Karena yang Namanya Nafsu Itu Bukan Hanya Porno

Other

by Febri Ramdani

Kalau di masa pandemi kayak sekarang masih belum bisa mengontrol hawa nafsu, itu susah gaiss. Yang dimaksud hawa nafsu disini bukan serta merta menjurus ke arah yang berbau seksual ya. Kebiasaan masyarakat Indonesia kalau disebut kata itu rata-rata menganggap kalau akan membahas hal-hal yang sensitif berbau porno.

​Pengertian hawa nafsu sendiri adalah, hasrat/keinginan intens terhadap suatu objek atau situasi demi pemenuhan emosi tersebut. Bisa macam nafsu untuk pengetahuan, kekuasaan, makan, minum, dsb.

​​Beberapa waktu lalu sebelum lebaran, saya agak miris tiap melihat orang-orang pada nafsu untel-untelan di toko-toko baju. Dikira pas lebaran virus coronanya cuti kali ya? Hufftt …

​​Kalo masih ngebet, alternatif lain seperti belanja online kan ada. Tapi tetap harus di sesuaikan ya, dan kalau enggak penting banget ya tidak usah. Di Surat Al-A’raf ayat 31 juga di suruhnya pakaian yang bagus, bukan baru.

Tapi, jika mau, ada alternatif lain yang baik dan lebih bijak untuk mengalokasikan uangnya. Macam uang THR di invest ke hal yang lebih bermanfaat. Artikelnya sudah pernah saya tulis kok di ruangobrol.id. Nih. Tips Hemat Saat Pandemi Covid-19 dengan Investasi Emas.

* * *


Selanjutnya, ada sedikit hal yang ingin saya bahas dan agak OOT (out of topic) namun masih berhubungan.

Pada satu waktu, saya pernah melihat sebuah artikel yang bagus mengenai tingkatan pola pikir manusia. Yang mana, menurut Robert Kegan dibagi menjadi 5 tingkatan. Mulai dari Impulsive mind, Instrumental mind, Socialized mind, Self-authoring mind, dan terakhir Self-transforming mind.

Saya tidak akan membahas secara detail mengenai tiap tingkatan pola pikir tersebut, Yang jelas, dua tahap awal di atas (impulsif dan instrumental) adalah pola pikir yang di alami setiap manusia mulai dari bayi hingga usia remaja.

Sedangkan tiga tingkatan pola pikir terakhir, bisa dibilang fase tersebut sudah memasuki fase pola pikir dewasa.

Fase socialized mind, merupakan fase “terendah” dan paling umum. Disini hmm … bisa dibilang adalah suatu fase yang mayoritas orang ada di situ. Singkatnya, mereka masih memikirkan atau memedulikan apa yang orang lain bilang. Seperti lebih ingin diterima atau diperhatikan oleh lingkungan sekitar, macam di kampus, tempat kerja, komunitas, dan sebagainya.

Tidak ingin di cap berbeda dan cenderung tidak berpikir terlalu kritis dalam menyikapi suatu hal. Contoh sederhananya, dari selera (genre) musik, yang masih ikut-ikutan orang-orang di circle-nya saja.

Dan tentu, contoh lainnya adalah seperti yang telah saya jabarkan di atas mengenai tradisi baju lebaran.

Kerangka berpikir yang lebih kritis dan analitis mulai ada di stage ke 4 dan 5. Cara kita menanggapi suatu hal atau isu yang sedang terjadi dengan lebih punya pendirian. Tidak serta merta ingin respon nya diterima orang-orang tertentu di sekitarnya.

* * *


“Ah, sebentar doang kok, belanja lebaran kan cuma setahun sekali.”

“Corona mah konspirasi, orang-orang juga mulai pada keluyuran.”

Ckck, bahaya, gaiss. Hidup bertoleransi, bermusyawarah, mendengarkan perspektif banyak orang, itu penting, sangat penting. Tapi kita juga harus memiliki pendirian, jangan asal ikut-ikutan. Mulai deh masuk ke tahapan berpikir di level keempat seperti yang sudah saya singgung diatas.

Jangan sampai karena nafsu, tuntutan gaya hidup, kebutuhan hidup kalian ambyarr. Tiba-tiba kartu kredit udah kena limit, saldo udah sebelas-duabelas sama berat badan kalian. Amsyong deh. Lebih parahnya lagi, jadi malah kena Corona. Wadidaw, acakadut gaiss.

​​Terlepas dari beberapa kesimpang siuran berita mengenai PSBB, yang jelas tetaplah kurangi kegiatan diluar sebisa mungkin. WFH, jaga jarak, saling pengertian, saling bahu membahu agar corona bisa selesai. Kasihan para pejuang-pejuang di garis depan, malah belakangan sampai ada tulisan-tulisan "Indonesia Terserah" di dunia maya.

​​Selain dari kontribusi paling ringan yaitu #TetapDirumah, kita bisa juga kontribusi lebih.

​Memberi disaat lapang maupun sempit. Seperti yang tercantum di dalam Surat Al-Imran ayat 134 yang artinya :

“(yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”


​Insya Allah jika dilakukan dengan penuh kerelaan, akan diganti dengan yang lebih baik lagi dari Nya. (Lihat Surat Al-Baqarah ayat 261)

Komentar

Tulis Komentar