Prediksi Ancaman Teror di Tahun 2022

News

by Akhmad Kusairi

Tidak terasa kita sudah berada di bulan Maret Tahun 2022. Banyak peristiwa yang terjadi di tahun 2021. Di antaranya adalah serangan dari kelompok teroris. Dibanding tahun sebelumnya tahun 2021 mengalami penurunan jumlah serangan teror. Selain karena Pandemi yang melanda dunia, makin banyak orang yang ditangkap juga menjadi penyebab menurunnya serangan teror.

Dari segi kelompok teroris yang ditangkap, kelompok JI untuk pertama kalinya pasca bom bali, kelompok JI kembali menduduki kelompok teroris dengan tersangka paling banyak yang ditangkap.  Menurut data dari BNPT, ada 360 an tersangka yang ditangkap 175 dari kelompok JI, JAD 154 orang dan 16 orang dari MIT. Sisanya berasal dari kelompok FPI.

Penangkapan mantan Jubir FPI Munarman oleh Densus 88 menjadi yang menghebohkan yang terjadi di tahun 2021. Mantan Pengacara LBH itu ditangkap karena terkait dengan baitan kelompok ISIS di beberapa tempat, dua di antaranya adalah di Gedung Sahida UIN Jakarta dan Makassar Sulawesi. Saat ini persidangan terhadap Munarman tengah berlangsung di Pengadilan.

Bahaya radikalisasi di Internet

Internet tetap akan menjadi ladang subur bagi kelompok teroris. Dari internet, terutama media sosial mereka leluasa berganti akun guna mengalang dukungan baik tenaga maupun finansial. Menurut BNPT radikalisasi online pada tahun 2021 mengalami peningkatan. Berdasarkan data, BNPT selama tahun 2021 menemukan lebih dari 600 situs atau akun berpotensi radikal. Kesemua situs tersebut telah melalui proses take-down bekerjasama dengan Dirjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Rinciannya konten propaganda sebanyak 650 konten. Di mana 409 adalah konten umum yang merupakan konten informasi serangan, 147 konten anti NKRI, 85 konten anti Pancasila, 7 konten intoleran dan 2 konten takfiri. Konten pendanaan sebanyak 40 konten, konten pelatihan sebanyak 13 konten. Dari jumlah konten yang dimonitoring oleh BNPT itu sangat mungkin angka sebenarnya jauh lebih besar. Karena angka yang ditemukan itu terbilang masih sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah kelompok teror di Indonesia.

Prediksi Ancaman Terorisme di Tahun 2022

Meskipun tersangka teroris sudah banyak ditangkap bukan berarti ancaman serangan teroris tidak ada sama sekali. Dari segi pelaku kemungkinan serangan teroris dilakukan oleh kelompok kecil atau bahkan lonewolf. Selain efektif pelaku serangan lonewolf lebih susah diantisipasi oleh Aparat polisi. Apalagi baru-baru ini salah seorang WNI yang sedang tinggal di Indonesia menyerukan agar melakukan serangan lonewolf sebanyak-banyaknya di Indonesia. Seruan itu ia keluarkan tak lama setelah kelompok ISIS menyerang penjara Ghuwairon di Hasakah Suriah.

Sedangkan dari segi target, simbol negara, seperti kantor Polisi, aparata kepolisian dan juga objek vital simbol negara lainnya. Selain itu kelompok yang dianggap musuh bagi kelompok teror kemungkinan juga tetap dijadikan target. Seperti gereja maupun tempat ibadah lainnya.

Karena isu penindasan terhadap Muslim Etnis Uighur masih terjadi, maka simbol-simbol terkait China juga menjadi potensi target serangan kelompok teror. Serangan terhadap kepentingan China sudah terjadi sebelumnya di Indonesia. Misalnya plot serangan terhadap salah satu Pabrik di Banten (2020), serangan terhadap beberapa Wihara di beberapa daerah di Indonesia.

Selain itu yang terbaru, serangan dan penindasan terhadap Muslim India oleh kelompok ektremis Hindu juga secara tidak langsung akan memunculkan sentimen negatif terhadap terutama kepada Warga Negara India. Dalam demonstrasi terakhir pada Jumat (25/2) menunjukkan adanya tuntutan agar Pemerintah Indonesia agar cepat mengambil sikap terhadap insiden terhadap Muslim di Indonesia. Karena itu tidak menutup kemungkinan kelompok teror juga akan menargetkan simbol dan kepentingan India di Indonesia.

Tantangan Penanganan Terorisme

Terlepas dari prediksi serangan teror itu, program deradikalisasi dengan segala variannya harus terus digalakkan dan didukung oleh seluruh elemen Bangsa. Masih adanya beberapa napi yang bebas murni dan menolak kembali ke NKRI merupakan Pekerjaan rumah sendiri bagi stake holder yang terlibat aktif dalam program deradikalisasi. Kemudian masalah pelaku teroris yang sudah bebas kembali melakukan aksi lagi juga menjadi tantangan tersendiri yang harus diselesaikan.

Pemerintah sudah bagus dengan mengeluarkan Peraturan Presiden soal Rencana Aksi Nasional Pencegahan Ektremis Kekerasan tahun 2020-2024 pada pertengahan tahu 2021 lalu. Namun RAN PE tersebut  masih tersendat-sendat dalam aplikasinya. Pada setengah tahun pasca diundangkan aparat pemerintah sepertinya masih sibuk membuat aturan turunan dari RAN yang seharusnya diterpakan seacra nasional tersebut. Selain itu sepertinya RAN PE mendapatkan hambatan di daerah. Selain belum aturan yang baku seperti dalam bentuk RAD maupun Pergub atau pun Perbub, daerah sepertinya masih gamang bagaimana melaksanakan program yang tertera di dalam RAN PE. Salah satu alasan paling banyak diungkapkann adalah soal ketersediaan dana yang dimiliki daerah. Alasan lainnya adalah daerah masih belum siap ketika menerima kedatangan mantan Napiter ke daerahnya.

Selain itu Indonesia saat ini harus juga bersiap menerima kedatangan para pendukung ISIS yang saat ini sedang berada di beberapa kamp pengungsian di Suriah. Segala infrastruktur misalnya Kementerian Sosial, Pemerintah Daerah juga harus segera memikirkan program apa yang akan dilakukan terhadap para FTF dari Suriah tersebut. Karena kalau penangan dan program yang tidak tepat bisa berimbas menjadi ancaman di masa depan. Karena berkaca dari pengalaman sebelumnya ada beberapa returni maupun deportan yang menjadi pelaku serangan teror di Indonesia.

Komentar

Tulis Komentar