Dalam dekade terakhir, isu terorisme telah mencuat sebagai salah satu topik sentral dalam diskursus politik global. Narasi tentang ancaman teroris telah dimanfaatkan oleh berbagai aktor, baik negara maupun korporasi, untuk membenarkan dan melegitimasi agenda mereka. Tulisan Ilyas Mohammed yang berjudul "Decolonialisation and the Terrorism Industry" memberikan pandangan kritis yang menarik untuk ditelaah lebih dalam.
Ilyas menggarisbawahi bagaimana wacana terorisme seringkali dibangun di atas landasan kolonial, mereproduksi dan memperkuat struktur kekuasaan yang tidak setara. Melalui analisis ini, dapat memahami betapa kompleks dan multidimensi persoalan terorisme, serta pentingnya perspektif dekolonial dalam membongkar ideologi dan kepentingan yang tersembunyi di baliknya.
Salah satu poin kunci yang diangkat Ilyas adalah bagaimana wacana terorisme seringkali dibangun di atas landasan kolonial. Konsep terorisme itu sendiri, sebagaimana lazim dipahami saat ini, merupakan produk dari perspektif Barat. Definisi dan klasifikasi tentang tindakan 'terorisme' kerap dirumuskan oleh negara-negara Barat, yang kemudian diproyeksikan sebagai norma universal.
Dalam konteks ini, Ilyas menekankan bahwa wacana terorisme telah menjadi alat bagi negara-negara Barat untuk melanggengkan dominasi dan hegemoninya di dunia pasca-kolonial. Melalui narasi ancaman teroris, mereka dapat membenarkan intervensi militer, pengawasan berlebihan, serta pembatasan hak-hak sipil di negara-negara yang dianggap 'mencurigakan'. Hal ini memperkuat struktur kekuasaan yang tidak setara, di mana negara-negara Barat mempertahankan posisi superior mereka atas kawasan lain.
Lebih lanjut, wacana terorisme juga dimanfaatkan untuk mendelegitimasi gerakan-gerakan perlawanan, baik itu perjuangan kemerdekaan maupun resistensi terhadap ketidakadilan. Melalui label 'teroris', negara-negara Barat dapat mendiskreditkan perjuangan rakyat yang menentang dominasi dan eksploitasi kolonial. Hal ini membuat perjuangan mereka tampak sebagai tindakan radikal dan tidak dapat diterima secara moral.
Dengan demikian, analisis dekolonial mengungkap bagaimana wacana terorisme telah dibangun di atas fondasi kolonial, yang kemudian dimanfaatkan untuk mempertahankan struktur kekuasaan yang tidak setara. Perspektif ini menantang kita untuk mempertanyakan definisi dan klasifikasi tentang terorisme yang selama ini dianggap baku dan universal.
Baca juga: Telaah Atas Ancaman Jihad Global: Refleksi Menuju Sebuah Paradigma
Membongkar Industri Terorisme
Selain membahas wacana terorisme, Ilyas juga menyoroti apa yang disebutnya sebagai "industri terorisme". Ia menegaskan bahwa terorisme telah menjadi industri yang menghasilkan keuntungan bagi berbagai aktor, mulai dari lembaga pemerintah hingga korporasi swasta.
Salah satu contoh nyata adalah industri keamanan dan pertahanan. Dengan adanya ancaman terorisme, anggaran untuk sektor ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang persenjataan, intelijen, dan pengawasan dapat meraup keuntungan besar. Mereka terlibat dalam loby meloby dan kampanye untuk memperkuat wacana ancaman teroris, sehingga meningkatkan permintaan atas produk dan jasa mereka.
Industri terorisme juga mencakup sektor media dan akademik. Wacana terorisme menjadi komoditas yang laku dan layak dijual, baik melalui isu berita sensasional maupun riset ilmiah. Banyak media dan lembaga akademik yang menggantungkan diri pada topik ini untuk mendapatkan perhatian publik dan pendanaan. Akibatnya, analisis dan informasi yang disajikan seringkali bias dan tidak objektif.
Selain itu, industri terorisme juga didukung oleh apa yang disebut Ilyas sebagai "kelas tertinggi anti-terorisme". Mereka terdiri dari birokrat, pengacara, konsultan, dan berbagai pihak lain yang bergantung pada anggaran pemberantasan terorisme. Keberadaan mereka memperkuat kelangsungan industri ini, karena mereka memiliki kepentingan untuk terus mempertahankan wacana ancaman teroris.
Melalui pemaparan ini, dapat melihat betapa kompleks dan sistematis industri terorisme itu. Berbagai aktor, mulai dari negara, korporasi, hingga individu, saling terkait dan memiliki kepentingan untuk melanggengkan wacana ancaman teroris. Hal ini menunjukkan bahwa isu terorisme tidak dapat dipandang secara sederhana melainkan harus ditelaah dalam konteks yang lebih luas.
Implikasi dan Langkah ke Depan
Analisis dekolonial yang dipaparkan Ilyas memiliki implikasi penting bagi cara kita memahami dan menyikapi isu terorisme. Pertama-tama, perspektif ini mengingatkan kita untuk selalu kritis terhadap definisi dan klasifikasi mengenai terorisme. Kita harus mempertanyakan siapa yang mendefinisikan, atas dasar apa, dan untuk kepentingan apa.
Selain itu, analisis ini juga menekankan perlunya memahami terorisme dalam kerangka relasi kekuasaan global yang tidak setara. Wacana terorisme tidak dapat dilepaskan dari konteks kolonialisme dan imperialisme Barat. Oleh karena itu, upaya pemberantasan terorisme harus disertai dengan upaya dekolonisasi, yaitu mengubah struktur kekuasaan yang memungkinkan timbulnya kekerasan dan radikalisme.
Lebih jauh lagi, perspektif dekolonial juga menyoroti pentingnya memperhatikan suara dan perjuangan kelompok-kelompok marjinal. Gerakan perlawanan yang seringkali didiskreditkan sebagai 'teroris' justru dapat menjadi kunci untuk memahami akar persoalan yang mendasari kekerasan. Mendengarkan dan memahami narasi mereka dapat membuka jalan bagi solusi yang lebih adil dan berkelanjutan.
Dengan demikian, tulisan Ilyas Mohammed memberikan pandangan yang variatif dan transformatif dalam memahami isu terorisme. Dalam perspektif dekolonial yang diusung Ilyas menantang untuk menyingkap lapisan-lapisan kepentingan yang tersembunyi di balik pengguliran wacana terorisme, sekaligus membuka ruang bagi alternatif pemecahan masalah yang lebih adil dan komprehensif. Upaya ini sangat penting untuk membangun dunia yang lebih damai dan berkeadilan.
Beberapa hal yang harus di pertimbangkan dalam pencegahan terorisme dengan perspektif "Dekolonial" antara lain:
1. Memahami akar penyebab terorisme dari sudut pandang pasca-kolonial
Terorisme seringkali terkait dengan ketidakadilan sosial, ekonomi, dan politik yang dirasakan kelompok-kelompok tertentu akibat warisan kolonialisme. Memahami konteks historis dan latar belakang sosial-budaya yang menyebabkan radikalisasi dapat mengarahkan pada solusi yang lebih komprehensif.
2. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat lokal
Pendekatan dekolonial menekankan pentingnya memposisikan masyarakat lokal sebagai aktor utama, bukan hanya sebagai penerima manfaat serta berkolaborasi dengan tokoh Agama dan tokoh masyarakat setempat dalam program sinergitas sehingga penanggulangan terorisme dapat meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan.
3. Menghindari pendekatan yang bersifat militeristik persuasif
Dalam upaya pemberantasan terorisme yang terlalu berfokus pada aspek keamanan dan penindakan justru memperburuk situasi. Sebaliknya, memprioritaskan pendekatan pembangunan, pendidikan, dan pengembangan kapasitas masyarakat dapat lebih varistif dan efektif dalam jangka panjang.
4. Mengintegrasikan perspektif gender dan inklusi sosial
Terorisme seringkali terkait dengan dinamika gender dan kelompok-kelompok marjinal. Dengan mengintegrasikan perspektif kesetaraan gender dan inklusi sosial dalam program penanggulangan terorisme dapat membantu mengatasi akar permasalahan secara lebih holistik.
5. Mempromosikan dialog antar-budaya dan menghargai keragaman
Upaya dekolonisasi menekankan pentingnya saling memahami, menghormati, dan belajar dari keragaman budaya. Dialog antar-budaya dan apresiasi terhadap pluralisme dapat membangun kohesi sosial dan mengurangi potensi radikalisasi. Secara keseluruhan, pendekatan dekolonial dalam pemberantasan terorisme berfokus pada upaya memperbaiki ketidakadilan struktural, memberdayakan masyarakat, dan membangun hubungan yang setara dan saling menghargai antar-komunitas. Pendekatan ini memerlukan komitmen jangka panjang dan kolaborasi lintas sektor untuk dapat memberikan hasil yang berkelanjutan.
Surabaya, 28 Juli 2024
Abu Fida
Mahasiswa Program Doktor Islamic Studies PPs UINSA
Ilustrasi: By AI
Komentar