Oleh: Febri Ramdani
Cerita sebelumnya, setelah mengurus beberapa dokumen untuk membuat paspor, akhirnya semua syarat sudah aku penuhi. Tinggal menunggu pihak imigrasi mencetaknya. Perkiraannya membutuhkan waktu 3 hari.
Sembari menunggu, dua hari kemudian aku pergi ke luar kota. Aku pergi ke Balikpapan, Kalimantan Timur. Aku pergi ke sana untuk beberapa hari karena ada urusan pekerjaan.
Saat akan kembali menuju Jakarta, ada sedikit cerita.
Ketika itu terdengar kabar salah satu pesawat maskapai Lion Air jatuh, Senin, 29 Oktober 2018 pagi. Di saat itu, aku bersama beberapa teman sedang menuju bandara di Balikpapan dari Samarinda.
Berita jatuhnya pesawat sangat cepat tersebar di dunia maya. Sampai-sampai ibuku pun mengirimkan pesan via WA kepadaku agar berhati-hati di perjalanan dan banyak berdoa.
Kami semua akan pulang dari Balikpapan menggunakan maskapai yang baru saja mengalami kecelakaan; Lion Air.
Ya sudahlah, karena tiket sudah terlanjur dibeli, maka kami semua hanya berpasrah diri dan berdoa saja kepada Allah agar senantiasa diberikan keselamatan, dan bisa pulang dengan selamat sampai tujuan.
Alhamdulillah, kami terbang dengan selamat sampai tujuan, meskipun sempat delay hampir 2 jam.
Esok harinya, setelah aku sampai Jakarta, aku langsung datang ke kantor imigrasi untuk mengambil pasporku. Ternyata, petugas mengatakan kalau sistem sedang rusak selama beberapa hari. Kemungkinan pasporku belum jadi.
Hufftt, ada aja ya masalahnya. . . .
Tapi, petugas akan mencoba untuk mencarinya, mudah-mudahan sudah jadi sebelum sistemnya bermasalah. Aku pun menunggu petugas tersebut karena ia ingin melaksanakan salat terlebih dahulu.
Setelah selesai, dan mencari-cari berkasnya, ternyata alhamdulillah pasporku sudah jadi dan bisa langsung diambil.
Subhanallah. . . ternyata aku masih bisa bikin paspor lagi, alhamdulillahirabbilalamin. Perasaanku pada hari itu sungguh senang.
Waktu keberangkatan tinggal satu bulan lagi, akupun kembali mempersiapkan hal-hal yang masih belum lengkap.
Finally, setelah sekitar satu bulan lamanya, persiapanku untuk keberangkatan menuju Malaysia telah siap, mulai dari tiket pulang pergi, akomodasi, dan perlengkapan lainnya.
Pada tanggal 1 Desember 2018 aku berangkat menuju Bandara Soekarno-Hatta. Sebelum berangkat aku sempat mengurusi beberapa urusan lain. Yang akibatnya aku menjadi sedikit terlambat untuk pergi ke bandara.
Sebenarnya sih tidak terlalu terlambat. Pesawatnya masih akan take off sekitar tiga jam lagi. Tapi hari itu lalu lintas cukup padat, dengan menaiki bus yang langsung menuju bandara biasanya hanya dibutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan jika tidak macet.
Tapi perkiraan pada saat itu, bisa lebih dari 2 jam. Maka pihak bis pun tak mau mengambil risiko jika nanti penerbangan ku telat, apalagi ini penerbangan internasional.
Alhasil karena sudah mepet, aku mencoba melihat ke aplikasi taksi online, dan. . . jeng jeng jenggg. . . . . harganya 4 kali lipat lebih mahal dari tarif bus.
Hufftt. . . . pada saat itu, hampir semua uang rupiah telah kutukarkan ke ringgit Malaysia. Kusisakan sedikit untuk jaga-jaga dan jika nanti telah pulang dari Malaysia.
Di tengah kebingungan, ada seorang bapak-bapak datang menghampiriku. Beliau menawarkan untuk mengantarkanku menuju ke bandara menggunakan mobilnya. Tarifnya disamakan saja dengan yang tertera di aplikasi taksi online katanya.
Huffft, ya sudah, tanpa pikir panjang, aku akhirnya mengiyakan tawaran bapak tersebut. Dengan segera aku berangkat menuju bandara.
Alhamdulillah, waktu perjalanan hanya ditempuh sekitar satu jam saja. Dan sesampainya di terminal bandara, aku langsung bergegas masuk untuk boarding.
Setelah melewati beberapa gate pemeriksaan, sampailah aku di bagian Imigrasi. Dan saat pasporku dicek, ternyata keluar semacam ‘travel alert’ di dalam sistem.
“Nah lhoo. . . . . kenapa lagi nih? Astaghfirullah.” Pikirku dalam hati.
Aku di bawa ke dalam ruangan untuk ditanya oleh pihak imigrasi. Di dalam sistemnya aku sempat melihat ada sebuah tulisan yaitu: ‘Eks. Deportan/Returnis ISIS’. Dit-Intelkam.
Pihak imigrasi menanyakan beberapa pertanyaan mengenai hal ini dan menyuruhku untuk menunggu.
Sampai akhirnya aku pun kembali diinterogasi oleh 3 orang intelijen imigrasi. Selain itu, datang juga 3 polisi dari Detasemen Khusus 88 (Densus 88) Antiteror, ikut menginterogasi.
Saat interogasi aku kembali menjelaskan permasalahan yang terjadi. Aku sebenarnya sangat menyayangkan tidak adanya sinkronisasi di dalam sistem keimigrasian. Mengapa saat aku melakukan proses pembuatan paspor, data larangan tersebut tidak ada?
Proses interogasi berjalan cukup lama, hingga pesawat yang seharusnya kunaiki pun akhirnya pergi meninggalkanku.
Beberapa bekal makanan yang telah kusiapkan pun akhirnya kumakan di sana, yang tadinya untuk kudapan tambahan saat berada di Malaysia.
Saat itu juga aku banyak sekali menelpon banyak orang. Mulai dari para kenalanku, hingga para pejabat pemerintahan yang terkait dengan permasalahan ini.
Salah satu temanku sebenarnya sudah datang lebih dulu ke Malaysia, dengan pesawat di pagi hari. Tadinya ada tiga orang perwakilan dari Jakarta yang akan datang ke acara di Malaysia. Aku salah satunya. Namun takdir berkata lain, aku tidak bisa ikut pergi ke sana.
***
Setelah proses interogasi selesai, para intel pun menghimbau agar aku segera mengurus permasalahan ini ke direktorat imigrasi. Karena pihak imigrasi bandara memberikanku selembar surat keterangan untukku mengurus masalah paspor ini.
Mungkin Allah masih belum memperbolehkanku untuk pergi, Dia lebih mengetahui mana yang terbaik untuk hambanya.
Lalu, aku pun pulang dan juga coba mendatangi pihak maskapai untuk meminta refund tiket perjalananku.
Tapi setelah bertanya, ternyata pihak maskapai tidak bisa mengembalikan uangnya, karena tidak ada kendala yang terjadi. Pesawat telah berangkat sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
Namun, minimal aku bisa mencoba untuk mendapatkan kembali airport tax-nya.
Ya mungkin tidak terlalu banyak, tapi lumayanlah daripada tidak bisa di refund sama sekali.
But, sampai sekarang aku belum mendapatkan airport tax yang dijanjikan tersebut, huh!
Dengan hati dan fisik yang sudah mulai lelah, aku kembali menyusuri bandara dan mendatangi tempat menunggu bus untuk kembali ke rumah.
Di saat perjalanan pulang, beberapa temanku masih memberikanku semangat dan bahkan ada yang mengatakan kepadaku bahwa jika masalah ini bisa segera diurus dan selesai, ia mau membantuku agar dapat kembali pergi ke Malaysia.
Which is, segala tiket dan akomodasi akan ditanggung olehnya, subhanallah.
Aku sangat menghargai dan senang karena banyak dari teman-temanku yang memberikan support kepadaku.
Aku belum bisa membalas semua kebaikan orang-orang yang mau membantuku, dan yang kumampu sekarang adalah mendoakan mereka. Semoga semua kebaikan mereka dibalas dengan yang lebih baik lagi oleh Tuhan…(bersambung)