Tinjauan Hukum Dalam Repatriasi WNI Eks ISIS (4)

Analisa

by Arif Budi Setyawan Editor by Arif Budi Setyawan

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 1 angka (1), yang menyatakan: “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia” dan Pasal 8, yaitu: “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah”. Hal ini dimana pada dasarnya hak asasi anak wajib dilindungi oleh negara.

Anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dalam UUD 1945 juga termuat bahwa Hak Asasi Anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia hal ini juga termuat dalam United Nations Convention on the Right of the Child yang mengatur beberapa prinsip dasar anak seperti prinsip non diskriminasi, prinsip atas hak hidup, keberlangsungan dan perkembangan serta prinsip atas penghargaan terhadap pendapat anak (ohchr.org).

Hal ini juga diatur dalam peraturan-peraturan internasional yaitu, Key Principles for the Protection, Repatriation, Prosecution, Rehabilitation, and Reintegration of Woman and Children with Links to UN Listed Terrorist Groups.

Di Indonesia sendiri perlindungan terhadap anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Perlindungan khusus terhadap yang diberikan kepada anak yang dalam kondisi tertentu, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 59 ayat (2) UU No.35 Tahun 2014. Salah satunya yaitu, perlindungan yang diberikan kepada anak yang menjadi korban jaringan terorisme. Karena tidak semua anak-anak yang pergi ke Suriah ingin menjadi kombatan ISIS, ada juga yang dari mereka dibawa oleh orang tuanya yang dalam hal ini bisa dianggap menjadi korban. Oleh karena itu anak eks ISIS masih mempunyai kewarganegaraan Indonesia, maka negara wajib melindungi dan menjamin hak-hak mereka sebagai anak.

Di sisi lain jika anak-anak eks ISIS ini dipulangkan juga akan menimbulkan berbagai respon negatif dari masyarakat dan lingkungan sekitar. Dalam penegakan hak asasi anak, pemerintah juga harus mempertimbangkan dampak yang akan terjadi di dalam masyarakat karena hal tersebut tidak hanya berkaitan dengan anak eks ISIS saja, melainkan juga dengan jaminan terhadap seluruh hak asasi seluruh rakyat Indonesia. “Setiap orang berhak hidup tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera, lahir dan batin.”

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, harus ada pertimbangan dan persiapan yang matang apabila anak-anak eks ISIS ini dipulangkan dapat menjamin rasa aman selutuh rakyat Indonesia dari kekhawatiran ancaman bahaya paham radikalime ISIS.

Berdasarkan uraian diatas, maka sudah jelas bahwa WNI yang dengan sukarela bergabung dengan ISIS baik yang sengaja maupun yang menjadi korban propaganda sudah otomatis kehilangan status kewarganegaraannya sebagaimana tercantum dalam pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Namun dalam status kewarganegaraan anak-anak anggota eks WNI ISIS, terlepas dari kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap anak mereka masih mempunyai kewarganegaraan Indonesia sebagai bentuk perlindungan hak asasi anak berdasakan pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Berdasarkan Pasal 59 ayat (2) huruf k jo. Pasal 69B UU No.35 Tahun 2014, Pemerintah bertanggung jawab dan berkewajiban untuk memberi perlindungan kepada anak eks WNI ISIS yang merupakan anak korban jaringan terorisme melalui upaya edukasi tentang Pendidikan, iedologi dan nilai nasionalisme, konseling tentang bahaya terorisme dan rehabilitasi sosial dan pendampingan sosial.

(Bersambung)

Komentar

Tulis Komentar