Mengapa Masih Saja Ada yang Membuat Bom (untuk) Bunuh Diri?

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Sebuah pesan masuk ke ponsel saya beberapa jam pasca-kejadian meledaknya bom di gereja Katedral Makassar kemarin. Dari seorang rekan peneliti di Australia. Isinya menanyakan, kok masih ada yang bisa buat bom meski telah puluhan kali terjadi penangkapan terduga teroris dengan barang bukti bahan-bahan yang bisa diracik menjadi bom. Pertanyaan itu memantik diskusi yang menarik. Seberapa mudah sih orang bisa membuat bom itu?

Baik. Saya merasa isi diskusi itu perlu dijelaskan kepada publik juga. Maka saya pun membuat artikel ini untuk pembaca. Artikel ini tidak akan menjelaskan soal teknis, melainkan proses bagaimana seseorang itu sampai bisa membuat bom. Termasuk sejarah bagaimana pelajaran meracik bahan peledak bisa beredar luas di kalangan jihadis radikal. Bagi yang telah membaca buku saya (Internetistan), pasti sudah tahu soal sejarah ini.

Sejarah Tutorial Meracik Bahan Peledak

Dulu sekali di tahun 2000-an orang yang memiliki keahlian meracik bahan peledak hanyalah orang-orang yang pernah mengikuti pelatihan militer di Afghanistan atau Filipina atau yang pernah terlibat dalam konflik komunal di Ambon dan Poso. Mereka ini orang-orang langka dan sangat spesial. Karena untuk bisa ikut pelatihan militer itu harus merupakan orang-orang yang terpilih setelah mengikuti proses pembinaan yang lama.

Mereka berlatih meracik bahan peledak di bawah bimbingan dan instruktur yang telah berpengalaman. Dalam pelatihan itu pun ada tahapan-tahapannya. Dimulai dari pembentukan mental baru dilanjutkan ke materi pelatihan. Pembentukan mental yang kuat itu penting karena dalam pelatihan itu taruhannya nyawa. Kaidah paling penting dalam pembuatan bahan peledak adalah kesalahan pertama adalah kesalahan terakhir”. Artinya tidak boleh salah karena sangat mungkin itu adalah kesalahan terakhir (karena meledak dan membunuh si peracik dan mungkin kawan-kawannya juga).

Lalu pada tahun 2005 terjadi sebuah ‘revolusi’ dalam hal penyebaran ilmu tentang bahan peledak. Tepatnya pasca terjadinya Bom Bali 2. Yaitu munculnya website: www.anshar.net. Isi website itu memang sangat “radikal”, berisi tentang materi-materi tulisan seputar pentingnya berjihad di era saat ini, tentang tauhid, materi pengenalan senjata/bahan peledak, dan beberapa tutorial skenario amaliyah (operasi) pembunuhan target.

Itulah pertama kali saya menemukan artikel tentang persenjataan, bahan peledak, dan skenario taktik sebuah serangan ‘teror’. Luar biasa. Ada yang pada saat itu berani membuat situs seperti itu di Indonesia. Meskipun pada akhirnya situs ini ditutup dan para pengelolanya ditangkap aparat, tapi itu merupakan sebuah sejarah baru. Dan bukankah meskipun situsnya sudah ditutup, isi atau konten dari situs tersebut sudah banyak yang menyimpan atau mengcopy-nya dan ini bisa disebarkan secara offline?

Pada tahun 2007 mulai muncul forum (online) jihad di Indonesia. Dan di tahun 2008 mulai muncul kolom field enginering yang berisi materi-materi kemiliteran termasuk soal bahan peledak, mulai dari pengenalan sampai pembuatannya. Diskusi di kolom (sub forum) itu semakin semarak dan jumlah member semakin banyak. Bahkan mulai ada yang membuat blog untuk memposting ulang apa yang sudah dirilis oleh forum agar orang yang selain member forum juga bisa menikmatinya.

Kenapa bahasan mengenai bahan peledak itu banyak diminati oleh para member forum?

Karena di dalam forum ada dua pihak yang saling membutuhkan, yaitu pihak yang ingin ilmu kemiliteran termasuk tentang bahan peledak itu tersebar luas dan pihak yang haus akan ilmu semacam itu.

Bagi pihak pertama, mereka ingin bermain aman karena traumatis dengan apa yang menimpa banyak ikhwan seperjuangan mereka yaitu ditangkapi aparat kemananan karena terlibat jaringan pelaku berbagai aksi pengeboman di Indonesia sejak kejadian Bom Bali 1. Sehingga ketika mereka melihat adanya platform baru berupa forum itu mereka kemudian memilih peran sebagai pengajar dan mentor bagi generasi baru seperti saya waktu itu.

Lalu bagi pihak kedua yang sangat haus akan ilmu dan keahlian ‘terlarang’ itu, tidak mungkin bagi mereka untuk bergabung dulu dengan ‘jamaah’ lalu mengikuti kegiatannya selama kurun waktu tertentu, baru kemudian akan diberi akses untuk bertemu dengan orang yang memiliki keahlian itu. Itu pun belum tentu diijinkan untuk langsung belajar. Dan ketika mereka tahu bahwa mereka bisa menemukannya di internet, tentu mereka akan memanfaatkannya semaksimal mungkin.

Tutorial terbaik soal bahan peledak yang beredar di forum adalah tutorial yang disusun oleh Abu Khabab Al Mashri (ahli kimia dan bahan peledak Al Qaeda). Tutorial yang terbit pada tahun 2011 ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan beredar luas di forum jihad.

Bayangkan, tutorial buat bom sudah ada sejak saat itu.

Tutorial versi Abu Khabab Al Mashri itu kemudian dikembangkan oleh berbagai pihak. Salah satu hasil pengembangannya adalah tutorial yang disusun oleh Bahrun Naim, orang Indonesia yang bergabung dengan ISIS dan disebut-sebut berada di balik beberapa aksi teror di Indonesia. Di kalangan JAD (Jamaah Anshar Daulah) Indonesia, tutorial dari Bahrun Naim inilah yang paling banyak beredar dan digunakan.

Sebagai orang yang pernah membaca kedua tutorial itu, baik yang versi Al Qaeda maupun versi Bahrun Naim, saya mengakui tutorial yang disusun oleh Bahrun Naim lebih mudah untuk dipraktekkan karena keterangannya lebih luwes bila dibandingkan dengan versi Al Qaeda.

Bom Buatan JAD Tak Selalu Bagus Karena Belajarnya Otodidak

Jika memperhatikan kasus serangan bom yang dilakukan oleh kelompok JAD, setidaknya sejak kasus bom Thamrin 2016, maka saya menemukan bahwa beberapa dari bom mereka tidak meledak sempurna.

Definisi tidak meledak sempurna adalah: meledak yang tidak sesuai rencana dan ekspektasi. Termasuk yang meledak dini ketika sedang dirakit atau karena sebuah kecelakaan.

Contoh yang meledak tidak sesuai rencana adalah bom di Taman Pandawa Bandung pada Februari 2017. Konon awalnya bom itu akan diledakkan di salah satu pos polisi, namun rencana tersebut gagal, karena bom meledak terlebih dahulu di Taman Pandawa, Bandung. Sehingga pelaku akhirnya melarikan diri masuk ke kantor lurah Cicendo dan dilakukan pengepungan oleh jajaran Polda Jabar, kemudian berhasil dilumpuhkan‎.

Kemudian contoh yang meledak karena kecelakaan adalah ledakan di sebuah rusun di daerah Sidorajo pasca ledakan bom di tiga gereja Surabaya pada 14 Mei 2018 yang lalu. Di rumah itu ternyata menyimpan banyak rangkaian bom yang sedianya akan digunakan melakukan aksi teror lanjutan kelompok JAD Surabaya.

Bom yang meledak dini itu bisa karena kesalahan teknis maupun non teknis (human error). Dan karena rata-rata anggota JAD belajar membuat bomnya adalah otodidak, maka kemungkinan terjadinya human error atau kesalahan teknis itu sangat besar.

Bahkan menurut saya, bom mereka yang berhasil meledak sempurna itu adalah sebuah ‘kebetulan yang telah digariskan Tuhan’. Kenapa? Karena kesalahan pertama dalam merakit bom (sangat mungkin) merupakan kesalahan terakhir.

FOTO ISTIMEWA:

Diduga bomber bunuh diri insiden di Katredal Makassar Minggu 28 Maret 2021.

Komentar

Tulis Komentar