Musuh Kita Bersama itu Ternyata Nganuuuuu!!!

Other

by Eka Setiawan



Seorang kawan, namanya Rama, yang tiap harinya bekerjasebagai pemusik di Bali, siang tadi datang ke rumah tempat saya ngontrak, diKawasan Banyumanik, Kota Semarang.


Kawan saya itu yang memang asli Semarang, sekarangkatanya lagi liburan sebentar di kota tempat kelahirannya ini, kota tempat sayamerantau. Katanya, sejak awal tahun baru kemarin, Bali lagi sepi event, bulenyanggak terlalu banyak.


Maklum, bekerja sebagai musisi di Bali, sekali lagikata dia, tak cukup hanya mengandalkan duit dari hasil nggitar plus nyanyi darikafe ke kafe. Perlu tambahan, seperti ya dari bule-bule tadi, ditanggap untuknyanyi lagu request mereka, lalu biasanya akan dikasih uang lumayan banyaksebagai imbalan telah menghibur mereka lewat lagu.


Nah, yang dia ceritakan ketika siang tadi datang kekontrakan saya, bukan tentang bagaimana dia nyari duit sebagai pemusik di Balisana. Tapi tentang beberapa sikap tetangganya, wabil khusus, beberapa emak-emakyang doyan ngerumpi.


Kawan saya itu memang pandai kalau urusan mencarisolusi. Apalagi kalau kepepet. Cari iklan juga oke. Terbukti sekitar 9 tahunlalu ketika kami sama-sama bekerja di media grupnya Jawa Pos di Semarang, diamemang lihai cari iklan. Bahkan dukun pun “dikibuli” sampai mau pasang iklan.


Dia itu kemudian resah dengan apa yang terjadi dilingkungannya. Yak! Karena banyaknya emak-emak yang doyan ngerumpi. Menurutnya,hal itu mengganggu pandangan mata, tak sedap dipandang apalagi didengar. Bikin sumpek.


Lalu, berbekal jaringan medianya, kenalannya, diamendatangi pabrik pembuatan sabun. Kemudian mengutarakan niatnya, agaremak-emak yang suka ngerumpi tadi mbok yadilatih bikin sabun cuci saja. Minimal, energinya tidak terbuang percuma untukngerumpi, tapi teralihkan dengan membuat sabun cuci.


Dapat bahan gratis, dikasih pelatihan gratis, awal-awalnya,emak-emak itu pada suka. Bisa bikin sabun cuci sendiri, minimal menghematpengeluaran buat beli sabun cuci. Kalau ada yang tertarik, bisa juga dijual. Initentu mendatangkan manfaat.


Waktu berjalan. Dia yang keluar dari bekerja di media,memilih mengadu nasib di Bali untuk jadi musisi, nggitar dan nyanyi. Memang,karena selain suaranya bagus dan bisa nggitar, dia dapat job di beberapa kafedan event.


Karena merantau, dia kadang kangen rumah. Akhirnya diapulang ke Semarang. Selain untuk bertemu keluarga, juga mengurus beberapakeperluan. Juga mengobati kangen nongkrongdengan kawan-kawannya, ya termasuk saya ini hehehe karena kami dulu pernahkenal cukup lama, tepatnya sekitaran tahun 2007 hingga 2010 ketika saya bekerjajaga studio musik di Banyumanik Semarang. Dia salah satu orang yang suka tidurdi studio, nggenjreng, ngobrol ngalorngidul.


Nah pas di kampung tadi, kawan saya itu tentu penasarandengan emak-emak yang sebelumnya mau meninggalkan aktivitas ngerumpi denganmembuat sabun cuci.


Ternyata, itu tak bertahan lama. Ketika dia pulang keSemarang itu, sudah tidak ada aktivitas membuat sabun cuci lagi. Dia cerita kesaya, sempat bertanya kepada beberapa emak-emak tadi.


“Banyak alasannya, yang satu nganu Mas karena ini...nganuMas karena itu, nganu Mas...,” katasi kawan saya tadi bercerita ke saya.


“Aku jengkel (marah),urip kok kakean alasan. Ternyata musuh kita bersama itu nganu!,” tambah kawan saya tadi sambil misuh-misuh.


Saya ikut ngekekmendengar ceritanya. Betul juga sih. Kalau apa-apa maunya instan, mau kaya maunyainstan nggak mau kerja, mau dapat duit maunya instan, ya repot. Alasannya banyak,nganu, nganu, nganu, nganu.


Diam-diam, dalam hati saya mengiyakan. “Ternyata benar,musuh kita bersama itu nganuuuuuu!!!!,”

Komentar

Tulis Komentar