Awal Februari 2019, ISIS sudah terpojok. Wilayah kekuasaan mereka tersisa di Baghouz, sebuah desa di tepi Sungai Eufrat, Suriah. Pasukan Demokratik Suriah (SDF) terus membombardir mereka di sana. Sampai akhirnya pada pertengahan Maret, ISIS 100 persen takluk.
3000 kombatan ISIS, seperti dikatakan Juru Bicara ISIS Mustafa Bali melalui akun twitternya pada 25 Maret 2019, telah menyerah bersama belasan ribu keluarga kombatan ISIS. Kini mereka semua tinggal di pengungsian, di Suriah.
Dari ribuan keluarga dan simpatisan ISIS, 660 orang berasal dari Indonesia. Termasuk perempuan dan anak-anak. Di antaranya adalah Nada Fedulla dan Aleeyah Mujahid (bukan nama sebenarnya).
Nada kepada BBC mengaku berangkat bersama seluruh keluarganya ke Suriah atas ajakan ayahnya, Aref Fedulla, pada 2015. Ia mengaku tak mengetahui tujuan ayahnya, sampai akhirnya setibanya di Suriah baru menyadari untuk bergabung dengan ISIS.
"Saat masih bersekolah, saya bercita-cita menjadi dokter. dan saya sangat senang belajar," kenang Nada tentang masa-masa saat masih di Indonesia. Nada meneteskan air mata saat mengucapkan kalimat itu. Nasibnya di pengungsian kini tak jelas, sementara ayahnya berada di tahanan atas keterlibatannya sebagai kombatan aktif.
Nada mengaku ingin pulang ke Indonesia. "Ya. Saya sangat lelah di sini. Jadi saya akan sangat berterima kasih jika orang-orang memaafkan saya," kata Nada masih dengan terisak.
Sebelum mengungkapkan keinginannya, Nada menceritakan kengerian tindakan ISIS selama ia dan keluarganya tinggal di wilayah kekuasaan organisasi teroris tersebut. Menurutnya, ISIS melakukan pembunuhan dengan memenggal kepala orang-orang yang dianggap berseberangan atau bersalah di jalanan.
"Ketika saya pergi berbelanja dengan keluarga, kadang-kadang saya melihat mereka membantai orang-orang. mereka melakukanya di jalanan agar orang melihat," kata Nada.
Saat disinggung mengenai ayahnya, Nada mengaku telah memaafkannya. Karena, menurutnya, setiap orang pernah bersalah dan ayahnya telah mengakui kesalahannya pada Nada dan anggota keluarganya yang lain.
"Tapi dia tidak bisa melakukan apa pun karena dia di penjara," kata Nada.
Seperti halnya Nada, Aleeyah Mujahid menyatakan kepada Tempo keinginannya untuk bisa pulang ke Indonesia. Ia mengaku terus berdoa agar bisa kembali ke tanah kelahirannya.
"Ini jawaban yang sudah dinanti-nanti dari dua tahun lalu," kata Aleeyah perihal rencana pemerintah Indonesia memulangkan eks simpatisan ISIS dari Suriah.
Aleeyah saat ini berusia 25 tahun. Ia tinggal di kamp pengungsian Rojava, Suriah sejak akhir 2017. Ia mengaku sempat putus asa bisa pulang ke Indonesia. Doanya tak lagi spesisifik menginginkan pulang ke Indonesia. Melainkan hanya ke tempat yang lebih baik.
Aleeyah adalah alumni Pondok Pesantren Ngruki, Solo. Ia berangkat ke Suriah seorang diri pada Desember 2015 dengan tujuan ingin menjalani hidup lebih baik.
Hidup lebih baik dalam kepala Aleeyah bukanlah perkara ekonomi, melainkan tinggal di negara atau wialyah yang menereapkan hukum Islam. Ia menganggap ISIS memenuhi hal itu dari informasi yang didapatnya melalui internet.
Aleeyah sampai ke Suriah melalui jalur Turki berbekal uang saku dari tabungan dan pemberian orangtuanya. Namun, menurutnya, orangtuanya tak mengetahui tujuannya adalah pergi ke Suriah.
Setelah melalui perjalanan berat, Aleeyah tiba di wilayah kekuasaan ISIS di Suriah pada awal 2016. Ia menikah dengan sesama simpatisan ISIS dan melahirkan seorang anak.
Namun, bayangan indah tentang kehidupan lebih baik di kepala Aleeyah lenyap saat mendapati kenyataan di wilayah ISIS yang mengerikan. Orang-orang dibunuh oleh ISIS. Setiap orang yang ingin pergi dari wilayah ISIS dianggap pengkhianat dan dipenjara tanpa proses hukum yang jelas dan masa waktu yang tak ditentukan.
"Pas lo mau keluar, susah. They will never leave you alone," kata Aleeyah.
Padahal, menurut Aleeyah, informasi yang didapatnya dari internet menyatakan siapapun bisa keluar dari wilayah ISIS jika tidak menemukan nilai keislaman di sana.
Kini, Aleeyah yang terus berkorespondensi dengan keluarganya, hanya ingin pulang. Menurutnya, keluarganya telah menunggu kepulangannya. Ia menyatakan siap mengikuti program deradikalisasi.
"Karena program deradikalisasi itu merupakan salah satu tahap untuk saya bisa pulang ke keluarga, ya tentu enggak keberatan karena enggak bisa langsung lompat jauh," kata Aleeyah.
Pemerintah Indonesia saat ini masih mengkaji untung dan rugi memulangkan eks ISIS ke Indonesia.
"Kalau bertanya pada saya, ini belum ratas lho ya, kalau bertanya pada saya, saya akan bilang 'tidak'. Tapi masih dirataskan. Kita ini pastikan harus semuanya lewat perhitungan, kalkulasi plus-minusnya, semuanya dihitung secara detail, dan keputusan itu pasti kita ambil di dalam ratas setelah mendengarkan dari kementerian-kementerian dalam menyampaikan. Hitung-hitungannya," kata Presiden Jokowi.
Mereka Hanya Ingin Kembali ke Pelukan Ibu Pertiwi
Otherby Ahsan Ridhoi 8 Februari 2020 2:18 WIB
Komentar