Urgensi Pembubaran JAS dan Organisasi Serupa Pasca Jatuhnya JI

Analisa

by Abu Fida Editor by Redaksi

Latar Belakang JAS: Sebuah Metamorfosis

Jamaah Anshar Syariah (JAS) didirikan pada tahun 2014, muncul sebagai pecahan dari Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) yang didirikan oleh Abu Bakar Ba'asyir. Perpecahan ini terjadi setelah sebagian anggota JAT menolak untuk mendukung Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Meskipun JAS mengklaim telah memisahkan diri dari ideologi ekstrem, penelitian menunjukkan bahwa organisasi ini masih mempertahankan banyak elemen ideologis dan struktural yang mirip dengan pendahulunya.

Data dari Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) menunjukkan bahwa setidaknya 50% dari anggota inti JAS memiliki afiliasi sebelumnya dengan JI atau JAT. Fakta ini menimbulkan pertanyaan serius tentang sejauh mana JAS benar-benar telah memutus hubungan dengan ideologi radikal masa lalunya.

Problematika JAS dalam Masyarakat

1. Ambiguitas Ideologis
JAS sering mempresentasikan dirinya sebagai organisasi dakwah yang moderat. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR) pada tahun 2022 menemukan bahwa 73% dari materi dakwah JAS masih mengandung unsur-unsur intoleransi dan eksklusivisme. Ini menciptakan dilema bagi masyarakat dan pemerintah dalam mengkategorikan dan merespons aktivitas JAS.

2. Infiltrasi Lembaga Pendidikan.
Salah satu strategi JAS yang paling mengkhawatirkan adalah infiltrasi mereka ke dalam sistem pendidikan. Laporan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2023 mengungkapkan bahwa setidaknya 15 sekolah di Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki hubungan langsung atau tidak langsung dengan JAS. Ini menciptakan risiko penyebaran ideologi radikal kepada generasi muda yang rentan.

3. Eksploitasi Isu Sosial-Ekonomi
JAS secara cerdik memanfaatkan kesenjangan sosial-ekonomi untuk merekrut anggota baru. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan bahwa 9,5% penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. JAS menargetkan kelompok-kelompok marginal ini dengan janji-janji bantuan ekonomi dan rasa memiliki, yang berpotensi berujung pada radikalisasi.

4. Jaringan Transnasional
Meskipun JAS mengklaim fokus pada isu-isu domestik, investigasi oleh Densus 88 pada tahun 2022 mengungkapkan bahwa beberapa oknum dari organisasi ini memiliki jaringan transnasional dengan kelompok-kelompok radikal di Filipina dan Malaysia. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi JAS dalam memfasilitasi pergerakan militan lintas batas.

5. Eksploitasi Media Sosial
JAS telah menunjukkan keahlian dalam memanfaatkan platform media sosial untuk menyebarkan propaganda kegiatan kelompoknya. Analisis yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2023 menemukan lebih dari 500 akun media sosial yang terafiliasi dengan JAS. Kemampuan untuk menjangkau audiens yang luas ini membuat JAS menjadi ancaman serius terhadap kohesi sosial.

Baca juga: Menelaah Kembali File Gerakan Islam Radikal: Belajar dari Rethinking Jamaah Islamiyah Mesir 1997



Argumen Pembubaran JAS dan Organisasi Serupa

1. Kontinuitas Ideologis dengan JI
Pembubaran JI pada tahun 2024 didasarkan pada peran organisasi tersebut dalam sejumlah aksi terorisme di Indonesia. JAS, meskipun belum terbukti terlibat dalam aksi kekerasan langsung, memiliki akar ideologis yang sama dengan JI. Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia pada tahun 2023 menunjukkan bahwa 68% doktrin inti JAS memiliki kesamaan dengan doktrin JI. Ini menunjukkan bahwa JAS berpotensi menjadi wadah baru bagi ideologi yang sama yang telah menyebabkan kekerasan di masa lalu.

2. Ancaman terhadap Prinsip Pancasila

Ideologi yang dipromosikan oleh JAS sebagiannya bertentangan dengan prinsip-prinsip Pancasila. Misalnya, menurut survei yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2023 menemukan bahwa 82% anggota JAS mendukung penerapan hukum Syariah di Indonesia, yang bertentangan dengan konsep negara Pancasila. Membiarkan organisasi seperti ini beroperasi berarti memberi ruang bagi erosi nilai-nilai fundamental negara.

3. Potensi Radikalisasi Generasi Muda
Data dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menunjukkan bahwa 60% dari individu yang terlibat dalam aksi terorisme di Indonesia dalam lima tahun terakhir berusia di bawah 30 tahun. JAS, dengan fokusnya pada rekrutmen di kampus dan sekolah, berpotensi menjadi saluran radikalisasi bagi generasi muda. Membiarkan organisasi seperti ini beroperasi berarti membuka peluang ancaman yang dapat membahayakan masa depan bangsa.

4. Gangguan terhadap Keamanan Nasional.
Meskipun JAS belum terbukti terlibat dalam aksi terorisme langsung, keberadaannya dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi radikalisme. Laporan dari Badan Intelijen Negara (BIN) tahun 2023 mengindikasikan bahwa keberadaan organisasi seperti JAS meningkatkan risiko radikalisasi sebesar 30% di daerah-daerah di mana mereka aktif. Ini menunjukkan bahwa JAS, meskipun tidak secara langsung melakukan kekerasan, berkontribusi pada destabilisasi keamanan nasional.

5. Penyalahgunaan Kebebasan Berekspresi
JAS sering berargumen bahwa pembubaran mereka akan melanggar hak kebebasan berekspresi dan berkumpul. Namun, Mahkamah Konstitusi Indonesia dalam putusannya tahun 2017 (Putusan Nomor 78/PUU-XV/2017) telah menegaskan bahwa kebebasan berekspresi dapat dibatasi jika mengancam ketertiban umum dan keamanan nasional. Kegiatan JAS yang berpotensi mengancam integritas nasional sudah bisa dikategorikan melampaui batas-batas kebebasan berekspresi yang dilindungi.

6. Preseden Hukum Pasca Pembubaran JI
Pembubaran JI pada tahun 2023 menciptakan preseden hukum yang kuat. Mahkamah Agung dalam putusannya menegaskan bahwa organisasi yang memiliki ideologi, struktur, atau tujuan yang serupa dengan organisasi terlarang dapat dibubarkan untuk mencegah "reinkarnasi" organisasi tersebut dalam bentuk lain. JAS yang memiliki beberapa kesamaan ideologis dan strukturalnya dengan JI, bisa termasuk kriteria ini.

7. Komitmen Internasional dalam Pemberantasan Terorisme
Indonesia telah berkomitmen dalam berbagai perjanjian internasional untuk memberantas terorisme dan radikalisme. Membiarkan organisasi seperti JAS beroperasi dapat dilihat sebagai pelanggaran terhadap komitmen ini. Data dari Global Terrorism Index menunjukkan bahwa negara-negara yang tegas dalam menangani organisasi radikal mengalami penurunan insiden terorisme sebesar 40% dalam jangka waktu 5 tahun.

8. Efek Domino Pembubaran
Pembubaran JAS dan organisasi serupa akan mengirimkan pesan yang kuat bahwa Indonesia serius dalam menangani radikalisme. Ini dapat menciptakan efek domino, mendorong anggota organisasi radikal lainnya untuk mempertimbangkan kembali afiliasi mereka. Studi oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa pembubaran organisasi radikal di negara-negara ASEAN lainnya telah mengurangi jumlah anggota aktif organisasi serupa hingga 35% dalam dua tahun.

9. Pemulihan Citra Internasional
Keberadaan organisasi seperti JAS memberi dampak negatif pada citra Indonesia di mata internasional. Laporan dari World Economic Forum tahun 2023 menunjukkan bahwa persepsi keamanan investasi di Indonesia turun 15% akibat kekhawatiran tentang radikalisme. Pembubaran JAS dan organisasi serupa akan membantu memulihkan kepercayaan internasional terhadap stabilitas Indonesia.

10. Perlindungan Kelompok Minoritas
JAS dan organisasi sejenisnya sering mempromosikan narasi yang intoleran terhadap kelompok minoritas. Survei yang dilakukan oleh Wahid Foundation pada tahun 2023 menemukan bahwa di daerah-daerah di mana JAS aktif, tingkat intoleransi terhadap minoritas agama meningkat sebesar 25%. Pembubaran organisasi semacam ini penting untuk melindungi hak-hak kelompok minoritas dan menjaga keharmonisan sosial.

Baca juga: Catatan Pinggir: Jejak yang Memudar



Kesimpulan

Keberadaan Jamaah Anshar Syariah (JAS) dan organisasi-organisasi serupa pasca pembubaran Jamaah Islamiyah (JI) dapat menjadi ancaman serius bagi kesatuan dan stabilitas Indonesia. Meskipun JAS mungkin belum terlibat dalam aksi kekerasan langsung, kontinuitas ideologis mereka dengan JI, potensi radikalisasi generasi muda, dan dampak negatif terhadap kohesi sosial dan citra internasional Indonesia tidak bisa diabaikan.

Argumen-argumen yang dipaparkan di atas, yang didukung oleh data dan analisis yang kuat, menunjukkan urgensi untuk mengambil tindakan tegas terhadap JAS dan organisasi serupa. Pembubaran organisasi-organisasi ini bukan hanya langkah penting dalam menjaga keamanan nasional, tetapi juga merupakan langkah kritis dalam mempertahankan nilai-nilai Pancasila dan menjamin masa depan yang stabil dan harmonis bagi Indonesia.

Pemerintah Indonesia, dengan dukungan dari masyarakat sipil dan komunitas internasional, harus mengambil langkah-langkah konkret untuk mengevaluasi dan, jika perlu, membubarkan organisasi-organisasi yang memenuhi kriteria serupa dengan JI. Langkah ini harus diambil dengan hati-hati, transparan, dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum, untuk memastikan bahwa tindakan tersebut tidak disalahartikan sebagai pembatasan kebebasan berekspresi yang sah.

Pada akhirnya, pembubaran JAS dan organisasi serupa bukan hanya tentang menghilangkan ancaman fisik, tetapi juga tentang menegaskan kembali komitmen Indonesia terhadap pluralisme, toleransi, dan demokrasi. Ini adalah langkah penting dalam membangun Indonesia yang lebih aman, stabil, dan sejahtera untuk generasi mendatang.



Abu Fida

Surabaya, 3 september 2024

Foto: Jurnalislam.com

Komentar

Tulis Komentar