"Secara bersama-sama, Organisasi Masyarakat Sipil perlu mengemas strategi komunikasi dalam melakukan pencegahan dan kontra ekstremisme kekerasan," demikian ditekankan Direktur Kreasi Prasasti Perdamaian Noor Huda Ismail kepada peserta diskusi kelompok (FGD) Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), berjudul “Digital Communications Strategy by CSO P/CVE in Indonesia.”
Acara yang diselenggarakan Kamis (18/07/2024) inilah yang dimaksudkan menjadi wadah OMS untuk berbagi dan menjelaskan posisi serta peran mereka dalam pencegahan dan kontra ekstremisme kekerasan. Diskusi digelar secara santai di Stepi Coffee House – Jakarta, dihadiri puluhan perwakilan dari Organisasi Masyarakat Sipil yang concern dalam isu P/CVE (Preventing and Countering Violent Extremism -- Pencegahan dan Kontra Ekstremisme Kekerasan). Noor Huda Ismail selaku Direktur KPP juga hadir dalam acara tersebut mengatakan, tujuan dari berkumpulnya perwakilan-perwakilan OMS adalah untuk mengidentifikasi kerja-kerja OMS dan kemudian bersama-sama membuat strategi komunikasi.
“Kami dari KPP ingin membantu mengidentifikasi kerja-kerja teman-teman disini. Akan tetapi tidak berhenti dengan hanya mengidentifikasi, kita nanti dapat bersama-sama mengemas suatu paket strategi komunikasi untuk dilaksanakan bersama-sama,” demikian Noor Huda membuka pembahasan dalam diskusi tersebut.
Noor Huda kemudian menjelaskan pentingnya posisi masing-masing organisasi masyarakat sipil dalam pencegahan dan kontra ekstremisme kekerasan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ruici Tio & Samantha Kruber (Online P/CVE Social Media Efforts, 2022).
“Pendekatan komunikasi P/CVE fokus pada empat kuadran. Counter narrative, remedial intervention, positive alternative dan critical thinking. Teman-teman bisa saling menjelaskan kerja-kerja apa saja yang sudah dilakukan dan kira-kira masuk dalam kuadran yang mana. Bisa masuk di salah satu kuadran atau di beberapa kuadran,” lanjut Huda.
Setelah itu, para perwakilan organisasi masyarakat sipil yang hadir, seperti dari AMAN Indonesia, Koalisi Perempuan Indonesia, The Habibie Center, Setara Institute, Islami.co, dan lain-lain, turut menjelaskan peran dan aktivitas yang telah mereka lakukan dalam pencegahan dan kontra ekstremisme kekerasan, sekaligus memetakan posisinya dalam empat kuadran P/CVE.
“AMAN Indonesia telah melakukan tiga hal: positive alternatif, counter narative, dan critical thinking. Kita melakukan counter narative dan positive alternative melalaui She peace buliding, dan critical thinking melalui diskusi di book reading,” demikian dijelaskan Yuyun, perwakilan AMAN (Asian Muslim Action Network) Indonesia. Demikian juga Azim dari Setara Institute for Democracy and Peace menyampaikan, “Kami memang lebih banyak bergerak di critical thinking, bagaimana melalui riset kami bisa membuat konsep-konsep baru, menawarkan konsep-konsep baru untuk keberagaman, tata kelola pemerintahan yang inklusif, semua itu masuk ke aktor-aktornya yang tidak hanya aktor-aktor dalam masyarakat saja. Kemudian dengan positive-alternative juga, kami menawarkan forum-forum atau ruang untuk kelompok-kelompok yang belum terpresentasikan melalui podcast dan infografis.”
Selain organisasi masyarakat sipil, kegiatan diskusi ini juga menghadirkan perwakilan Yayasan Dekat Bintang Langit atau Debintal. Yayasan yang diinisiasi Densus 88 Anti Teror untuk mewadahi para mantan napiter yang sudah kembali mengakui NKRI ini digawangi oleh Hendro Fernando. Pada kesempatan FGD, Hendro juga menjelaskan tentang program-program yang telah dilakukan oleh Yayasan Debintal.
“Debintal itu baru sekitar tiga hingga empat tahun, beranggotakan teman-teman eks napiter yang sudah NKRI dan hijau. Kami aktif langsung melakukan remedial intervention berhubungan dengan para napiter dan eks napiter. Kami membuat MOU dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan PAS, Kemenkumham, sehingga kami bisa masuk ke lapas-lapas di seluruh Indonesia dan berbicara dengan para napiter. Selain itu kami juga melakukan remedial intervention dengan membuat rumah singgah untuk menampung keluarga para napiter yang sudah NKRI dan diusir oleh kelompok lamanya. Ada juga counter narasi dan positive alternative dengan sharing dan diskusi, ” ujar Hendro.
Saat ditanya tentang tujuan dan harapan yang ingin dicapai melalui kegiatan FGD ini, Noor Huda Ismail menjelaskan, “Setelah memetakan peran dan posisi kerja rekan-rekan OMS, nantinya kita bisa saling berkoordinasi dan bekerja sama dalam pencegahan tindak ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.” []
Komentar