MY JOURNEY : Dinamika Eksperimen Jihad di Indonesia (7)

Other

by Arif Budi Setyawan

Pada pertengahan tahun 2012 mulaiberhembus kabar di ranah offline tentang adanya program pelatihan yang berbasisdi pegunungan Poso. Kabar ini berhembus dari satu orang ke orang yang  lain. Berawal dari orang yang ditugasi untukmenawarkan program pelatihan itu kepada orang-orang yang dipercaya danberpotensi untuk ikut program pelatihan, lalu berkembang kepada teman-temandekat dari orang yang ditawari untuk ikut program tsb.


Orang yang ditawari untuk ikutprogram pelatihan dan tertarik untuk ikut tetapi tidak mempunyai bekal yangcukup akan memberitahu teman-teman dekatnya dalam rangka mencari dukungan danaagar ia bisa ikut pelatihan itu. Dari sinilah kabar adanya program pelatihanitu mulai santer berhembus.


Berbeda dengan pelatihan di Aceh,kali ini pelatihannya harus terkover dengan pekerjaan sehari-hari di kota Posodan sekitarnya. Jadi, sambil menunggu jadwal pelatihan bergilir, para pesertalatihan sehari-harinya harus punya pekerjaan di kota atau desa sekitar Poso. Dariinfo awal yang sampai ke saya, sistem pelatihannya itu seperti kursus berseri,yaitu setiap kelompok akan berlatih selama sepekan di gunung lalu balik lagi kekota atau desa untuk bekerja selama satu atau dua bulan baru ikut pelatihanyang berikutnya. Hal ini dilakukan secara bergilir dengan kelompok-kelompokyang lain.


Rupa-rupanya program latihanseperti itu banyak menuai dukungan dan menarik banyak orang untuk datang kePoso. Orang-orang yang berpendapat bahwa ‘eksperimen jihad’ yang paling tepatsaat itu adalah mempersiapkan diri dengan melakukan latihan kemiliteran banyakyang langsung mendukung program itu.


 Salah satu yang tertarik untuk datang ke sanauntuk mengikuti pelatihan adalah sahabat saya yang menjadi ‘Mudir ‘Aam’ (General Manager ) sekaligus founder dari Forum Islam Al Busyro. Ia tiba-tibamemberitahu saya sudah berada di Poso setelah hampir 3 bulan lost contact. Saya sangat terkejutmengetahui hal itu dan kemudian mempertanyakan alasan ia memilih untuk ikutdalam pelatihan di sana.


Ia kemudian menjelaskan bahwakelompok yang melakukan pelatihan itu –waktu itu belum disebut sebagai MIT-memerlukan sayap media yang akan merilis video-video dan pernyataan merekasebagai bagian dari sebuah kelompok jihad modern mengikuti tren yang ada diluar negeri. Dalam pergerakan kelompok jihad, media dianggap sangat pentingsebagai alat untuk propaganda dan untuk menunjukkan kepada ummat tentangeksistensi mereka. Dan untuk keperluan itulah para komandan kelompok itumerekrutnya agar bersedia bergabung dengan mereka.


Saya sebagai sahabatnya tak bisamenolak dan bahkan kemudian mendukungnya ketika ia meminta saya agar membantu ‘memungut’dana dari teman-temannya lalu dikirimkan kepadanya untuk keperluan pelatihan disana. Pernah juga saya diminta menampung orang yang akan berangkat ke sanasebelum dipanggil kesana, karena harus menunggu situasi yang aman dan kondusif terlebihdahulu.


Tak lama setelah ia mengabarkankeberadaannya itu, muncullah produk rilisan pertama dari kelompok itu yaituberupa surat tantangan kepada Densus 88 sekaligus deklarasi kelompok itu yangdiberi nama : “Mujahidin Indonesia Timur”. Pada saat itu sebagian aktivisjihadi dan simpatisannya ada yang menyambut gembira. Mereka mengira kekuatanMIT sudah cukup untuk memulai sebuah operasi menguras energi musuh –dalam halini Densus 88- di hutan-hutan pegunungan Biru Poso.


Tetapi sebagian yang lain adayang kurang sependapat karena dianggap terlalu dini. Dan sebagian yang lainlagi ada yang berpendapat bahwa seharusnya tidak perlu menantang musuh sepertiitu, fokus saja pada latihan yang sudah cukup banyak menghadapi tantangan danrintangan. Saya mengetahuinya dari obrolan saya dengan beberapa aktivis jihadibaik di online maupun offline.


Tak dapat dipungkiri bahwa diawal kemunculannya MIT sempat menjadi harapan baru bagi para perindu jihad diIndonesia, tetapi ketika mulai dilancarkannya operasi besar-besaran oleh aparatkeamanan untuk mengejar para anggota MIT dan masifnya penangkapan yang terjadipada para anggota MIT, harapan itu pun kian meredup.


Banyaknya anggota MIT yangditangkap membuat orang-orang yang tadinya ingin bergabung jadi mengurungkanniatnya. Orang-orang yang pernah mengirimkan dana juga tidak sedikit yangkemudian mengentikan bantuannya. hal ini tentu saja membuat kekuatan MIT kianmelemah dari hari ke hari.
(Bersambung, In sya Allah)

Komentar

Tulis Komentar