Mencari “Jalan Pulang” Kembali ke Pangkuan NKRI (2-habis)

Other

by Arif Budi Setyawan

Sebanyak 8 orang perwakilan mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI) dan 3 orang mantan narapidana terorisme (Napiter) tampak antusias mengikuti kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP) di Hotel Batiqa Bandar Lampung, pada Selasa, 20 September 2022. Selain itu, diskusi ini juga diikuti oleh perwakilan stakeholder Pemerintah Provinsi Lampung.


Rangkaian kegiatan FGD pada hari itu diawali dengan sambutan dari perwakilan stakeholder. Yang dalam hal ini diwakili oleh Christian Talohu dari Bakesbangpol Provinsi Lampung, dan Kompol Sumarna dari Satgaswil Densus 88 Lampung. Keduanya dianggap cukup mewakili perwakilan stakeholder dari Pemprov Lampung dan dari pihak keamanan.


Dalam sambutannya, Christian menyampaikan terimakasih kepada KPP atas inisiatifnya menyelenggarakan FGD tersebut. Pihaknya berharap FGD itu bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh semua peserta. Sehingga setelah FGD selesai diperoleh ide-ide atau gagasan-gagasan baru dalam pencegahan radikalisme di wilayah Lampung.


Sementara Sumarna menyampaikan apresiasi atas upaya yang dilakukan oleh KPP, dan menjelaskan kepada semua peserta mengenai proses yang telah dilewati dari awal hingga terlaksananya FGD itu. Proses yang diawali dengan kedatangan tim pendahulu KPP ke Lampung dan meminta bantuan dari pihaknya untuk diantarkan menemui pejabat dari stakeholder terkait. Lalu dilanjutkan dengan menemui para perwakilan dari mantan anggota JI dan perwakilan mantan napiter di beberapa wilayah Lampung. Hingga yang terakhir menyusun daftar nama siapa saja yang akan diundang dalam FGD.


Intinya, proses di balik FGD ini telah melibatkan beberapa elemen stakeholder sejak awal. Sehingga diharapkan hasil dari FGD tersebut bisa meningkatkan peran dari para stakeholder terkait di masa yang akan datang.


Keseruan dan Temuan dalam FGD




[caption id="attachment_14077" align="alignnone" width="768"] Suasana kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP) di Hotel Batiqa Bandar Lampung, pada Selasa, 20 September 2022. (foto dokumentasi ruangobrol.id)[/caption]

Sebelum sesi diskusi, Tim KPP terlebih dahulu menyampaikan paparan yang berisi perkenalan dan penjelasan mengenai latar belakang dan tujuan dari kegiatan FGD pada hari itu. Untuk melengkapi perkenalan tentang kerja-kerja KPP, tim kemudian memutarkan salah satu film pendek karya terbaru tim film KPP, yaitu film “The Terror’s Dot Connector”.


Film “The Terror’s Dot Connector” dipilih karena karakter dalam film tersebut merupakan salah satu credible voices KPP yang telah berhasil bertransformasi. Transformasi dari mantan napiter yang tidak punya apa-apa selain semangat untuk berkarya, hingga menjadi salah satu ujung tombak dalam program-program KPP.


Film tersebut juga cukup menggambarkan bahwa semua kerja-kerja KPP merupakan inisiatif yang bersifat ground up (dari bawah ke atas), terukur, dan mudah diduplikasi. Kebetulan credible voice yang ada di film tersebut juga yang menjadi moderator dan fasilitator dalam FGD. Sehingga di sesi coffee break ada beberapa peserta yang banyak bertanya tentang kerja-kerja KPP lebih jauh.


Diskusi dibuka oleh moderator dengan memberikan kesempatan pertama kepada perwakilan mantan anggota JI untuk mengungkapkan pertanyaan atau persoalan atau usulan yang ingin disampaikan.  Lukman Hakim mantan anggota JI dari Metro menjadi yang pertama menyampaikan pendapatnya.




[caption id="attachment_14076" align="alignnone" width="768"] Lukman Hakim, salah satu peserta diskusi yang merupakan eks Jamaah Islamiyah (JI). (Foto Dokumentasi ruangobrol.id)[/caption]

Menurutnya semua mantan anggota JI dan mantan napiter sudah pasti membutuhkan pembinaan. Dan hanya ada dua jenis pembinaan yang dibutuhkan, yaitu pembinaan pemikiran dan pembinaan kemandirian. Tetapi soal bagaimana bentuk pembinaannya itu yang perlu dibicarakan bersama-sama dan berharap bisa dimulai dari forum ini.


Apa yang disampaikan Pak Lukman ini benar. Pada kesempatan-kesempatan berikutnya secara garis besar apa yang dibahas dalam forum itu memang terkait soal bagaimana bentuk pembinaan yang akan dilakukan. Dari pihak mantan napiter dan mantan anggota JI memberikan masukan dan usulan, sedangkan dari pihak perwakilan stakeholder menanggapi sesuai dengan bidang dan tugas lembaganya.


Ada beberapa usulan dari para “mantan”, di antaranya: pelibatan ormas keagamaan dalam pembinaan pemikiran, pendampingan dalam upaya mereka berkarya untuk bangsa, bantuan modal usaha, pelatihan guna meningkatkan kemampuan dan ekonomi, dan pelibatan dunia usaha dalam pemberdayaan ekonomi.


Sementara dari pihak stakeholder rata-rata menjanjikan akan menindaklanjuti semua usulan dari para mantan sesuai kemampuan masing-masing lembaga. Termasuk yang paling urgen adalah membangun sinergitas dengan lembaga-lembaga yang lain. Karena persoalan pembinaan para “mantan” ini membutuhkan kerjasama yang intens dengan berbagai pihak.


BACA JUGA: Mencari Jalan Pulang Kembali ke Pangkuan NKRI (1)

Salah satu perwakilan stakeholder yang paling bersemangat adalah Bu Yunita dari Dinas Sosial Provinsi Lampung. Selama ini pihaknya belum pernah dilibatkan di level provinsi. Baru sebatas bila ada instruksi dari pusat. Bahkan beliau mengaku saat itu merupakan pertama kalinya dirinya bertemu dengan para “mantan”. Maka tak heran bila di sela-sela sesi istirahat beliau terlihat sangat aktif berdiskusi dengan perwakilan stakeholder lainnya.


Di akhir acara sebelum menutup forum, moderator menegaskan bahwa acara tersebut merupakan sebuah awal. Sehingga apa yang ingin dicapai bersama-sama semua tindaklamjutnya diserahkan kepada semua peserta. Di forum itu minimal semua telah saling mengenal dan saling membuka diri. Tinggal bagaimana komitmen dari semua pihak yang hadir dalam menindaklanjuti temuan-temuan di dalam forum. (*)

Komentar

Tulis Komentar