Senyum Ceria di Sekolah Gratis Kuncup Melati

Other

by Eka Setiawan 2

Aerilyn Bellvania Kusuma Mingkid (5) tampak senang hari itu. Kamis, 19 Januari 2023, dia menerima hadiah 2 buah kue keranjang. Aerilyn adalah salah satu siswi TK Kuncup Melati, sekolah gratis di bawah Yayasan Khong Kauw Hwee Semarang.

“Saya tinggal kos bersama ibu, di dekat sini. Sering makan kue keranjang,” kata Aerilyn.

Dia asli Boyolali, Jawa Tengah. Ibunya seorang terapis kesehatan, bekerja di kawasan Pecinan Semarang. Tak jauh dari tempatnya bersekolah. TK, SD dan SMP Kuncup Melati, yang lokasinya di Gang Lombok, tepi Kali Semarang, Kawasan Pecinan Kota Semarang itu dikhususkan bagi mereka yang kurang mampu secara ekonomi agar dapat bersekolah.

Raut muka bahagia juga terpancar dari Tania (5). Dia senang mendapatkan hadiah kue keranjang. Dia menunjukannya, dua kue itu diangkat dengan tangannya ke atas kepala.

[caption id="attachment_14938" align="alignnone" width="1600"] Tania (5) siswi TK Kuncup Melati Semarang[/caption]

Ya, hari itu, jelang Tahun Baru Imlek 2574 Kongzili yang jatuh pada Minggu 22 Januari 2023, ratusan pelajar di TK, SD dan SMP Kuncup Melati mendapat hadiah kue keranjang dari Yayasan Khong Kauw Hwee.

(baca juga: Akurnya Kelenteng Pay Lien San dan Masjid Al-Barokah Saat Imlek)

Rinciannya ada 32 pelajar TK, 88 SD dan 35 pelajar SMP. Totalnya 155 pelajar. Masing-masing mendapatkan 2 kue keranjang. Guru-guru di sana juga mendapatkan kue yang sama.

Sebelum menerima hadiah kue, mereka semua berkumpul di aula setempat. Beralas keramik, mereka duduk bersila. Diiringi alat musik organ, mereka bertepuk tangan sembari bernyanyi. Salah satu yang dinyanyikan adalah lagu Buddhis bertajuk “Anak yang Baik”.

Dibimbing para guru, mereka berbaris, baik mereka yang masih TK, SD maupun SMP. Mereka kemudian antre dengan rapi menerima masing-masing 2 kue keranjang. Dibagikan langsung oleh Ketua Yayasan Khong Kauw Hwee Aman Gautama Wangsa.

Sebelum membagikan kue keranjang, Aman Gautama sempat melontarkan beberapa pertanyaan kepada para pelajar di depannya itu. Apa filosofi kue keranjang. Mereka yang berani maju menjawab, mendapatkan “bonus” 2 kue keranjang.

Aman Gautama juga tampak meminta maaf kepada para pelajar itu. Sebab, acara yang sedianya digelar mulai pukul 11.00 WIB, terpaksa molor hampir 1 jam karena saat itu juga dirinya menghadiri acara di Balai Kota Semarang memberikan sekira 1 ton kue keranjang diterima Plt. Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu.

“Maaf ya anak-anak ya, baru selesai dari Balai Kota tadi kegiatan dengan Wali Kota. Jadi terlambat, maaf ya,” kata Aman yang kemudian dilanjutkan dengan pembagian kue keranjang kepada para pelajar.

[caption id="attachment_14939" align="alignnone" width="1600"] Menerima hadiah kue keranjang[/caption]

Kue keranjang punya filosofi tersendiri. Bentuknya bulat atau lingkaran sebagai simbol semuanya menyatu, tidak ada sekat. Kue yang lengket mengandung arti semuanya saudara, tidak bisa dipisahkan. Rasanya yang manis jadi semacam pengharapan agar nasib hidup di tahun yang baru akan semanis kue itu.

“Sudah sejak tahun 2009 bagi-bagi kue keranjang,” sebutnya.

Selesai acara, mereka yang duduk di bangku SD dan SMP melanjutkan pelajaran. Sementara yang TK, pulang. Tampak beberapa orangtua menunggu di depan pagar sekolah. Beberapa terlihat mengayuh sepeda menjemput anaknya. Mereka yang bisa diterima bersekolah di sini, tidak memandang dari latar belakang agama, suku ataupun ras.

Kepala SMP Kuncup Melati Amita Budhiyani menyebut TK, SD dan SMP Kuncup Melati adalah sekolah gratis di bawah Yayasan Khong Kauw Hwee.

“Sekolah gratis sejak tahun 1950 sampai sekarang,” kata Amita.

Pelajar SD dan SMP di sana masuk pukul 07.00 WIB. Jika ada pelajaran ekstra, mereka biasa pulang pukul 15.00 WIB. Sementara yang TK, ada 2 sesi, masuk pagi pukul 07.00 pulang pukul 09.30 WIB. TK masuk siang, mulai pukul 09.30 pulang pukul 12.00 WIB. Karena hari itu ada pembagian kue keranjang, pelajar TK semuanya masuk siang.

[caption id="attachment_14941" align="alignnone" width="1600"] Dibonceng ibu pulang sekolah menyusuri tepi Kali Semarang, Kawasan Pecinan Semarang[/caption]

Pemberantasan buta huruf

Sekolah gratis Kuncup Melati ini punya sejarah panjang. Informasi yang dihimpun, bermula pada Minggu 1 Januari 1950, Lie Ping Lien seorang lelaki keturunan Tionghoa mendirikan kursus pemberantasan buta huruf Khong Kauw Hwee Semarang. Bahasannya “sau tjhuk wen mang siek siao” artinya sapu bersih buta huruf.

Ketika itu, diikuti 60 peserta didik yang sebagian besar anak-anak pengungsi. Tujuannya ketika itu sekadar membuat peserta didik bisa membaca, menulis dan berhitung. Pelajarannya, mulai dari Bahasa Indonesia, Bahasa Mandarin, berhitung hingga pendidikan budi pekerti. Ketika itu proses belajar hanya 1 tahun.

[caption id="attachment_14940" align="alignnone" width="1600"]Pelajar TK Kuncup Melati pulang sekolah Pelajar TK Kuncup Melati pulang sekolah[/caption]

Seiring berjalannya waktu, termasuk berkembangnya pendidikan dan jumlah peserta didik makin meningkat, 2 tahun setelahnya status kursus pemberantasan buta huruf ditingkatkan jadi Taman Pendidikan Anak-Anak (TPA) setara Sekolah Rendah atau Sekolah Rakyat.

Kegiatan ini mengalami pasang surut karena berapa sebab, di antaranya meninggalnya para pengurus dan pendidik hingga beberapa donatur menghentikan bantuannya. Kondisi politik negara juga mempengaruhi. Sempat nyaris tutup, sekolah ini akhirnya bisa bangkit setelah ada “Panitia Penyelamat TPA Khong Kauw”.

Sarana dan prasarana mulai dilengkapi. Sekira tahun 1980, statusnya meningkat jadi TK – SD TPA Khong Kauw, pendidikan berlangsung hingga kelas 6 dan terdaftar di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

[caption id="attachment_14942" align="alignnone" width="1600"] Gedung Sekolah Kuncup Melati Semarang, 19 Januari 2023[/caption]

Pada 9 Oktober 1992, bersamaan peresmian gedung sekolah, namanya berubah jadi TK – SD TPA Kuncup Melati. Pada tahun 2009, sebutan TPA dihilangkan, hanya TK – SD Kuncup Melati. Mulai tahun ajaran 2012/2013, Yayasan Khong Kauw Hwee membuka SMP gratis, satu lokasi dengan TK-SD Kuncup Melati.

Sejak berdiri hingga sekarang sudah lebih dari 4.000 peserta didik pernah belajar di sini, mereka berasal dari keluarga kurang mampu secara ekonomi. Sekolah ini mempunyai kepala sekolah, guru, ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang kesehatan sekolah, ruang pendidikan budi pekerti hingga halaman upacara.

 

Komentar

Tulis Komentar