Analisa Kritis Implementasi Nomokrasi Oleh Taliban di Afghanistan

Analisa

by Abu Fida Editor by Redaksi

Afghanistan di bawah pemerintahan Taliban yang baru telah menjadi sebuah eksperimen kontroversial dalam penerapan nomokrasi Islam, atau pemerintahan berdasarkan hukum agama. Sejak pengambilalihan kekuasaan pada Agustus 2021, Taliban telah berusaha untuk menerapkan interpretasi ketat mereka tentang hukum Syariah, menciptakan sebuah sistem pemerintahan yang mereka klaim sebagai otentik dan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Namun, implementasi ini telah memunculkan berbagai tantangan dan kritik, baik dari dalam negeri maupun komunitas internasional.

Definisi dan Konteks

Nomokrasi secara harfiah berarti "pemerintahan oleh hukum". Dalam konteks Taliban mengacu pada sistem pemerintahan yang didasarkan pada interpretasi mereka terhadap hukum Syariah. Berbeda dengan teokrasi yang menempatkan pemimpin agama sebagai penguasa langsung, nomokrasi Taliban berusaha menegakkan aturan berdasarkan interpretasi hukum Islam mereka.

Implementasi dan Dampak

1. Struktur Pemerintahan

Taliban telah membentuk "Emirat Islam Afghanistan" dengan struktur pemerintahan yang dipimpin oleh Hibatullah Akhundzada sebagai Amir al-Mu'minin (Pemimpin Orang Beriman). Menurut laporan PBB tahun 2022, struktur pemerintahan Taliban sangat terpusat dan didominasi oleh kelompok etnis Pashtun yang mencerminkan kurangnya inklusivitas.

2. Sistem Peradilan

Taliban telah mengembalikan pengadilan Syariah, dengan hukuman yang sering kali kontroversial. Menurut Amnesty International, pada tahun 2022 saja, terdapat lebih dari 100 kasus eksekusi publik dan hukuman cambuk yang dilaporkan.

3. Hak Perempuan

Salah satu aspek paling kontroversial dari pemerintahan Taliban adalah pembatasan drastis terhadap hak-hak perempuan. Data dari UNICEF menunjukkan bahwa sejak September 2021, lebih dari 1 juta anak perempuan telah dilarang mengakses pendidikan menengah. Larangan perempuan bekerja di NGO juga telah berdampak signifikan pada operasi bantuan kemanusiaan.

4. Kebebasan Pers

Reporters Without Borders melaporkan bahwa sejak pengambilalihan Taliban, lebih dari 40% media Afghanistan telah berhenti beroperasi, dan hampir 60% jurnalis kehilangan pekerjaan mereka, dengan perempuan paling terdampak.

5. Ekonomi

Bank Dunia melaporkan kontraksi ekonomi sebesar 20,7% pada tahun 2021. Meskipun ada sedikit pemulihan pada 2022, tingkat kemiskinan tetap tinggi, dengan estimasi 34 juta orang (97% populasi) hidup di bawah garis kemiskinan pada awal 2023.

Analisis Kritis

1. Legitimasi dan Representasi

Sistem nomokrasi Taliban menghadapi krisis legitimasi. Meskipun mereka mengklaim mewakili nilai-nilai Islam Afghanistan, interpretasi mereka yang ketat dan ekslusif mengabaikan keragaman pemahaman Islam di negara tersebut. Ketiadaan pemilu atau sistem checks and balances yang efektif mempertanyakan klaim mereka sebagai perwakilan sejati masyarakat Afghanistan.

2. Interpretasi Hukum yang Problematis

Penerapan hukum Syariah oleh Taliban sering dikritik sebagai terlalu harfiah dan mengabaikan konteks historis serta perkembangan pemikiran Islam modern. Interpretasi yang kaku ini bertentangan dengan prinsip maqasid al-syariah (tujuan hukum Islam) yang menekankan kesejahteraan manusia.

3. Hak Asasi Manusia vs Hukum Agama

Konflik antara interpretasi Taliban tentang hukum Syariah dan standar hak asasi manusia internasional menjadi sumber ketegangan yang terus-menerus. Pembatasan terhadap perempuan dan minoritas menunjukkan ketidakmampuan sistem ini untuk mengakomodasi prinsip-prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi.

4. Isolasi Internasional

Implementasi nomokrasi Taliban telah mengakibatkan isolasi diplomatik dan ekonomi Afghanistan. Hingga September 2023, tidak ada negara yang secara resmi mengakui pemerintahan Taliban, mempersulit akses ke bantuan dan investasi internasional yang sangat dibutuhkan.

5. Tantangan Modernisasi

Sistem nomokrasi Taliban menghadapi dilema dalam menghadapi tuntutan modernisasi. Keengganan untuk mengadopsi teknologi dan praktik pemerintahan modern demi mempertahankan "kemurnian" interpretasi mereka berpotensi menghambat pembangunan dan kemajuan negara.

6. Krisis Ekonomi dan Ketergantungan

Penolakan terhadap sistem keuangan modern dan sanksi internasional telah memperparah krisis ekonomi. Laporan UNDP menunjukkan bahwa tanpa perubahan kebijakan signifikan, 97% populasi Afghanistan berisiko jatuh ke dalam kemiskinan pada pertengahan 2022. Ketergantungan pada bantuan luar negeri tetap tinggi, menciptakan paradoks bagi rezim yang mengklaim kemandirian.

7. Radikalisasi dan Keamanan Regional

Kekhawatiran bahwa Afghanistan di bawah nomokrasi Taliban bisa menjadi safe haven bagi kelompok ekstremis lain tetap ada. Laporan PBB pada Juni 2023 mengindikasikan bahwa meskipun ada penurunan aktivitas teror domestik, hubungan Taliban dengan Al-Qaeda tetap erat, menimbulkan risiko keamanan regional.

8. Dilema Pendidikan dan Pembangunan SDM

Pembatasan pendidikan, terutama bagi perempuan, menciptakan krisis jangka panjang dalam pengembangan sumber daya manusia. UNESCO memperkirakan bahwa larangan pendidikan bagi perempuan dapat mengakibatkan kerugian ekonomi hingga $ 5,4 miliar.

Kesimpulan
Nomokrasi Taliban di Afghanistan merepresentasikan sebuah eksperimen kontroversial dalam pemerintahan berbasis agama di era modern. Meskipun Taliban mengklaim telah membawa stabilitas dan pemerintahan "murni Islam", realitas di lapangan menunjukkan serangkaian tantangan serius. Interpretasi ketat mereka terhadap hukum Syariah, yang sering bertentangan dengan norma-norma internasional dan realitas masyarakat Afghanistan yang beragam, telah menciptakan sistem yang sulit berkelanjutan dalam jangka panjang.

Konflik antara aspirasi untuk modernisasi dan keinginan untuk mempertahankan interpretasi tradisional menciptakan ketegangan yang belum terselesaikan. Sementara beberapa elemen masyarakat Afghanistan mungkin menerima aspek-aspek tertentu dari pemerintahan Taliban, isolasi internasional dan krisis ekonomi yang berkelanjutan menunjukkan ketidakmampuan sistem ini untuk memenuhi kebutuhan dasar populasinya.

Masa depan Afghanistan di bawah nomokrasi Taliban tetap tidak pasti. Tanpa reformasi signifikan dan penyesuaian terhadap realitas global modern, sistem ini berisiko memperpanjang penderitaan rakyat Afghanistan dan ketidakstabilan regional. Dibutuhkan dialog yang inklusif dan pendekatan yang lebih nuansa dalam menafsirkan dan menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam konteks negara modern untuk menciptakan sistem pemerintahan yang benar-benar mewakili dan melayani seluruh masyarakat Afghanistan


Surabaya, 15 september 2024

(Abu Fida)

Foto: Delegasi Taliban dalam sebuah pertemuan dengan 57 negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OIC). (AFP/Karim Jaafar)

Komentar

Tulis Komentar