Bos Densus 88 Bongkar Cara Kerja Teroris Rekrut Anggota via Medsos

Other

by Eka Setiawan

Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88/Antiteror Polri Irjen Pol. Marthinus Hukom membongkar bagaimana kelompok radikal-teror bekerja memanfaatkan media sosial (medsos) untuk perekrutan anggotanya. Propaganda disebar di sana. Media sosial efektif digunakan sebab di sana tersaji informasi penting mulai identitas diri, properti hingga budaya ataupun kebisaan si pengguna platform medsos.

Menurut jenderal polisi bintang dua itu, pertama kelompok radikal-teror akan menganalisa media sosial untuk menguasai tren yang berkembang di sana. Langkah selanjutnya adalah menguasai tren dari analisa berita yang paling banyak dibicarakan, tagar atau hastag.

“Propagandis kemudian menyisipkan berita-berita propaganda ke dalam tren,” kata Marthinus saat mengisi Kuliah Umum Kebangsaan bertajuk “Bahaya Virus Propaganda Radikalisme Terorisme di Media Sosial” di Kampus Soegijapranata Catholic University (SCU) Semarang, Senin 20 Maret 2023.

Tujuan propagandis radikal teror itu pun bertahap setelah melakuan serangkaian mekanisme menguasai tren media sosial. Pertama adalah rekrutmen dengan cara membaca perilaku masyarakat, penguatan ideologi yakni mempengaruhi kepercayaan dan perilaku masyarakat, penguatan finansial yakni mengurangi kepercayaan pada suatu negara, penguatan organisasi dengan merugikan suatu pemerintahan negara hingga penguatan opini publik dengan mendiskreditkan insitusi publik dan swasta dan menabur perselisihan domestik.

Marthinus mengatakan, pada konteks media sosial, kelompok teror ISIS cerdas memanfaatkan momentum-momentum tertentu.

“Contohnya pada 2014, mereka memanfaatkan momentum World Cup (Piala Dunia) Brasil yang sedang tren dalam pencarian di media sosial, mereka (propagandis radikal-teror) menyisipkan berita-berita propaganda ke dalam tren (pencarian). Klik untuk diarahkan ke propaganda-propaganda medsos,” sambungnya.

Perekrutan di tingkat lokal, sangat dipengaruhi tren yang terjadi di ranah global. Marthinus mencontohkan isu trending lainnya yang dimanfaatkan propagandis radikal teror adalah kemenangan Donald Trump jadi Presiden Amerika Serikat pada tahun 2016 hingga Brexit tahun 2020.

“Twitter dan Facebook yang paling banyak digunakan (sebagai sarana propaganda radikal teror), karena di sana memiliki algoritma yang sedang tren,” jelasnya.

Sebab itu, kata Marthinus, anak-anak muda tak terkecuali para mahasiswa diajak untuk bersama-sama membuat konten-konten positif dan disebarkan di media sosial.

“Agar tercipta eco chamber, untuk menetralisir propaganda radikal teror di medsos,” ajaknya di depan ribuan mahasiswa yang hadir mengikuti kuliah umum itu.

Pada kegiatan itu hadir pula sebagai narasumber yakni Rektor SCU Dr. Ferdinandus Hindiarto hingga 2 mantan narapidana terorisme yakni Hadi Masykur yang dulu tergabung kelompok Jamaah Islamiyah (JI) dan Munir Kartono yang sempat bergabung kelompok Jamaah Anshor Daulah (JAD) kelompok lokal di Indonesia yang berafiliasi dengan kelompok teror global ISIS.   

 

Komentar

Tulis Komentar