Mudahnya Mantan Napiter Bergerak untuk Kemanusiaan

News

by Eka Setiawan

Ramadan tahun ini telah berlalu, tentu banyak kisah di dalamnya. Apalagi Ramadan ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya: pandemi Covid-19 penyebabnya.

Banyak orang jadi sulit mendapat penghasilan, yang biasanya kerja jadi di rumahkan, ada juga yang kena pemutusan hubungan kerja alias PHK. Semua aktivitas khususnya ekonomi amat dibatasi demi memutus mata rantai penyebaran virus.

Covid-19 ini pandemi, data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) dalam rilis hariannya menyebut lebih dari 200 negara terdampak. Indonesia salah satunya, warganya tentu terkena imbas.

Nah, soal Ramadan dan pandemi ini, saya punya pengalaman menarik dengan para mantan narapidana terorisme (napiter) di Kota Semarang. Ternyata, mereka-mereka ini begitu mudah tergerak untuk saling bantu atasnama kemanusiaan. Sesaat sebelum Ramadan dan saat Ramadan salah satunya.

Mereka itu tergabung dalam Yayasan Putra Persaudaraan Anak Negeri (Persadani) diketuai Machmudi Hariono alias Yusuf. Beberapa kali kegiatan sosial, Yusuf dan anggotanya mulai dari Badawi Rahman, Nur Afifudin, Sri Puji Mulyo, sampai Harry, ternyata amat mudah bergabung.

Sekali dikontak untuk diajak kegiatan kemanusiaan, pasti tak menolak. “Siap Sirr, untuk bangsa dan negara,” begitu biasa Yusuf menjawab ajakan untuk turun ke lapangan membantu masyarakat.

Bantuan yang ada mulai dari penyaluran sembako, entah itu sumbangan dari pengusaha, institusi kepolisian ataupun hasil urunan bersama.

Bantuan tenaga tentunya juga diberikan. Selain membantu mendata warga yang butuh bantuan dengan segera, sampai ikut turun menyemportkan disinfektan ke blok-blok di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Semarang. Ah indah betul rasanya.

Di satu sisi, di Ramadan ini juga ada aktivitas penangkapan dari Densus 88 kepada para terduga teroris, seperti biasa: media ramai memberitakannya.

Stigma itu tentu melekat ke mereka, yang sudah mantan itu. Di suatu kecamatan di Kota Semarang, tempat salah satu mantan napiter tinggal, bahkan ada tokoh warga yang sempat mengatakan kepada kami “Itu mantan teroris loh,”.

Kaget juga dengan pernyataan seperti itu, bukan soal mantannya, tapi stigmanya. Setelah kami jelaskan apa maksud kedatangan kami, barulah tokoh warga itu sadar. Semuanya sudah positif, jadi dukung saja, itu jauh lebih baik dari terus memberi stigma “negatif”.

Kalau terus saling curiga, kapan bisa cinta?

 

FOTO RUANGOBROL.ID/EKA SETIAWAN

Ketua Yayasan Persaudaraan Anak Negeri (Persadani) Machmudi Hariono ketika menyalurkan bantuan sembako kepada warga di sekitar tempat tinggalnya, di Kota Semarang, pertengahan April 2020.

Komentar

Tulis Komentar