Pare, Si Pahit Pembawa Pesan Damai

Other

by nurdhania

Pahit. 5 huruf yang akan keluar dari mulut kita jika mendengar sayur pare. Sejenis tumbuhan merambat yang berbentuk lonjong, berwarna hijau dengan bintil-bintil agak halus.

Berbagai macam jalan ditempuh untuk membuat sayur ini diminati banyak orang. Mulai dari memasak pare lodeh, tumis cabai, pepes pare, pare isi daging, dadar pare sampak kripik, jus dan sambal pare.

Tenang, orang indonesia tuh kreatif-kreatif banget. Buktinya banyak yang minat ketika pare itu "disulap" menjadi kripik, jus dan sambal.

Berawal dari pertemuan saya dengan seorang perempuan pengusaha kripik pare. Beliau mulai menekuni usaha kecilnya yang berbahan dasar pare ini sejak tahun 2018. Ibu tiga orang ini cukup menggentarkan jagad nusantara. Pare yang sudah jelas jelas pahit beliau "sulap" menjadi jus, kripik, dan sambal. Menariknya lagi, peminatnya juga tidak sedikit. Kini kripiknya sudah menerima banyak pesanan dari kota-kota di Indonesia.

Tak hanya pada sayur pare, Ibu ini memiliki minat yang besar untuk menebarkan pesan damai di Indonesia.

Saat itu, Ibu pemilik kripik pare ini hadir di sebuah pelatihan untuk para perempuan deportan. Beliau tidak hanya mengubah perspektif orang tentang pare. Tapi juga membuka mata sebagian orang untuk bisa menyampaikan perdamaian dan diskusi dengan mereka(deportan) lewat cara yang anti-mainstream, Yaitu pelatihan masak. Beliau tidak ingin ada teror, kekerasan, dan ideologi yang salah dalam memahami islam yang damai ini.

Oh, iya, beberapa pekan sebelumnya saya sempat bertemu dengan para deportan ini dengan cara yang amat kaku dan malah membuat mereka menjauh. Jika kita biasanya ingin berinterkasi dnegan mereka, maka semestinya kita ajak mereka duduk bareng, ngobrol, tanya jawab, presentasi, dll. Memang, hal-hal tersebut tidak salah.

Latihan masak kripik pare adalah cara pendekatan yang digunakan sang ibu pengusaha. Yang namanya ibu-ibu kan senang banget dengan masak-memasak. Jadi pas banget, deh. Ibu pengusaha begitu senang dan semangat ketika menceritakan pengalamannya ke saya. Saya pun jadi ikut semangat. Kata beliau, antusias para perempuan di pelatihan cukup tinggi, hampir semuanya ikut andil. Ada yang bantu potong-potong, menggoreng, meracik bumbu, dll.

Siapa sangka, yang beberapa pekan sebelumnya saya berbicara dengan mereka menimbulkan perdebatan sengit, tapi atas izin dan kuasa Allah lewat latihan masak kripik pare semuanya jadi santai sekali. Tanpa ditanya, para perempuan ini yang akhirnya bercerita sendiri. Bagaimana kisah mereka dahulu dan bisa sampai seperti ini. Ketika waktu istirahat, mereka bercerita lagi. Artinya, building trust dan engagement antara mereka dengan ibu pengusaha kripik pare sudah terjalin baik.

Ketika mendengar cerita beliau, perasaan saya campur aduk. Kaget, senang, terharu. Karena siapa yang sangka. Si pare yang pahit dapat menghancurkan sekat-sekat. Kita pun tetap harus ingat, hal seperti ini tidak bisa dilakukan hanya sekali dua kali. Tapi harus rutin, dan membutuhkan proses yang tidak sebentar.

Saya teringat pesan beliau bahwa cara untuk mengajak orang untuk kembali mengoreksi pemahamannya bisa lewat hal-hal yang lebih santai. Tidak selalu formal.

Kini sayur pare telah membuktikan bahwa rasa pahit di lidah bukan berati kehidupan lainnya akan pahit. Malah menyiratkan banyak makna dan cerita unik.

Komentar

Tulis Komentar