Ketika Dia Dibawa Pergi

Other

by Administrator

Oleh: Siti Djuwariyah

Ramadan Mei 2020 telah memasuki pekan terakhir, kami masih disibukkan dengan mengerjakan pesanan jahitan seragam sekolah yang harus dikirim sebelum Juli. Sebab semua proses hanya saya kerjakan bersama suami, maka diperlukan waktu agak panjang untuk menyelesaikannya.

Setiap pagi hingga jelang sore, kami isi dengan kegiatan memotong kain dan menjahitnya. Pun hari itu. Setelah seharian berkutat dengan jahitan, selesai Salat Tarawih kami pun istirahat.

Namun, sekira pukl 22.00 WIB, tiba-tiba anak pertama kami, Zufar,  mengetuk pintu kamar dan memberitahu kalau ada tamu yang mencari abi. Tak menunggu lama, suami pun bangun dan menemui tamu tersebut. Awalnya saya tidak tahu siapa tamu itu dan apa kepentingannya.

Hanya saja saya mulai merasa curiga ketika Zufar masuk kamar, mengambilkan pakaian ganti untuk abinya berikut alat komunikasinya. Setelah beberapa saat, Zufar masuk kamar kembali dan meminta HPku. Sontak saya bertanya, untuk apa HP Umi dipinjam? Zufar pun menjawab ”HP Umi tidak dipinjam tetapi diminta petugas,”

Maka hati saya pun semakin berdebar. Antara kaget, syok, sedih tapi tidak tahu apa yang harus dikerjakan saat itu. Ketika dorongan hati ingin keluar kamar, Zufar mencegahnya dan mengatakan bahwa aparat mengikutinya hingga pintu kamar.

Tersadarlah diriku, bahwa ini merupakan episode perjuangan yang sudah tergambarkan sebelumnya, suatu saat abi akan pergi meninggalkan kami untuk mempertanggung jawabkan apa yang selama ini telah dikerjakannya. Meskipun pilihan perjuangan ini menurut kami baik, akan tetapi karena tidak sesuai dengan aturan yang ada di negara ini, sehingga ada harga yang harus dibayarkan atas pilihan kami sebelumnya.

Terdengar pintu ditutup, maka kuberanikan diri untuk keluar kamar, dan kudapati Zufar di ruang tengah sendirian. Aku bergegas memegang tangan Zufar sambil mataku mencari keberadaan Abi.

”Abi di mana?”

”Abi sudah dibawa sejak tadi, sebelum aku mengambil HP Umi,” timpal Zuhar sembari mengalir cerita tentang proses dari awal sampai dibawanya Abi.

Hal pertama yang terlintas di benakku, setelah mendengar cerita Zufar terkait dibawanya Abi adalah: apakah ibu dan anak-anak lainnya (adiknya Zufar yang tidur dan menemani neneknya) tahu akan hal ini?

Zufar pun menjawab, sepertinya tidak tahu. Kemudian aku membuka gorden untuk melihat rumah ibu, dan ternyata memang sepi adanya. Kejadian itu berlangsung cepat dan senyap tanpa adanya keributan. Hal ini tentunya aku syukuri, namun aku harus tetap siap akan risiko selanjutnya.

Maka langkah pertama yang harus segera aku lakukan adalah memberitahu ibu tentang hal ini. Namun, aku merasa kelu untuk langsung menyampaikan perihal ini ke ibu.

Maka, di malam itu juga aku menelpon kakakku untuk menguatkan dan menemani ketika akan menyampaikan berita ini kepada ibu.

Sepanjang malam mata tak bisa terpejam, memikirkan ke mana suamiku dibawa pergi. Karena Zufar pun tidak mengetahui ke mana Abinya dibawa.

Sampai akhirnya ketika selesai mengerjakan Salat Subuh dan adik-adiknya pulang dari rumah nenek, maka dengan menata hati, pikiran dan tenaga aku kumpulkan anak-anak di ruang tengah, untuk menyampaikan peristiwa semalam.

Reaksi awal dari anak-anak ketika mendengarkan berita ini, mereka kaget. Ternyata semalam mereka juga mengetahui kalau ada tamu di rumah, tetapi tidak berani keluar untuk melihat.

Spontan mereka menangis dan teringat diskusi terakhir mereka dengan abinya ketika akan melaksanakan Salat Tarawih berjamaah di rumah, mengingat masa pandemi, kegiatan di musala dibatasi.

Malam itu, abinya tidak mau mengimami Tarawih dan minta Mas Zufar untuk menggantikan menjadi imam. Awalnya Mas Zufar menolak, tetapi dikuatkan abinya untuk tetap menjadi imam, karena suatu saat jika abi pergi, maka Mas Zufarlah yang akan menggantikan abi memimpin keluarga kecil ini.

Tak kami sangka ternyata hal itu menjadi kenyataan keesokan harinya. Hal inilah yang semakin menyesakkan dada kami, terutama Mas Zufar sebagai anak sulung yang ketika itu sudah persiapan untuk melanjutkan studinya ke pesantren sesuai harapan abinya, namun kenyataan berbicara lain. Adanya kejadian ini, menurut Zufar tidak ada pilihan lain, kecuali dia tetap di rumah menjaga umi, nenek dan mengurusi adik-adiknya, dengan konsekuensi dia gagal melanjutkan studinya.

Terus terang pilihan Zufar ini, awalnya aku tentang. Karena sejak awal kami sepakat kalau pendidikan tidak boleh berhenti di tengah jalan. Sebagai orangtua saya harus mengambil peran melanjutkan estafet keluarga ini meskipun sementara waktu tanpa abi di tengah-tengah kami.

Namun, kegigihan Zufar untuk meyakinkan kami, bahwa pilihan dia sementara berhenti sekolah untuk mengurusi keluarga dengan berbagai macam gambarannya, akhirnya meluluhkan hatiku, hati ibuku dan adik-adiknya untuk menerima keputusannya.

Dengan berat hati adik-adik kembali melanjutkan studinya masing-masing dan tinggallah Zufar di rumah. Menemani nenek jualan, mengurusi rumah, membantu umi, meng-cover adik-adiknya yang ketika itu mereka masih berada di pesantren.

Aku hanya bisa menasehati anak-anak, meski abi tidak ada bersama kita di rumah, tetapi kehidupan ini harus terus berjalan. Tanpa mengabaikan kewajiban dan tugas-tugas kehidupan yang harus diemban. Semua menjalankan aktivitasnya kembali sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat dan disepakati bersama abi sebelumnya.

Tibalah pagi, saat di mana aku harus menyampaikan berita ini kepada ibu. Didampingi oleh kakak, aku ke rumah ibu untuk menyampaikan hal ini. Ketika kakak datang, langsung menguatkanku bahwa ini adalah ujian, kamu harus kuat, semua musibah pasti ada hikmah yang bisa diambil dan dijadikan pelajaran.

Karena aku merasa tidak kuat untuk menyampaikan langsung kepada ibu, maka akhirnya kakaklah yang menyampaikan perihal ini kepada ibu. Termasuk keputusan Zufar untuk di rumah membantu jualan. Masalah pendidikannya nanti bisa dipikirkan kembali di kemudian hari.

Semua terasa lega karena nenek bisa menerima kenyataan ini, meski tak bisa ditutupi betapa syok dan sedih yang teramat dalam, karena abi pergi tanpa pamit.

 

 

Komentar

Tulis Komentar