Fokusnya pada budaya dan pendidikan meletakkan dasar bagi ruang tempat lahirnya opini publik yang terinformasi, sesuai  visi Habermas dalam konteks lokal yang relevan dan praktis. [ ]

Komentar

Tulis Komentar