Kegalauan Seorang Eks Narapidana Terorisme saat Lebaran Tiba

Other

by Arif Budi Setyawan

Selama tiga tahun lebih dia di penjara, tetangganya tidak mengetahuinya.  Para tetangga hanya mengira dia merantau dan tidak bisa pulang untuk berlebaran di kampung halaman.

Momen lebaran memang sesuatu yang ditunggu-tunggu oleh semua umat Islam. Banyak orang yang menyisihkan penghasilannya selama berbulan-bulan demi agar bisa berlebaran bersama keluarga dengan layak.

Bagi kebanyakan keluarga, mampu membeli kue untuk menjamu tamu, menghias rumah, membeli baju, menyiapkan uang saku buat anak-anak kerabat dan tetangga, hingga ongkos transportasi untuk pulang kampung, merupakan simpul-simpul kebahagiaan ketika lebaran. Artinya bila bisa mencapai salah satunya, orang-orang sudah bisa berbahagia.

Meskipun seandainya tidak bisa mencapai salah satunya, masih banyak hal membahagiakan yang bisa didapatkan pada momen lebaran. Misalnya, bertemu dengan sanak famili dan kawan-kawan yang lama di perantauan merupakan kebahagiaan yang tidak perlu biaya dan bisa dinikmati oleh setiap orang.

Tetapi terkadang terselip beberapa perasaan yang mengganggu kebahagiaan lebaran. Secara keseluruhan memang bahagia, tetapi kadang terselip perasaan yang tidak mengenakkan. Misalnya orang yang masih jomblo sedangkan sudah cukup umur akan merasa tidak nyaman dengan pertanyaan “kapan nikah?” dari orang-orang di sela moment lebaran.

Atau seperti kisah seorang eks napiter yang galau pada hari lebaran pertama pasca bebas dari penjara. Sebut saja namanya Tommy.

Keberadaan Tommy yang di penjara karena terlibat kasus terorisme tidak diketahui oleh para tetangganya. Selama tiga tahun lebih dia di penjara, tetangga tahunya dia merantau dan tidak bisa pulang untuk berlebaran di kampung halaman. Tetangganya baru tahu setelah dia bebas, karena kedatangan banyak aparat negara di rumahnya menyambut kebebasannya.

Lalu setelah bebas pun Tommy tak kunjung mendapatkan pekerjaan tetap. Sering terlihat di rumah saja dan hanya sesekali pergi ke luar kota, tapi kelihatan hidup bahagia tidak kekurangan. Pekerjaan Tommy saat itu hanyalah membantu orang-orang yang membutuhkannya. Meskipun saat itu dia bisa hidup layak hasil membantu orang itu, tetapi secara status sosial dia masih galau.

Ketika di hari lebaran ada orang yang bertanya apa pekerjaannya saat itu, dia tidak percaya diri menjawab sejujurnya. Dia mau menjawab pekerjaannya saat itu hanya membantu orang-orang yang butuh penjelasan akan dunia radikalisme-terorisme, tapi khawatir timbul pertanyaan lanjutan. Emang dibayar berapa? Dan seterusnya. Atau khawatir dianggap itu bukan pekerjaan.

Maka, ketika ditanya soal pekerjaan di momen lebaran pertamanya itu Tommy menjawab, masih sedang mencari yang pas. Sekarang ini baru bantu-bantu teman yang sedang butuh jasanya. Beruntung, ternyata kawan-kawan dan tetangganya tidak banyak yang menanyakan hal itu. Hanya beberapa saja yang bertanya. Kini setelah 4 tahun lebih pasca kebebasannya dia dengan percaya diri bisa menjelaskan pekerjaannya yang memang sangat unik.

Dia menyebut dirinya sebagai “aktivis penanganan para mantan napiter independen” yang aktif menulis untuk berbagai media tentang radikalisme-terorisme.

BACA JUGA: 4 Kebiasaan Menjelang Lebaran Idul Fitri

Kini Tommy juga bangga dan senang bisa membantu beberapa mantan napiter melewati kegalauan setelah bebas dari penjara. Padahal yang ia lakukan hanyalah berbagi pengalaman pribadinya dan menyemangati dengan memperkenalkan para mantan napiter itu pada pihak-pihak yang bisa membantu.

Pengalaman kegalauannya di masa lalu ternyata bisa bermanfaat bagi banyak orang. (*)

Komentar

Tulis Komentar