Refleksi Singkat Penanggulangan Terorisme 2024

Analisa

by Redaksi Editor by Redaksi

Angka serangan terorisme yang menurun drastis hingga angka nol pada tahun 2023 hingga akhir 2024 membuat masyarakat pada umumnya menganggap ancaman terorisme tidak mengkhawatirkan lagi. Apalagi pada saat yang sama perhatian masyarakat teralihkan pada dinamika politik seputar pilpres dan pilkada.

Meskipun tidak ada serangan teroris yang terjadi selama 2023 hingga akhir 2024, tetapi penangkapan terduga teroris tetap terus dilakukan oleh Densus 88 AT. Penangkapan dilakukan sebagai bagian dari tindakan pencegahan agar jangan sampai terjadi serangan teror. Dengan adanya UU Nomor 5 Tahun 2018, POLRI memiliki kewenangan untuk melakukan penangkapan terduga teroris dalam rangka pencegahan berdasarkan bukti-bukti awal yang cukup.

Sepanjang tahun 2023 ada 142 orang terduga teroris dari berbagai kelompok yang ditangkap oleh Densus 88. Dengan rincian JAD (Jamaah Anshar Daulah) atau AD (Anshar Daulah) sebanyak 29 orang, kelompok Abu Omar sebanyak 49 orang, kemudian JAS (Jamaah Ansharus Syari’ah) 7 orang, JI (Jamaah Islamiyah) sebanyak 50 orang, dan NII (Negara Islam Indonesia) 5 orang.

Di sepanjang tahun 2024 hingga akhir November kami mencatat ada 26 orang terduga teroris yang ditangkap di berbagai wilayah dengan rincian: JI (8 orang), JAD (10 orang), dan NII (8 orang). Di samping itu ada 7 orang non-teroris yang ditangkap terkait provokasi penyerangan terhadap Paus Fransiskus di media sosial.

Di tahun 2024 juga ada dua kejadian penting yang menurut kami patut menjadi perhatian bersama dalam konteks pencegahan terorisme.

Pertama, deklarasi pembubaran Jamaah Islamiyah (JI) pada 30 Juni 2024. Deklarasi yang diikuti dengan sosialisasi deklarasi kepada ribuan anggota JI di berbagai wilayah, menimbulkan berbagai pertanyaan dari banyak pihak. Dua pertanyaan utama adalah: apakah pembubaran JI ini hanya sebuah siasat/strategi? Dan apa yang akan dilakukan setelah pembubaran?

Kedua, terungkapnya penggunaan Artificial Intelligence (AI) dalam proses radikalisasi terduga teroris Batu yang ditangkap pada 31 Juli 2024. Yang menarik adalah proses radikalisasinya semua melalui online dan hanya butuh waktu 8 bulan dari nol sampai dirinya berhasil membuat bahan peledak.

Dalam menyikapi deklarasi pembubaran JI, banyak pihak yang meragukan perubahan yang sedang dilakukan JI, mengingat perjalanan panjang organisasi tersebut selama 3 dekade. Tidak mungkin mereka mau berubah begitu saja setelah sekian lama menjadi korporasi terlarang di Indonesia. Sikap ini dikarenakan publik tidak mengetahui dinamika yang terjadi dalam kelompok JI sebelum deklarasi pembubaran.

Sementara penggunaan AI oleh terduga teroris Batu menunjukkan betapa kelompok ekstrim pro-kekerasan sangat adaptif dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Mengingat pemanfaatan teknologi AI tidak terbatas alias siapapun bisa menggunakannya, termasuk kelompok ekstrim pro-kekerasan, kita perlu mulai memikirkan strategi bagaimana menghadapi proses radikalisasi yang semakin mudah dan semakin bervariasi.

Tahun depan kami berencana untuk menjelaskan lebih jauh kepada publik tentang dinamika kelompok Jamaah Islamiyah dan dinamika radikalisasi online beserta tantangan penanganan kedua hal tersebut. Kami di Ruangobrol memiliki beberapa credible voices yang dapat membantu menjelaskan kedua fenomena di atas dari sudut pandang dan pengalaman mantan pelaku terorisme yang sudah bertobat. Di samping itu kami juga memiliki tim peneliti yang tidak hanya aktif mengikuti perkembangan kelompok ekstrim pro-kekerasan, tetapi juga ada yang aktif melakukan pendampingan dalam proses reintegrasi kelompok ekstrim pro-kekerasan yang ingin kembali ke NKRI.[]

Komentar

Tulis Komentar