Dalam beberapa tulisan sebelumnya telah dibahas tentang kepastian bahwa cepat atau lambat para WNI eks ISIS yang ada di kamp pengungsian Suriah akan kembali ke Indonesia. Baik itu dilakukan oleh pemerintah Indonesia maupun oleh komunitas internasional seperti PBB. Mengingat kondisi di kamp pengungsian semakin hari kian memburuk.
Baca juga Mengingat Kembali Persoalan WNI Eks ISIS Yang Masih Ada di Suriah (1)
Namun wacana pemulangan WNI eks ISIS ini tak ayal menimbulkan polemik pro dan kontra. Secara umum, pihak kontra repatriasi WNI eks ISIS berargumen bahwa dengan memulangkan WNI eks ISIS berpotensi menimbulkan aksi-aksi terorisme baru di Indonesia. Hal ini berangkat dari sel- sel jaringan terorisme yang terafiliasi dengan kelompok ISIS yang secara diam-diam masih melakukan aktivitas mereka di Indonesia, seperti JAD maupun MIT.
Di sisi lain, pihak yang pro repatriasi cenderung menggunakan pendekatan HAM dan kewajiban negara untuk melindungi segenap warga negaranya seiring dengan isu stateless yang disematkan kepada WNI eks ISIS.
Baca juga: Cerita WNI Perempuan Mantan Simpatisan ISIS di Camp Al Roj Suriah
Sebagai mantan napiter yang pernah merasakan kondisi yang hampir sama dengan para WNI eks ISIS itu, saya mencoba memberikan tanggapan atas beberapa pernyataan dan komentar paling umum dari masyarakat.
Kondisi dan status para WNI mantan pendukung ISIS itu hampir sama dengan kondisi dan status yang pernah saya alami sebagai napiter. Sama-sama menyandang stigma negatif sebagai musuh negara, dan sama-sama menderita karena salah memilih jalan perjuangan. Bedanya mereka ada di negara orang sedangkan saya tetap di dalam negeri. Artinya mereka bisa dikatakan lebih menderita daripada saya.
Bedanya lagi, sebelum saya kembali ke masyarakat saya harus menjalani hukuman pidana di penjara. Sedangkan mereka kemungkinan tidak. Hanya menjalani rehabilitasi. Sehingga masyarakat cenderung akan lebih mudah menerima mantan napiter karena menganggap di penjara sudah berubah, sudah jadi baik, dst.
Saya menghimpun setidaknya ada empat pernyataan atau komentar paling umum dari masyarakat awam. Dan saya akan mencoba menanggapinya dari sudut pandang mantan napiter yang alhamdulillah sukses berintegrasi ke masyarakat.
Komentar masyarakat paling umum yang pertama adalah: Mereka itu hanya akan menambah beban negara dan masyarakat
Bicara beban negara atau beban masyarakat sebenarnya setiap hari juga kita semua menanggung beban. Semakin bertambahnya angka kriminalitas, misalnya, itu juga beban negara dan masyarakat. Utang pemerintah dan swasta nasional kita yang semakin naik juga beban.
Yang tadinya punya anak usia SD lalu naik masuk ke SMP juga bertambah bebannya. Apakah ketika anak mau masuk SMP kita lantas bilang, sekolah SMP hanya akan menambah beban? Bukankah sebenarnya yang kita inginkan adalah adanya sesuatu yang lebih berarti yang bisa kita peroleh di masa depan dari konsekuensi bertambahnya beban hidup kita?
Seperti biaya pendidikan anak yang semakin meningkat tadi, ada hasil yang ingin kita peroleh di masa depan dari menyekolahkan anak kita. Yaitu agar memiliki bekal meraih masa depan yang lebih baik.
Maka demikian pula dengan sebuah kebijakan pemerintah yang menghabiskan anggaran dan menuntut partisipasi masyarakat sepenuhnya. Beban akan semakin bertambah itu pasti, tetapi karena adanya harapan memperoleh hasil yang baik di masa depan semua enjoy menjalaninya dengan penuh semangat.
Dalam kasus wacana pemulangan WNI eks ISIS yang menjadi masalah adalah masyarakat kurang memahami apa keuntungan atau kebaikan yang diperoleh dari pemulangan mereka itu. Maka menjadi tugas pemerintahlah menjelaskan plus-minus jika mereka jadi dipulangkan.
Sebelum pemerintah menjelaskan, izinkan saya menjelaskan aspek kebaikan yang bisa didapat dan tantangan yang dihadapi pemerintah menurut sudut pandang saya sebagai mantan napiter yang pernah menjalani proses reedukasi dan reintegrasi.
Setidaknya ada dua kebaikan yang bisa kita peroleh seandainya para WNI mantan pendukung ISIS itu jadi dipulangkan, di mana proses kepulangan mereka itu pasti telah melalui berbagai tahapan dan screening yang ketat.
Pertama, Indonesia bisa menunjukkan kepada dunia dan menjadi salah satu pelopor dalam penanganan mantan pendukung ISIS di kamp penampungan.
Saat ini, masih ada banyak negara yang belum tahu bagaimana cara menangani warga negara mereka yang pernah bergabung dengan ISIS dan ingin kembali ke negara asalnya. Indonesia bisa menjadi role model bagi dunia. Dan selama ini Indonesia sudah menjadi salah satu negara pecontohan dalam penanganan radikalisme-terorisme. Indonesia dikenal sukses dalam pencegahan dan penanganan soft approach-nya. Mengapa ini tidak kita lanjutkan?
Kedua, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa kita adalah bangsa besar yang berjiwa besar.
Dengan memulangkan para WNI mantan pendukung ISIS itu menunjukkan bahwa kita adalah bangsa yang mau memaafkan warganya yang pernah berbuat salah dan suka bergotong-royong saling membantu saudara sebangsa, termasuk dengan yang pernah bersalah sekalipun.
Tapi untuk bisa mewujudkan kedua hal di atas, kita menghadapi beberapa tantangan. Di antaranya adalah Anggaran dan SDM yang akan menangani program ini.
Untuk SDM saya rasa sudah saatnya pemerintah semakin aktif merangkul ormas-ormas, LSM-LSM, dan komunitas-komunitas masyarakat yang peduli akan penanganan isu radikalisme-terorisme.
[Bersambung]
Ilustrasi: https://app.leonardo.ai/ai-generations
Komentar