Zainal Anshori: Dari Ketua FPI Lamongan, FAKSI hingga Amir JAD

Tokoh

by Kharis Hadirin

Mengawali tahun 2021, Densus 88 kembali produktif. Sebanyak 20 orang anggota jaringan kelompok Jama’ah Anshorud Daulah (JAD) berhasil diringkus di kawasan perumahan Villa Mutiara Biru, Kec. Biringkanaya, Makassar, Rabu (6/1). Penangkapan itu diwarnai dengan penembakan dua terduga teroris yang diketahui sebagai mertua dan menantu.

Tertangkapnya anggota JAD di Makassar itu menunjukkan bahwa JAD masih menjadi ancaman di Indonesia. Pergerakan para anggotanya tentu saja tidak terlepas dari peran figur-figur penting di dalam JAD. Salah satu figur yang akan dibahas di tulisan ini adalah Zainal Anshori. Pria asal Lamongan, Jawa Timur ini dahulunya pernah didapuk sebagai Ketua Front Pembela Islam (FPI) Lamongan.

Pasca penangkapan Zainal Anshori di Jl. Raya Daendles, Paciran, Lamongan pada Jum’at (7/4/2017). Namanya kemudian melejit. Dalam proses penyidikan oleh pihak kepolisian, terungkap bahwa dia adalah Amir atau Pimpinan Pusat JAD. Bahkan, nama Zainal Anshori juga disebut dalam Berkas Acara Pidana (BAP) Aman Abdurrahman. Berkas tersebut mengungkap bahwa Aman Abdurahman dan Rois alias Iwan Darmawan Munto, pelaku bom Kedutaan Besar Australia di Jakarta, menunjuk Zainal Anshori secara langsung sebagai Amir saat kunjungan ke Lapas Nusa Kambangan, Cilacap pada 2014.

Penunjukan Zainal sebagai Amir didasarkan pada dua hal penting. Pertama adalah sosoknya yang berpengaruh di kawasan Lamongan. Pengalamannya yang pernah terlibat dalam beberapa jaringan menjadi nilai tambah dari sosok ini. Kedua adalah banyaknya basis massa yang dia miliki.

Ditunjuk Habib Rizieq sebagai Ketua FPI Lamongan

Nama Front Pembela Islam (FPI) cukup santer menjadi perbincangan di berbagai lapisan. Konsistensi FPI dalam gerakan amar ma’ruf nahi munkar, menginspirasi sejumlah kalangan aktivis asal Lamongan untuk melakukan hal yang sama. Dari sinilah sosok Zainal Anshori muncul. Secara mandiri, dia dan beberapa kawannya turun ke masyarakat untuk membubarkan aktivitas muda-mudi yang sedang berpacaran dan yang sedang pesta minum-minuman keras.

Awalnya, hanya beberapa anggota saya yang terlibat. Perlahan, sejumlah aktivis mulai tertarik. Sehingga kemudian terbentuk satu kelompok kecil yang selalu aktif melakukan razia di lokasi-lokasi yang dianggap sebagai sarang maksiat.

Gerakan ini terus berlangsung hingga pada medio 2004, di sebuah tabligh akbar di lapangan Desa Jompong, Kec. Brondong, Habib Rizieq Syihab (HRS) mengukuhkan gerakan amar ma’ruf nahi munkar itu sebagai bagian dari FPI. Dia juga menunjuk Zainal Anshori sebagai pimpinan untuk wilayah Lamongan. Semenjak saat itu, kelompok yang tadinya bergerak secara mandiri tersebut, kini tampil dengan gerbong FPI.

Pada masa-masa awal kemunculan FPI di Lamongan, masyarakat banyak yang antusias menyambutnya. Sebab, kelompok ini dianggap mampu mengurangi pergaulan bebas di kalangan anak-anak muda dan mengurangi jumlah warung yang menjadi langganan tempat judi dan minum minuman keras. Para bandar narkoba jenis pil karnopen pun tak luput menjadi sasaran kelompok ini. Tak habis-habis FPI dipuji. Bahkan para preman kampung dikenal gemar berulah, mendadak tak punya nyali ketika disebut nama FPI.

Pengaruh Jama’ah Islamiyah

Keberadaan FPI di Lamongan dan peran Zainal Anshori sebagai pimpinan itu, ternyata memiliki hubungan dengan Jamaah Islamiyah (JI). Sebelum gerakan amar ma’ruf nahi munkar lahir di kawasan pesisir Lamongan, Zainal Anshori dan kelompoknya merupakan anak didik dari organisasi Jama’ah Islamiyah (JI).

Sebelum kemunculan FPI Lamongan, Zainal Anshori dan kelompoknya aktif mengikuti berbagai kajian yang kala itu sering diadakan di pondok pesantren milik JI di bawah pimpinan Ustad Azhari Dipo Kusumo. Pesantren itu terletak di Kecamatan Brondong, Lamongan. Kajian tersebut bersifat terbuka. Sikap hangat dan ramah dari Ustad Dipo secara perlahan berhasil merangkul kalangan anak muda. Tak terkecuali dengan Zainal Anshori dan kelompoknya yang umumnya berlatar belakang sebagai nelayan dan preman.

Secara singkat, pesantren di bawah asuhan Ustad Dipo tak hanya berfungsi sebagai tempat kajian, namun juga wadah perkumpulan bagi kalangan aktivis dan orang-orang yang ingin lebih dalam belajar soal Islam. Dari sini, lahir berbagai komunitas, termasuk inisiatif gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang menjadi cikal bakal kelahiran FPI di wilayah pesisir utara Lamongan.

Lahir Idelogi Takfiri

Awal 2008, Aman Abddurahman bebas dari penjara. Sebelumnya dia divonis 7 tahun penjara atas keterlibatannya dalam ledakan bom di rumah kontrakannya di Kampung Sindang Rasa, Kel. Suka Maju, Cimanggis, Depok pada 2004.

Selama di dalam penjara tersebut, Aman diketahui cukup aktif menerjemahkan berbagai tulisan berbahasa Arab karya Abu Muhammad Al Maqdisy ke dalam Bahasa Indonesia. Tulisan-tulisan ini kemudian dirangkum dalam satu bundel berjudul ‘Seri Materi Tauhid’.

Buku terjemahan Aman Abdurrahman tersebut dicetak dan diedarkan di kalangan tertentu. Pasalnya, ada beberapa bab yang dinilai cukup sensitif dalam menyikapi persoalan hukum demokrasi. Meskipun hanya di kalangan terbatas, tetapi hasil terjemahan itu menguatkan reputasi Aman Abdurahman. Ada banyak kalangan yang justru semakin penasaran tentang siapa sebenarnya dia. Rasa penasaran itu kemudian berujung pada undangan kepada Aman Abdurahman untuk mengisi sebuah kajian di Lamongan pada akhir 2008. Kajian inilah yang menjadi asal muasal lahirnya kelompok Takfiri di wilayah ini.

Keresahan di kalangan senior Jama’ah Islamiyah terbukti. Narasi yang dibawa oleh Aman Abdurrahman justru menciptakan banyak perdebatan sengit. Banyak yang menilai bahwa ideologi yang diajarkan oleh Aman cenderung ghuluw atau berlebihan, namun tidak sedikit pula yang memujinya.

Di tubuh FPI Lamongan sendiri sudah mulai terjadi gesekan antar anggota. Zainal Anshori yang berperan sebagai masinis, mulai kewalahan membawa gerbong FPI Lamongan untuk kembali pada jalurnya. Islah pun dilakukan dengan menghadirkan perwakilan anggota yang bertikai, namun selalu berakhir tanpa solusi. Hingga menjelang 2010, FPI Lamongan akhirnya bubar. Zainal Anshori menyalahkan Aman Abdurrahman sebagai biang dari seluruh kekisruhan yang sudah ditimbulkannya di wilayah Lamongan. JI lepas tangan atas situasi ini. Sementara itu, muncul nama Abu Sholeh. Ia menjadi pimpinan kelompok oposan yaitu kelompok orang-orang yang mendukung Aman. Abu Sholeh perlahan mulai membujuk Zainal Anshori.

Tumbangnya FPI Lamongan, diikuti dengan berhentinya berbagai aksi razia. Beberapa kelompok mencoba untuk menghidupkan kembali kegiatan razia ini dengan menggunakan bendera yang berbeda. Akan tetapi, tidak ada satu pun yang mampu bertahan lama. Ideologi Takfiri benar-benar berhasil mengkorosi berbagai sendi dalam gerakan dakwah.

Pada awal tahun 2013, eskalasi gerakan dakwah kelompok Takfiri berubah. Hal itu ditandai dengan kondisi Zainal Anshori yang justru sudah mulai merapat kepada Aman Abdurrahman. Perubahan sikal Zainal ini muncul setelah kunjungannya ke LP Kembang Kuning, Nusa Kambangan dengan menemui Aman. Kali ini Aman mendekam di penjara karena dianggap memiliki peran dalam pelatihan militer di Aceh.

Zainal Anshori yang sebelumnya dianggap kontra, kini berbalik mendukung Aman. Bahkan lewat Aman pula, Zainal menerima mandat sebagai Ketua Forum Aktivis Syari’at Islam (FAKSI) Lamongan. Dalam sebuah acara bertajuk ‘Multaqod Da’wi 5th FAKSI: Support & Solidarity for ISIS’’ yang diadakan oleh FAKSI di Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Tangerang pada 19 April 2013, Zainal tampak hadir sebagai perwakilan dari Lamongan.

Tepat setahun setelah acara itu, Zainal ditunjuk oleh Aman sebagai Amir Jama’ah Anshorud Daulah (JAD), menggantikan posisi Khoirul Anam yang kala itu memilih untuk hijrah ke Suriah bersama keluarganya. Pada tahun yang sama, Zainal memulai koordinasi dengan mengumpulkan para anggotanya untuk merancang berbagai skenario, termasuk persiapan keberangkatan menuju Suriah dan bergabung bersama ISIS.

Langkah Zainal akhirnya terhenti setelah polisi berhasil menangkapnya bersama dua orang lainnya, yakni Zainal Hasan dan Adi Bramadinata. Melalui putusan Majelis Hakim PN Jakarta Timur, Zainal Anshori dinyatakan bersalah dan divonis 7 tahun penjara. Kini, dirinya mendekam di Lapas Batu, Nusa Kambangan, Cilacap.

Komentar

Tulis Komentar