Tiga tahun lalu, tepatnya satu tahun sejak terbebas dari penjara, saya sempat berbincang melalui telepon dengan seorang sahabat lama tentang masalah yang saya hadapi -- masalah yang sebenarnya sangat mungkin juga dihadapi oleh semua mantan tahanan, tidak melulu mereka pernah terlibat kasus terorisme seperti saya. Masalah tersebut antara lain masalah stigma masyarakat, masalah ekonomi pasca bebas, hingga minimnya dukungan dari orang-orang sekitar dan aktor-aktor pemerintahan di daerah. Efeknya menurut saya sangat kejam, karena bisa berimbas pada berlanjutnya rantai residivisme.
Di saluran telepon itu, kami bicara panjang lebar. Namun satu hal yang saya ingat hingga kini, sahabat itu menyarankan saya menonton sebuah film berjudul “Burnt”. Saran yang terasa remeh dan saat itu memang saya pandang dengan sebelah mata. Namun karena memang suka menonton film, akhirnya saya terpancing juga mengikuti saran tersebut.
Burnt, film yang rilis tahun 2015 ini berkisah tentang seorang koki penuh talenta bernama Adam Jones (Bradley Cooper) yang kembali dari ‘pengasingan’ setelah membuat banyak masalah di masa lalu. Tak hanya kembali dengan tangan kosong, Adam yang telah berusaha menata ulang hidupnya selama di pengasingan, mendatangi teman-teman lamanya dengan membawa sebuah mimpi besar untuk mengejar bintang 2 Michellin, sebuah penghargaan yang dapat menjadi kebanggaan dan prestise bagi restoran dan kokinya.
Awal yang tak mudah bagi Adam. Karena selain harus mendatangi teman-teman lamanya, ia juga harus meyakinkan mereka. Dan yang terpenting, Adam juga harus bisa berdamai dengan masa lalunya sebelum dia kemudian mengumpulkan tim koki terbaiknya. Lambat laun kepercayaan pun terbangun, awalnya dari sahabat lamanya yang memberikan kesempatan bagi Adam untuk menjadi koki kepala di restoran milik keluarganya. Tak hanya itu, sahabat tersebut juga memberi kesempatan kepada Adam untuk membentuk tim koki dan mengkreasikan menu-menu terbaik bagi restoran tersebut.
Langkah itu mendaki dan tak mulus. Bayangan kesalahan Adam di masa lalu masih menghantui. Adam masih dikejar jaringan narkotika karena hutang-hutangnya di masa lalu. Beruntungnya, Adam memiliki rekan yang mau membantu menyelesaikan masalah tersebut. Namun itu belum selesai. Tensi pekerjaan di dapur kian tinggi seiring makin seringnya pemberitaan dan ulasan dari para food reviewer. Dapur yang sudah panas karena api kompor, menjadi lebih panas dengan tensi pekerjaan yang kian padat. Gesekan antar kru turut mewarnai ketegangannya. Situasinya pun kian panas saat seorang sahabat lama Adam yang menjadi anggota kru dapur membalas ‘kejahatan’ yang Adam lakukan di masa lalu di puncak klimaks film tersebut.
Adam sempat goyah dan hilang arah. Namun disinilah peran sebuah lingkaran persahabatan menjadi sebuah support system yang membuat Adam bisa bangkit kembali. Dukungan tak hanya datang dari rekan-rekan yang menjadi kru dapur dan restoran. Dukungan juga datang dari mantan sahabat yang kini menjadi pesaingnya. Adam pun kembali bersemangat, ditambah dengan kehadiran seorang psikiater yang membantunya untuk tetap ‘waras’. Hingga akhirnya kerja keras Adam dan dukungan penuh dari orang-orang sekitarnya mengantarkan Adam pada mimpi besarnya.
Dukungan untuk Kemajuan dan Pemutus Rantai Terorisme
Pemandangan yang disampaikan dalam film Burnt, agaknya cukup relate dengan kondisi para mantan narapidana kasus terorisme pasca bebas, khususnya mereka yang telah mengakui NKRI dan dianggap "hijau" untuk kembali ke masyarakat. Banyak yang berpikir, saat mereka pulang dengan berbekal kesadaran, maka masalah telah selesai. Padahal sejatinya ini adalah awal dari sebuah perjalanan yang merupakan titik kritis baru. Sebuah pertanyaan besar harus mereka jawab, “bisakah mereka survive dalam kehidupan dengan tetap membawa “kewarasan”?
Persoalan yang tidak bisa mereka selesaikan sendiri. Masalah yang telah terjadi di masa lalu telah membuat barrier yang membuat mereka tidak bisa menjadi manusia yang sama seperti masa sebelumnya. Contohnya saja, mereka yang awalnya bekerja sebagai karyawan tentu akan kesulitan untuk bisa melamar kerja lagi karena sulit untuk bisa mendapatkan SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian). Harapan untuk bertahan hidup akhirnya bertumpu pada sektor usaha. Namun berbagai kendala juga menghantui. Seperti ketiadaan modal usaha, kemampuan dan pengetahuan usaha yang minim, termasuk juga bekal kemampuan pembinaan kewirausahaan yang diberikan di Lembaga Pemasyarakatan yang tidak berbasis pada minat, bakat dan lingkungan tempat tinggal. Sementara kegagalan mereka dalam menjalani kehidupan barunya dapat membawa mereka kembali ke dunia lamanya.
Di sinilah support system yang kuat dari berbagai elemen dibutuhkan. Dari mulai elemen terdekat seperti keluarga, warga masyarakat sekitar dan pemerintah daerah, hingga intervensi sosial yang bisa dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian dan Lembaga terkait. Para mantan teroris yang kembali ke masyarakat butuh dukungan dan pendampingan lanjutan. Keluarga, masyarakat hingga pemerintah harus mengambil peran masing-masing dalam membentuk support system yang kuat agar dukungan dan pendampingan bisa berjalan.
Pendampingan dan dukungan yang diberikan kepada mantan narapidana kasus terorisme yang telah berkomitmen kembali ke NKRI tidak hanya membantu mereka bertahan hidup tetapi juga berfungsi sebagai langkah pencegahan untuk mencegah mereka kembali ke jalan yang salah. Seperti yang digambarkan dalam film “Burnt”, Adam Jones dapat bangkit kembali berkat dukungan dari lingkungan sekitar, sahabat, dan profesional yang peduli. Demikian pula, mantan narapidana membutuhkan dukungan yang solid untuk dapat berintegrasi kembali dengan baik dalam masyarakat.
Keluarga merupakan elemen terdekat yang memainkan peran krusial dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi mantan narapidana. Dukungan moral dan emosional dari keluarga dapat memberikan rasa aman dan kepercayaan diri yang sangat dibutuhkan oleh mereka. Penerimaan dari masyarakat sekitar juga sangat penting untuk mengurangi stigma yang melekat pada mantan narapidana. Masyarakat perlu mendapatkan pemahaman tentang pentingnya memberikan kesempatan kedua kepada mantan narapidana untuk membangun kehidupan yang lebih baik.
Peran pemerintah, baik di tingkat daerah maupun pusat, sangat diperlukan untuk memberikan program-program pelatihan dan pemberdayaan ekonomi yang sesuai dengan kebutuhan mantan narapidana. Selain itu, pemerintah juga harus menyediakan akses ke layanan kesehatan mental yang memadai. Lembaga sosial dan keagamaan dapat memberikan bimbingan spiritual dan moral serta membantu dalam membentuk jaringan dukungan yang kuat. Mereka juga dapat berperan dalam memberikan pelatihan keterampilan dan modal usaha bagi mantan narapidana.
Pelatihan keterampilan yang relevan dengan minat dan bakat mantan narapidana perlu diberikan agar mereka dapat mandiri secara ekonomi. Program pemberdayaan ekonomi, seperti bantuan modal usaha dan pelatihan kewirausahaan, harus disesuaikan dengan kondisi dan potensi lokal. Penting untuk menyediakan akses yang mudah dan gratis ke layanan kesehatan mental. Konseling dan terapi harus tersedia untuk membantu mantan narapidana mengatasi trauma masa lalu dan membangun ketahanan mental. Program rehabilitasi yang berkelanjutan harus disediakan, termasuk pendampingan selama proses reintegrasi ke dalam masyarakat. Ini mencakup dukungan dalam mencari pekerjaan, tempat tinggal dan akses ke pendidikan lanjutan.
Kampanye edukasi publik perlu digalakkan untuk mengurangi stigma negatif terhadap mantan narapidana. Edukasi ini dapat dilakukan melalui media massa, seminar, dan kegiatan masyarakat yang melibatkan mantan narapidana. Atau dengan kampanye edukatif yang lebih kreatif dengan pemutaran film dokumenter singkat dari mantan para pelaku, seperti yang dilakukan oleh Kreasi Prasasti Perdamaian. Seperti Adam Jones dalam film “Burnt”, mantan narapidana juga membutuhkan support system yang solid untuk bangkit dan meraih kembali kehidupan yang lebih baik.[]
*Image by freepik
Komentar