Kisah Dua Eks Napiter Membangun Kembali Kepercayaan Masyarakat melalui Pekerjaan

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Tanggal 28-29 Oktober yang lalu saya kembali berkunjung di Kota Probolinggo Jawa Timur. Saya mendampingi salah satu dosen Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang sedang melakukan riset untuk disertasi doktoralnya. Riset yang fokus pada proses reintegrasi mantan narapidana terorisme (napiter) itu membutuhkan narasumber beberapa mantan napiter di wilayah Probolinggo. Kebetulan ada beberapa mantan napiter yang akrab dengan saya.

Kota Probolinggo merupakan kota yang sering saya kunjungi dalam rentang waktu Juni 2020-Maret 2021. Kala itu saya menjalankan sebuah program Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP) bertajuk “Penguatan Peran RT-RW dalam Penanganan Mantan Napiter dan Keluarganya”. Dari program itulah saya mengenal banyak pihak di Probolinggo terkait kebutuhan program kami. Termasuk beberapa mantan napiter asal Probolinggo yang bebas di rentang waktu itu.

Ada empat orang mantan napiter yang bersedia menjadi narasumber penelitian itu. Di antara mereka ada dua orang yang menurut saya berhasil membangun kembali kepercayaan masyarakat dengan memanfaatkan pekerjaannya, yaitu Irvan Suhardianto dan Wisnu Dwi Putranto.

Tukang Pangkas Rambut

Sosok Irvan Suhardianto sempat menjadi salah satu pentolan kelompok Jamaah Anshar Daulah (JAD) Probolinggo. Pasca-peristiwa rangkaian serangan bom di Surabaya pada Mei 2018, dia ditangkap bersama dengan kelompoknya karena diduga akan merencanakan serangan teror. Berdasarkan barang bukti dan pengakuan para tersangka, di pengadilan dia dan teman-temannya divonis antara 2-4 tahun.

Irvan bebas pada Agustus 2020 setelah mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat. Di penjara ia mengikuti semua program pembinaan dengan baik. Setelah bebas ia kemudian kembali menekuni profesi lamanya yaitu sebagai tukang pangkas rambut.

Dulu sebelum tertangkap karena kasus terorisme, dia mengaku memiliki banyak pelanggan tetap dari berbagai kalangan. Tempat usahanya pun terbilang sangat strategis di pinggir jalan protokol Kota Probolinggo. Sehingga dari hasil pekerjaan itu dia bisa mencukupi kebutuhan keluarganya hingga bisa menabung.

Tetapi ketika pulang dari penjara ia harus memulai lagi semuanya dari nol. Tentu itu tidak mudah baginya. Apalagi menyandang status mantan napiter yang bagi sebagian orang mungkin dianggap menakutkan. Namun Irvan tidak gentar, bahkan bertekad menjadikan profesi itu sebagai sarana baginya dalam proses reintegrasi.

“Ya dijalani saja mas. Mulai lagi dari nol memang berat apalagi dulu pernah merasakan kejayaan. Tapi bagi saya inilah jalan yang harus saya jalani sebagai konsekuensi dari apa yang pernah saya lakukan di masa lalu,” tuturnya.

Kini Irvan membuka usaha pangkas rambut memanfaatkan sepetak tanah di halaman rumah mertuanya di pinggiran Kota Probolinggo. Biar pun lokasinya kurang strategis, namun dia meyakini tempat itu akan mendatangkan keberkahan karena merupakan upaya sungguh-sungguh yang didukung oleh semua keluarga besarnya, termasuk dukungan dari keluarga istrinya.


BACA JUGA: Kesabaran dan Ketulusan Kunci Pemberdayaan Eks Napiter

Di antara pelanggan yang datang untuk pangkas rambut ada sebagian yang menanyakan tentang bagaimana dia bisa terlibat kasus terorisme dan apa pelajaran yang didapatkan selama dipenjara. Irvan tidak malu untuk menceritakannya. Bahkan menurutnya itu bisa menjadi salah satu cara dia menjelaskan kepada masyarakat mengenai duduk persoalan yang sebenarnya. Termasuk keinginannya untuk lebih banyak terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan yang dulu kurang dilakukan olehnya.

Sosoknya yang ramah dan murah senyum mungkin membuat para pelanggannya merasa nyaman. Sehingga perlahan-lahan pelanggan pangkas rambutnya semakin bertambah seiring tersebarnya semangat perubahan yang ia ceritakan pada para pelanggan yang bertanya itu. Baginya, hasil dari usaha jasa pangkas rambut itu bukan penambahan materi saja yang didapatkan, tetapi yang lebih penting lagi adalah mendapatkan respek dan dukungan dari masyarakat dalam proses reintegrasi yang dijalaninya.

Jasa Perbaikan Handphone yang Memperbaiki Hubungan

Selain Irvan Suhardianto berhasil menjadikan usaha pangkas rambutnya dalam memangkas prasangka dari masyarakat, di Kota Probolinggo ada juga sosok Wisnu Dwi Putranto, mantan napiter yang berhasil memperbaiki hubungan dengan masyarakat melalui usaha jasa perbaikan handphone.




[caption id="attachment_14766" align="alignnone" width="768"] Wisnu Dwi Putranto ketika diwawancarai oleh peneliti dari Universitas Negeri Surabaya. (Foto Arif Budi Setyawan)[/caption]

Wisnu juga merupakan salah satu anggota kelompok JAD Probolinggo. Dia bebas setelah mendapat remisi dan pembebasan bersyarat tak lama setelah Irvan bebas. Hanya berselang beberapa hari saja. Keduanya juga menjalani pidana di lapas yang sama, yaitu Lapas Kelas 1A Cipinang Jakarta.

Sebelum ditangkap karena kasus terorisme, Wisnu memiliki usaha service handphone dan jual pulsa serta aksesoris. Lokasi usahanya termasuk strategis dan telah memiliki banyak pelanggan setia. Dulu ketika dia ditangkap polisi, usaha itu praktis berhenti. Tidak ada yang mau meneruskan baik dari keluarga dan kerabat maupun orang lain. Padahal sebenarnya minimal jualan pulsa dan aksesoris masih bisa dilanjutkan.

Tetapi mungkin semua takut nggak laku karena pemilik sebelumnya terlibat kasus terorisme. Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa ada puluhan handphone yang saat itu sedang dalam proses perbaikan tidak diambil oleh pemiliknya hingga hari ini. Meskipun melalui keluarganya saat itu telah menyebarkan maklumat melalui media sosial agar yang memiliki handphone dalam perbaikan di konternya mengambil ke konter, tetap tidak ada yang mengambil.

Ketika Wisnu pulang dari penjara, ia mengaku tantangan terberatnya adalah memulihkan kepercayaan masyarakat. Apalagi dia juga mengakui kurang pandai berkomunikasi. Beruntung orang-orang di sekitarnya cukup proaktif membantunya saat itu. Minimal ada beberapa orang yang sering nongkrong di depan konternya untuk menemaninya. Hal ini dirasakan cukup membantu menumbuhkan semangatnya.


BACA JUGA: Pentingnya Kerjasama Negara dan Masyarakat Sipil dalam Reintegrasi Napiter

Pada awal membuka kembali usaha jasa perbaikan handphone, dia dibantu oleh para pembinanya di Balai Pemasyarakatan (Bapas) Malang dan dari pembina di lingkungan Polres Kota Probolinggo untuk mendapatkan pelanggan. Dari para pelanggan yang kebanyakan merupakan teman-teman para pembinanya itulah ia sedikit demi sedikit membangun kembali reputasinya. Sedikit demi sedikit masyarakat pun kembali mendatangi konternya karena melihat sudah mulai aktif kembali.

Kini setelah dua tahun pasca-kebebasannya, masyarakat telah melupakan statusnya sebagai mantan napiter. Itu karena kualitas layanan yang diberikan Wisnu dianggap memuaskan dan sikapnya yang semakin ramah dari hari ke hari bila dibandingkan dengan ketika masih tergabung dalam kelompok teroris.

Usaha jasa perbaikan dan penjualan aksesoris handphone yang ditekuni Wisnu tidak hanya meningkatkan ekonomi keluarganya, tetapi juga berhasil memperbaiki hubungannya dengan masyarakat. Konternya yang semakin ramai bahkan menjadikan salah satu vendor aksesoris handphone terkenal mempercayainya menjadi salah satu agennya di Kota Probolinggo. (*)

Komentar

Tulis Komentar