Catatan Perjalanan : Sebuah 'Rasa' yang Hadir Kembali untuk Bersama-sama Merajut Asa

Other

by Arif Budi Setyawan

Entah mengapa dari dulu saya sangat senang bila bertemu dengan orang-orang baru yang selalu menghadirkan sebuah cerita baru, sebuah persepsi baru, sebuah pelajaran baru, sebuah pengetahuan baru, dsb.


Di samping itu saya juga senang bertemu dengan kawan lama untuk mengenang kebersamaan di masa lalu atau untuk mengetahui kondisinya yang terkini. Atau juga mengunjungi tempat-tempat yang memiliki catatan historis dalam hidup saya.


Dan salah satu tempat yang paling bersejarah dalam hidup saya adalah penjara. Kehidupan dan dinamika perasaan yang pernah saya alami di dalam penjara membuat saya lebih mudah bersyukur dan mudah berempati pada orang lain.


Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan mengunjungi dua orang napiter di dua Lapas yang berbeda. Yang satu adalah kawan lama yang pernah bersama-sama di Rutan Mako Brimob, dan satunya lagi adalah teman baru yang merupakan rekomendasi dari kawan lama saya itu.


Sebut saja mereka dengan ‘kawan lama’ dan ‘teman baru’. Cerita saya kali ini akan fokus pada mereka berdua.


Dari penuturan mereka berdua dalam obrolan hangat kami, saya menyimpulkan bahwa keduanya memiliki beberapa kesamaan.


1. Sama-sama pernah merasakan bergabung dengan ISIS di masa lalu (tahun 2013-2014 sebelum deklarasi khilafah versi ISIS)


2. Sama-sama sepakat bahwa jihad hanya ada di wilayah yang masyarakatnya sedang berjihad


3. Sama-sama tidak nyaman dengan perilaku para pendukung ISIS


4. Sama-sama galau menghadapi kebebasan yang tak lama lagi


Dari keempat poin di atas, ada dua poin yang saya juga mengalaminya, yaitu poin ketiga dan keempat. Dan cara kami dalam menghadapi poin ketiga menjadi sangat menarik untuk kami bahas dalam pembicaraan kami saat itu, karena kami mempunyai cara masing-masing yang berbeda.


Di antara dua orang itu yang paling mirip dengan saya adalah si ‘teman baru’. Dia lebih cuek dan lebih mudah beradaptasi dibandingkan ‘kawan lama’.


Tapi mereka sama pada poin terakhir, yaitu galau menghadapi kebebasan. Dan inilah yang benar-benar menghadirkan kembali ‘rasa’ yang pernah saya alami di masa lalu.


Mereka dan saya sama-sama ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa mereka sudah berubah atau bahwa mereka bukanlah sosok yang berbahaya lagi. Tapi mereka tidak tahu cara mengawalinya.


Yang mereka tahu hanyalah dengan cara kembali bekerja dan beraktivitas seperti masyarakat pada umumnya. Tapi mereka sadar itu bukanlah hal yang mudah.


Mereka tidak punya modal uang yang cukup untuk memulai usaha sendiri. Mau melamar kerja siapa yang mau mempekerjakan mantan teroris. Mau pinjam uang ke keluarga atau kerabat, belum tentu mereka langsung percaya padanya karena stigma negatif sebagai mantan napiter.


Mereka juga tak seberuntung saya yang dianugerahi oleh Allah Ta’ala kemampuan menulis dan dipertemukan dengan orang-orang yang mendukung apa yang saya lakukan seperti teman-teman akademisi dan teman-teman di ruangobrol.id.


Saya pernah merasakan apa yang mereka rasakan. Tapi saya tidak bisa membuat mereka bisa seperti saya. Namun setidaknya saya bisa mendampingi mereka sampai mereka menemukan jalannya sambil mengedukasi masyarakat agar mereka bisa diterima dan dihargai kembali.


Saya hanya bisa membantu merawat semangat mereka. Sedangkan kemampuan untuk berubah ada di tangan mereka sendiri. Saya hanya bisa seperti Poo di film Kungfu Panda 3 yang hanya bisa berkata : “ Bagus dan tingkatkan lagi” terhadap semua potensi dan usaha yang mereka lakukan.


Karena sejatinya mereka telah dianugerahi bekal masing-masing yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya untuk terus bertahan hidup dan berkarya.


Mereka ingin kembali. Dan selayaknya kita semua memberikan kesempatan kedua bagi mereka dan mengamati bagaimana progres perkembangannya. Jika kita mengabaikan mereka dan mengucilkan mereka, maka peluang untuk kembali ke ‘dunia lama’ semakin besar.


Banyaknya mantan napiter yang kembali terlibat kasus terorisme yang baru seharusnya menjadi perhatian kita semua. Jika mereka sampai kembali ke ‘dunia lama’nya karena kita abai dan tidak mendukung perubahan positif mereka, maka sedikit banyak kita punya andil dalam membuat mereka terjerumus ke lubang yang sama untuk yang kedua kalinya.

Komentar

Tulis Komentar