Cerita Sepiring Sayur Daun Pepaya di Buka Puasa Bersama

News

by Eka Setiawan

Namanya mantan, pastilah punya kenangan. Kenangan dan mantan bagai satu helaaan nafas, tak dapat dipisah. Mereka jadi satu cerita di masa lalu.

Mantan pasti punya banyak cerita, yang bahkan punya relevansi untuk jadi pelajaran hidup di masa depan. Kisah-kisahnya punya tempat tersendiri yang tak sekadar masuk bingkai masa silam.

Contohnya; mantan pejuang, mantan atlet, mantan pejabat, mantan penghuni penjara ataupun mantan-mantan lainnya, termasuk mantan narapidana terorisme (napiter). Kisah masa lalunya punya romantisme tersendiri.

Maka tak heran kalau kita mengobrol dengan mantan-mantan itu, pasti banyak cerita menarik yang musti didengarkan baik-baik. Mantan pejuang akan bercerita tentang keberaniannya, tentang kondisi masa lalunya, saat mudanya ketika berjuang di medan perang. Angkat topi untuk veteran.

Mantan atlet juga pastinya banyak cerita tentang jatuh bangun dirinya sebelum hingga saat beradu di lapangan pertandingan. Kalau mantan pacar, tak usahlah didetilkan hehehe silakan menerka sendiri sambil senyum-senyum. Senyum kecut bagi mantan yang akhirnya memang jadi mantan tak sampai pelaminan, tapi bisa juga senyum manis karena sekarang dialah yang jadi pendamping hidup kita: mantan pacar sekarang berubah status jadi istri atau suami.

Begitupun mantan napiter. Dari interaksi saya dengan beberapa mantan napiter ini, mereka juga punya banyak cerita. Bahkan romantisme saat di dalam penjara.

Seperti hari Jumat 8 Mei 2020 lalu, saya diundang buka puasa bersama. Saya awalnya tak tahu pasti berapa orang yang hadir. Tentu di masa pandemi Covid-19, saya akan pakai masker plus bawa hand sanitizer.

Ternyata sampai lokasi, di sebuah rumah di Kota Semarang, totalnya ada 8 orang yang hadir. Ada 3 orang dari kepolisian, 3 mantan napiter, plus saya dan istri.

Salah satu menu berbuka yang disediakan adalah sayur daun pepaya. Wah nikmat sekali. Menu itu bisa jadi cerita. Kalau saya dan istri melihatnya sebagai sayur biasa saja, yang kerap dijumpai di warung-warung. Tapi ternyata sayur yang sama itu punya cerita tersendiri bagi mantan napiter itu.

Sambil mengambil sayur jadi lauk nasi, tentu dengan lauk-lauk lainnya, 2 mantan itu tak hentinya bercerita. Mereka itu Mahmudi Hariono alias Yusuf dan Badawi Rachman. Yusuf sebelumnya ditangkap di Kota Semarang tahun 2003 silam, sementara Badawi ini ditangkap di Kabupaten Klaten di tahun 2014 lalu.

“Kalau dulu di penjara, ini (sayur daun pepaya) sudah istimewa sekali. Dulu di Kedungpane (Lapas Kelas I Semarang) dan di NK (Nusakambangan) sering masak ini,” kata Yusuf berbagi cerita sambil bersila di acara buka puasa itu.

Pohon-pohon pepaya di dua lapas itu adalah berkah tersendiri. Rezeki di dalam penjara. Daunnya jadi bahan makanan lezat. “Biasanya dicampur daun jambu, jadi enggak pahit loh rasanya. Karena pahitnya daun pepaya terserap daun jambu,” tambah Yusuf.

Campuran daun jambu di sayur daun pepaya masakan penjara ala Yusuf itu sebenarnya tujuan utamanya adalah menambah jumlah porsi sayur. Maklum, di penjara semuanya serba terbatas. Ternyata pas dicampur, jadi rasa yang tersendiri. Eksperimen mantan yang perlu dicoba nih.

“Wah kalau di penjara, (sayur daun pepaya) sudah istimewa, namanya juga penjara,” timpal Badawi menyambung cerita.

Kami, yang duduk melingkar, manggut-manggut saja menyimak cerita mereka. Kami tentu jadi bersyukur, sekaligus jadi tahu; seporsi lauk ternyata punya cerita sendiri-sendiri. Bahkan jadi semacam “mesin waktu” untuk mengingat masa lalu.

Satu mantan napiter lainnya yakni Nur Candra yang jauh-jauh naik motor dari Purworejo ke Semarang, juga terlihat menyimak cerita itu.

Sebenarnya, ada beberapa mantan napiter lain yang mau ikut bergabung buka puasa bersama sore itu. Tapi, karena memang ada hajat lain, mereka tak jadi datang. Ada yang sore itu sedang ikut berbagi takjil gratis di masjid, ada juga yang punya urusan lain tak bisa ditinggal.

Obrolan berlanjut ke pengalaman-pengalaman lain, termasuk cerita lainnya, tak terkecuali tentang teman-teman mantan napiter di berbagai daerah saat ini. Ada yang sekarang usaha odong-odong, bengkel motor, sampai cerita-cerita tentang aktivitas mereka bersama pemerintah daerah masing-masing dalam rangka perang terhadap terorisme.

Rata-rata, dari cerita-cerita yang saya tangkap dan simpulkan, mereka banyak belajar dari masa lalunya. Bukan untuk lebih lihai mengulang aksi, tapi lebih pada titik penyesalan lalu bangkit untuk hidup yang lebih baik. Hidup tanpa kekerasan. Mereka punya komunitas baru yang mungkin “menjauhkannya” dengan “romantisme” masa lalu.

Dari obrolan dengan para mantan itu juga punya pelajaran tersendiri, mulai dari "persaudaraan" di dalam penjara sampai tips mengolah daun pepaya agar rasanya tak pahit-pahit amat. Kalau tak berkomunikasi, mana mungkin pelajaran itu didapat. Betul atau tidak jamaah?

 

ilustrasi: pixabay.com

 

 

 

Komentar

Tulis Komentar