Negara Tak Bisa Sendirian Selesaikan Persoalan Terorisme

News

by Eka Setiawan

Aksi teror di Indonesia terus saja terjadi pun perekrutannya. Modus operandinya pun selalu mengalami kebaruan, seperti saat ini di era internet. Propaganda dari kelompok teroris disebarkan demikian masif melalui media sosial. Platform media sosial “diubah” jadi sarana perekrutan.

Tak hanya menyasar mereka yang belum pernah tergelincir di lingkaran itu, perekrutan juga menyasar mereka yang sudah bebas penjara. Kelompok lama selalu mengintai mereka-mereka yang sudah bebas.

“Karena kami ini dianggap aset, jadi selalu saja terus mendekati kami dengan berbagai cara,” kata Mahmudi Hariono kepada ruangobrol.id beberapa waktu lalu.

Dia yang punya nama alias Yusuf adalah pernah 2,5 tahun di Filipina menjalani latihan militer bersama kelompok Moro Islamic Liberation Front (MILF), berperang melawan pemerintahan Manila, di era tahun 2000.

Yusuf yang pernah merasakan jeruji besi penjara 5,5 tahun, melanjutkan ceritanya soal ajakan-ajakan dari kelompok lama yang terus saja ada.

“Misalnya saat ini saya sudah kerja (wiraswasta), kelompok lama mengontak saya, diajak ‘ayo kerja’. Kerjaan saya ini tidak dianggap oleh mereka, mereka memaknai kerja ya aksi (teror),” lanjutnya.

Yusuf mengatakan, itu adalah satu dari sedemikian kompleksnya persoalan terorisme di Indonesia. Mereka yang sudah pernah dipenjara belum jaminan 100 persen akan jera.

Sebab itu, hari ini Yusuf bersama beberapa mantan napiter (narapidana terorisme) di Kota Semarang mendirikan Yayasan Putra Persaudaraan Anak Negeri (Persadani). Salah satu aktivitasnya ya untuk merangkul mereka yang sudah bebas, agar tidak terjerumus ke kelompok lamanya.

Sementara itu, ditemui terpisah, Kepala Bidang Ideologi dan Kewaspadaan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jawa Tengah Agung Satrio Prakosa, mengatakan kompleksnya persoalan terorisme tidak bisa diselesaikan hanya oleh negara.

“Tidak mungkin (selesai) kalau sendirian. Perlu peran serta masyarakat, ya contohnya yang seperti ini (Yayasan Persadani), kami butuh teman-teman seperti ini untuk bergerak bersama,” kata Agung di kantornya, Jumat  11 September 2020.

Ketika itu, ruangobrol.id bertamu sekaligus berdiskusi kecil dengan Agung, hadir pula 2 orang pengurus Yayasan Persadani yakni Badawi Rachman yang menjabat Wakil Ketua dan Nur Afifudin selaku bendahara.

Agung melanjutkan ceritanya, di Provinsi Jawa Tengah sendiri di tahun 2021 mendatang memang ada program prioritas dalam rangka menangkal radikalisme dan terorisme. Pihaknya siap bersinergi, tak terkecuali dengan Persadani untuk program-program kontra radikalisme dan terorisme, termasuk upaya ketahanan ekonomi bagi mereka mantan napiter.

Sementara itu, baik Badawi maupun Nur Afifudin sendiri menyebut pihaknya juga siap bersinergi dalam rangka kontra radikalisme dan terorisme. Pengalaman yang telah mereka alami sebelumnya jadi modal untuk memberikan sosialisasi ke masyarakat luas agar tak terjerumus ke kelompok seperti itu.

 

FOTO DOK. PRIBADI

Wakil Ketua Yayasan Persadani Badawi Rachman (dua dari kiri) dan Bendahara Yayasan Persadani Nur Afifudin (paling kiri) ketika beraudiensi dengan Kepala Bidang Ideologi dan Kewaspadaan Badan Kesbangpol Jawa Tengah Agung Satrio Prakosa (paling kanan) Jumat 11 September 2020 di Kantor Badan Kesbangpol Jawa Tengah, Kota Semarang.

 

 

 

Komentar

Tulis Komentar