Telaah Atas Ancaman Jihad Global: Refleksi Menuju Sebuah Paradigma

Analisa

by Abu Fida Editor by Redaksi

Dalam radar keamanan global yang terus berubah, ancaman jihad telah menjadi salah satu tantangan paling signifikan yang dihadapi dunia. Artikel ini, berdasarkan karya "The Jihadi Threat" yang ditulis oleh 20 pakar terkemuka, akan mengeksplorasi kompleksitas ancaman ini, menganalisis kegagalan Barat dalam memprediksi ancaman Al-Qaeda, dan menawarkan perspektif tentang bagaimana kita sebaiknya bersikap menghadapi fenomena ini.

Latar Belakang Historis

Akar ancaman jihad modern dapat ditelusuri kembali ke abad ke-20, dengan munculnya ideologi Salafi-Jihadisme. Namun, baru pada akhir 1990-an dan awal 2000-an, ancaman ini menjadi perhatian global utama, terutama setelah serangan 11 September 2001.

Kegagalan Barat dalam Memprediksi Ancaman Al-Qaeda

1. Kesalahpahaman Ideologis

Barat gagal memahami kedalaman dan kompleksitas ideologi Salafi-Jihadisme. Mereka cenderung melihat terorisme sebagai masalah keamanan semata, mengabaikan akar ideologis dan teologisnya.

Data: Menurut studi yang dilakukan oleh RAND Corporation pada 2007, hanya 2% dari 648 analis terorisme di AS yang memiliki latar belakang studi Islam atau Timur Tengah.

2. Keterbatasan Intelijen Badan

Intelijen Barat mengalami kekurangan sumber daya manusia yang memahami bahasa Arab dan budaya Islam.

Data: Laporan Komisi 9/11 mengungkapkan bahwa pada tahun 2001, hanya 8 dari 1.000 analis CIA yang fasih berbahasa Arab.

3. Fokus yang salah sebelum 9/11

Fokus keamanan Barat masih tertuju pada ancaman konvensional dari negara-negara, bukan pada aktor non-negara seperti Al-Qaeda.

Data: Anggaran pertahanan AS untuk tahun fiskal 2001 mengalokasikan kurang dari 1% untuk kontraterorisme.

4. Underestimasi Kapabilitas

Barat meremehkan kemampuan operasional dan jangkauan global Al-Qaeda

Data: Sebelum 9/11, CIA memperkirakan Al-Qaeda hanya memiliki beberapa ratus anggota. Pasca 9/11, estimasi meningkat menjadi lebih dari 20.000 yang telah dilatih di kamp-kamp Afghanistan.

5. Kegagalan Komunikasi Antar Lembaga

Kurangnya koordinasi antara berbagai badan intelijen dan penegak hukum menyebabkan hilangnya informasi kritis.

Data: Laporan Komisi 9/11 mengidentifikasi setidaknya 10 kesempatan terlewatkan untuk mendeteksi dan menggagalkan plot 9/11 karena kegagalan komunikasi antar lembaga.

Evolusi Ancaman Jihad

1. Al-Qaeda dan afiliasi Pasca 9/11

Al-Qaeda berkembang menjadi jaringan global dengan berbagai afiliasi regional.

Data: Menurut UN Security Council, pada 2018, Al-Qaeda memiliki afiliasi di lebih dari 20 negara.

2. Munculnya ISIS

ISIS muncul sebagai entitas baru yang lebih brutal dan efektif dalam menarik pengikut global.

Data: Pada puncaknya tahun 2015, ISIS mengendalikan wilayah seluas Inggris dengan populasi 8 juta orang dan menarik lebih dari 40.000 pejuang asing dari 110 negara (The Soufan Group, 2015).

3. Lone Wolf 

Tren serangan "lone wolf" dan serangan yang terinspirasi menjadi lebih umum.

Data: Europol melaporkan bahwa 71% dari semua serangan teroris di Eropa pada 2019 dilakukan oleh pelaku tunggal.

4. Radikalisasi Online

Internet dan media sosial menjadi alat utama untuk radikalisasi dan perekrutan.

Data: Studi oleh VOX-Pol Network of Excellence pada 2018 menemukan bahwa 90% radikalisasi terjadi online.

Baca juga: Idarah Al-Tawakhusy: Berebut Simpati di Area Tak Bertuan

Mengapa Barat Gagal: Sebuah Analisis

Beberapa faktor penyebabnya antara lain:

1. Bias Kultural dan Kognitif

Barat sering menggunakan kerangka berpikir Barat untuk memahami fenomena non-Barat, sehingga mengakibatkan kesalahpahaman yang fundamental.

2. Overreliance (ketergantungan berlebihan) pada teknologi dalam pengumpulan intelijen berbasis teknologi, sehingga mengorbankan intelijen manusia yang kritis.

3. Pendekatan Reaktif vs Proaktif

Kebijakan kontraterorisme Barat cenderung reaktif daripada proaktif dalam mengantisipasi ancaman.

4. Kurangnya Pemahaman Kontekstual

Dalam hal ini Barat terbukti gagal memahami konteks sosial, ekonomi, dan politik yang mendorong radikalisasi.

5. Pendekatan Militeristik yang Berlebihan

Barat terlalu mengandalkan solusi militer, mengabaikan pendekatan soft power yang lebih penting untuk mengatasi akar masalah.

Bagaimana Sebaiknya Bersikap

1. Meningkatkan Literasi Kultural dan Linguistik

Hal ini membutuhkan investasi besar-besaran dalam pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman tentang Islam, budaya Arab, dan bahasa-bahasa relevan.

Rekomendasi:

Universitas dan lembaga intelijen harus berkolaborasi dalam program studi area yang intensif.

2. Pendekatan holistik terhadap kontraterorisme dengan cara mengintegrasikan upaya keamanan dengan program pembangunan ekonomi, pendidikan, dan reformasi tata kelola.

Contoh: Program deradikalisasi di Indonesia yang melibatkan mantan ekstremis dalam upaya kontra-narasi telah menunjukkan tingkat keberhasilan yang menjanjikan.

3. Meningkatkan Kerjasama Internasional

Salah satu yang urgen adalah memperkuat pertukaran intelijen dan kerjasama operasional antar negara.

Data: Europol melaporkan peningkatan 40% dalam pertukaran informasi terkait terorisme antar negara anggota EU antara 2016-2019.

4. Mengembangkan program untuk mengidentifikasi dan mencegah radikalisasi sejak dini.

Contoh: Program "Channel" di Inggris, yang bertujuan untuk mengidentifikasi individu yang rentan terhadap radikalisasi, telah menangani lebih dari 6.000 kasus sejak 2012.

5. Memanfaatkan Teknologi secara Etis

Misalnya menggunakan analisis big data dan kecerdasan buatan (AI) untuk mendeteksi pola radikalisasi online sambil menjaga privasi dan hak asasi manusia.

6. Mendukung suara-suara moderat yang mempromosikan dan mendukung tokoh-tokoh Muslim moderat yang dapat menawarkan narasi tandingan terhadap ekstremisme.

Contoh: Inisiatif "Extremely Together" oleh Kofi Annan Foundation yang melibatkan pemimpin muda dari seluruh dunia dalam upaya kontra-ekstremisme.

7. Meningkatkan resiliensi masyarakat dengan membangun ketahanan masyarakat terhadap narasi ekstremis melalui pendidikan kritis dan program pemberdayaan masyarakat.

8. Evaluasi Berkelanjutan dan Adaptasi Strategi

Melakukan evaluasi reguler terhadap efektivitas strategi kontraterorisme dan beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan ancaman.

Kesimpulan

Kegagalan Barat dalam memprediksi dan menangani ancaman jihad global mencerminkan kompleksitas fenomena ini dan keterbatasan dalam pemahaman dan pendekatan. Untuk menghadapi ancaman yang terus berkembang ini, diperlukan perubahan paradigma yang signifikan. Pendekatan baru harus menggabungkan pemahaman mendalam tentang ideologi, konteks sosial-politik, dan dinamika global dengan strategi yang holistik, adaptif, dan berpusat pada manusia.

Tantangan ke depan tidak hanya terletak pada mengalahkan kelompok-kelompok teroris yang ada, tetapi juga pada mencegah munculnya generasi baru ekstremis. Ini membutuhkan investasi jangka panjang dalam pendidikan, pembangunan ekonomi, dan dialog antar budaya. Hanya dengan pendekatan komprehensif dan nuansa yang kita dapat berharap untuk mengatasi ancaman jihad global secara efektif dan berkelanjutan.

Akhirnya, penting untuk diingat bahwa meskipun ancaman jihad tetap signifikan, sesungguhnya ini  tidak mewakili Islam atau umat Muslim secara keseluruhan. Membedakan antara ekstremis dan mayoritas Muslim yang damai adalah kunci untuk menghindari polarisasi lebih lanjut dan membangun aliansi yang diperlukan untuk menghadapi tantangan ini.

Referensi:

  • The 9/11 Commission Report (2004)

  • RAND Corporation. "Counterterrorism Intelligence: Law Enforcement Perspectives" (2007)

  • The Soufan Group. "Foreign Fighters: An Updated Assessment of the Flow of Foreign Fighters into Syria and Iraq" (2015)

  • Europol. "European Union Terrorism Situation and Trend Report" (2020)

  • VOX-Pol Network of Excellence. "Online Extremism: Research Trends in Internet Activism, Radicalization, and Counter-Strategies" (2018)

  • Kofi Annan Foundation. "Extremely Together: Youth Innovating to Counter Violent Extremism" (2019)

  • United Nations Security Council. "Twenty-second report of the Analytical Support and Sanctions Monitoring Team" (2018)

  • UK Home Office. "Individuals referred to and supported through the Prevent Programme, April 2018 to March 2019" (2019)

Surabaya, 19 Juli 2024

Abu Fida

(Mahasiswa Program Doktor Islamic Studies PPs UINSA)

[ Ilustrasi: By AI ]

Komentar

Tulis Komentar