Eks Napiter : Penanganan Terorisme itu Gak Ruwet

News

by Akhmad Kusairi

Kontributor Ruangobrol.id yang juga eks napiter, Arif Budi Setyawan mengatakan penanganan terorisme sangat gampang. Syarat yang harus dimiliki dalam menangani terorisme adalah mengetahui secara mendalam apa yang dihadapi.

“Menangani terorisme Gak ruwet sebenarnya. Yang bikin ruwet itu karena kita gak tahu,” kata eks Narapidana Terorisme (Napiter) tersebut dalam acara Webinar Nasional. Webinar yang bertajuk “Strategi Pencegahan Paham Radikalisme dan Terorisme Berbasis Partisipasi Masyarakat” itu diadakan melalui aplikasi Zoom Meeting minggu lalu (24/10).

Lebih lanjut Arif yang juga pernah terlibat kasus terorisme itu menambahkan bahwa aksi terorisme itu bisa dicegah jika masyarakat peduli terhadap lingkungannya. Dia mencontohkan kalau masyarakat rajin berkunjung ke rumah tetangganya pasti akan ketahuan kalau ada yang mau membuat bom. “Kalau tetangganya buat yang aneh-aneh, pasti akan ketahuan kalau kita rajin silaturahim ke tetangga,” kata sosok yang juga disapa Cak Arif itu.

Kemudian Cak Arif menceritakan pengalamannya dalam melakukan penampingan terhadap mantan Narapida teroris di masyarakat yang diinisiasi oleh Kreasi Prasasti Perdamaian. Menurut Cak Arif program yang menyasar tingkat RT dan RW tersebut berawal dari idenya yang dalam penanganan terhadap eks napiter yang terkesan tumpeng tindih.

“Pembinaan masyarakat itu suatu yang baru. Ide itu berawal dari curhatan saya. Yang memperhatikan napiter banyak bahkan terkesan tumpeng tindih. Misalnya di tahanan kepolisian mereka profiling. Kemudian ketika di Lapas profilingnya mulai dari nol lagi. Begitu juga ketika sudah ke Bapas, kemudian gak nyambung,” imbuhnya

Karena tidak berkesinambungan antara penegak hukum, ketika Napiter tersebut bebas dan kembali ke masyarakat ada penolakan dari masyarakat. Karena di masyarakat berkembang stigma negative terhadap mantan Napiter bahwa mereka itu berbahaya. Penolakan tersebut menurut Cak Arif menyebabkan Mantan Napiter yang ingin berubah menyebabkan mereka berpikir ulang dan lebih nyaman kembali kelompok lamanya.

“Setelah ke masyarakat, ada penolakan dari smasyarakat dan menyebabkan stigma, si eks Napiter sebenarnya pengen kembali ke masyarkat dan ingin memperbaiki keadaan. Tidak mau bergaul sama dia, dan tidak mau bergaul. Namun pada saaat yang sama kelompok yag lama masih aktif. Kalau dapat pengganti yang jelek maka akan kembali ke kelompok lama. Itulah latar belakang kenapa kita melakukan pendampingan.

Lebih lanjut Cak Arif menyampaikan bahwa yang paling kekuatan mengubah mantan napiter itu adalah masyarakat yang ada di dekatnya. Karena itu lanjut Cak Arif sangat perlu memberikan pemahanan kepada masyarakat bahwa Mantan Napiter itu juga mananusia yang bisa berubah menjadi baik.

“Tujuan betulnya. Orang takut mendekati teroris. Yang paling, punya kekuatan mengubah itu adalah masyarakat sekitarnya. Kalau masyarakat gak mau nerima susah. Level terorisnya macam-macam, dan keterlebitannya juga macem-macem,” tuturnya

Sementara itu Pendiri Ruangrobrol.id, Noor Huda Ismail menyampaikan jika sebagian umat saat ini Islam masih terjebak dalam imajinasi utopis kejayaan masa lalu. Menurut Noor Huda dari situlah radikalisme-ekstremisme hadir.

“Lived Islam itu praktik-praktik Islam yang sudah lama dan tidak hanya hari ini terjadi di Saudi Arabia saja, tapi juga di negara lain. Kalau imajined Islam itu menjadikan ‘Oh Islam tuh harusnya begini’, harusnya begini. Sebetulnya gimana sih masyarakat biar bisa ikut terlibat. Makanya pakai namanya Co, artinya dua, Active itu aktif. Seluruh program yang kita bikin itu bukan one way, tetapi two ways,” terangnya.

Lebih lanjut dia menambahkan jika program penanggulangan terorisme yang dilakukannya selama ini menggunakan pendekatan program. Salah satunya adalah program yang sekarang ditangani oleh Cak Arif itu. Yaitu menyiapkan masyarakat dalam menerima mantan Napiter yang hendak kembali ke masyarakat.

“Selama ini kalau ada napiter yang akan bebas, polisi atau densus 88 menghubungi RT maupun RW pada hari napiter itu bebas. Akibatnya masyarakat tidak siap sehingga mereka menolak Napiter tersebut. Kita tidak ingin hal itu terjadi lagi. Makanya kita lakukan pendampingan ke masyarakat jauh-jauh hari napiter tersebut kembali ke masyarakat,” jelas Noor huda.

Sementara itu Kepala Prodi Kajian Terorisme SKSG UI Muhammad Syauqillah menyampaikan untuk mencegah radikalisme-terorisme, terlebih dahulu harus tahu problematikanya. Setelah tahu baru pencegahannya menyesuaikan dengan masalah yang melatarbelakanginya. Menurut alumni Universitas di Turki itu penting dalam melakukan pencegahan dan penanganan terorisme melibatkan keluarga. Selain itu dalam penanggulangannya juga bisa menggunakan seni seperti nasyid.

“Karena kalau kita langsung menyasar apa yang kita harus lakukan tanpa melihat problematika terror yang ada, nanti kita akan salah sasaran,” kata Syauqi.

 

Komentar

Tulis Komentar