Kawasan Kampung Melayu Semarang yang berlokasi di Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang memiliki sejarah panjang tentang keberadaan Ibu Kota Jawa Tengah ini. Di sana juga terdapat artefak bagaimana beragam etnis bisa tinggal bersamaan, salah satunya dilihat dari adanya Masjid Layur hingga berdirinya kelenteng kecil tak jauh dari lokasi masjid.
Masjid Layur itu akrab pula disebut Masjid Menara. Sejarahnya, menara ini dibangun pada tahun 1825 di Pelabuhan Semarang, tepi Kali Semarang. Fungsinya ketika itu adalah mercusuar, memancarkan sinar isyarat pada malam hari untuk membantu navigasi kapal merapat di pelabuhan. Artinya lokasi itu dulunya adalah pelabuhan Semarang tempo dulu.
Oliver Johannes Raap dalam Kota di Djawa Tempo Doeloe (2015; 230) menyebut, kata menara berasal dari bahasa Arab; ma artinya tempat dan nar artinya api. Artinya mercusuar.
Menara itu berfungsi hingga 1884 saat sebuah mercusuar baru dibangun sekira 1 km lebih utara dekat muara Kali Baru. Kemudian, mercusuar lama inilah dimanfaatkan sebagai masjid hingga sekarang.
Lokasi ini dulunya merupakan permukiman nelayan dan perdagangan. Gedung masjid sendiri mulai dibangun pada tahun 1802. Saat itu, masjid di Jawa belum dilengkapi menara. Umat Islam dipanggil untuk salat dengan suara bedug. Pendatang Arab pada abad ke-19 membawa tradisi mereka mengumandangkan suara azan dari atas menara.
[caption id="attachment_14918" align="alignnone" width="1004"] Masjid Layur alias Masjid Menara di Kawasan Kampung Melayu Semarang. (Foto: Eka Setiawan)[/caption]
Sementara soal adanya kelenteng di sana, pencerita Sejarah Kota Semarang Jongkie Tio menyebut itu berkaitan dengan salah satu tradisi orang Tionghoa.
“Mereka membangun itu (kelenteng) sebagai tempat beribadah, rasa bersyukur karena telah mencapai daratan (setelah melakukan pelayaran),” kata Jongkie Tio ketika suatu waktu ditemui di Kota Semarang.
Kampung Melayu Semarang sendiri lokasinya tak jauh dari Stasiun Besar Semarang Tawang. Sekitarnya juga, yang merupakan ujung Jalan Pemuda Kota Semarang, ada Titik Nol Kilometer Semarang, yang juga saat ini sedang tahap pembangunan untuk pengembangan wisata. Selemparan batu dari situ, juga sudah masuk Kawasan Kota Lama Semarang, di mana bangunan-bangunan eksotis Semarang tempo dulu, masih berdiri dengan baik. Sisi baratnya juga ada Kawasan Johar Semarang, yang juga salah satunya meliputi Kauman dan Pecinan.
Potensi Wisata
Minggu 15 Januari 2023, Plt. Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita mengunjungi Kampung Melayu itu. Salah satu agendanya, menghadiri kirab budaya sekaligus mengukuhkan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kampung Melayu.
Mbak Ita menyebut Kampung Melayu ini salah satu kawasan yang mendapat perhatian dari Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Sebab itu, pihaknya, sebut Mbak Ita, berharap hal itu akan mampu meningkatkan antusiasme dan kepedulian masyarakat terhadap tata kelola pariwisata di Kampung Melayu.
Selain itu, dia juga berharap eksistensi Kampung Melayu tidak berjalan sendiri, namun harus menjadi satu kesatuan dengan Kawasan Semarang Lama lain seperti; Kauman, Pecinan dan Kota Lama.
“Akan disusun kajian yang dapat mensinkronkan agenda pariwisata di empat kawasan tersebut agar menjadi suatu atraksi kolaborasi,” kata Mbak Ita, Minggu.
Mbak Ita mengatakan hal itu masih tahapan pertama. Selanjutnya, akan ada revitalisasi. Ahli-ahli cagar budaya hingga arsitektur mengusulkan untuk restorasi Kali Semarang, tak hanya normalisasi. Usulan itu ditampung Pemkot Semarang dan akan dikaji lebih jauh untuk nantinya upaya restorasi itu digarap.
"Kami sedang minta Dinas Tata Ruang atau Distaru untuk melakukan penyusunan DED untuk nanti ada restorasi Masjid Menara Layur. Kita harapkan ini menjadi satu jujugan karena merupakan sejarah. Masjid pertama di kota Semarang ini ya Masjid Menara Layur. Kami lihat gambaran utuhnya lewat kajian Disbudpar karena ini kan ada sejarah, ada story telling-nya sehingga diharapkan menjadi daya tarik kawasan ini," imbuh Mbak Ita.
Apa yang diupayakan Pemerintah Kota Semarang itu bagian dari komitmen untuk mendorong masyarakat bergerak bersama mengupayakan pengembangan potensi wisata.
"Hari ini adalah hari yang istimewa, di Kampung Melayu ini sudah Darwis atau sadar wisata. Kampung Melayu juga sudah jadi (proyek) revitalisasi yang dibantu oleh Kementerian PUPR. Tidak hanya Kota Lama saja tapi juga Kampung Melayu dan Kauman. Ini merupakan satu kawasan yang mesti dilestarikan," pungkasnya.
Komentar