Pengembaraan Spiritual Abboud al-Zomor: Dari Mimbar Kekerasan ke Podium Perdamaian

Analisa

by Abu Fida Editor by Redaksi

Abboud al-Zomor adalah seorang tokoh yang mungkin tidak terlalu dikenal oleh banyak orang. Namun perannya dalam sejarah pergerakan jihad dan Islam radikal di Mesir cukup signifikan. Kisah hidupnya mencerminkan dinamika kompleks yang terjadi dalam gerakan-gerakan Islam militan, termasuk perubahan pandangan yang dialami oleh beberapa tokohnya setelah mengalami masa-masa sulit di penjara.

Latar Belakang dan Masa Muda

Abboud al-Zomor lahir pada tahun 1947 di Provinsi Giza, Mesir. Ia tumbuh di lingkungan yang cukup religius, seperti kebanyakan keluarga Mesir pada masa itu. Pendidikan dasarnya ia tempuh di sekolah-sekolah lokal, di mana ia mulai menunjukkan minat pada studi keagamaan.

Pada masa remajanya, Mesir sedang mengalami pergolakan politik dan ideologi yang intens. Pemerintahan Gamal Abdel Nasser yang sekuler dan nasionalis berhadapan dengan berbagai kelompok oposisi, termasuk Ikhwanul Muslimin (IM) yang menginginkan negara berdasarkan syariat Islam. Situasi ini tentunya mempengaruhi cara pandang al-Zomor muda terhadap politik dan agama.

Al-Zomor kemudian melanjutkan pendidikannya di Akademi Militer Mesir. Keputusannya untuk bergabung dengan militer mungkin dipengaruhi oleh keinginan untuk mengabdi pada negara, atau mungkin juga didorong oleh peluang mobilitas sosial yang ditawarkan oleh karir militer pada masa itu. Namun, pengalamannya di akademi militer juga memperkenalkannya pada pemikiran-pemikiran Islam radikal yang mulai berkembang di kalangan perwira muda Mesir.

Bergabung dengan Jamaah Jihad Mesir

Pada akhir tahun 1970-an, ketika al-Zomor telah menjadi perwira intelijen di angkatan bersenjata Mesir, ia mulai terlibat dengan kelompok-kelompok Islam militan. Salah satu kelompok yang menarik perhatiannya adalah Jamaah Jihad Mesir (Egyptian Islamic Jihad), yang didirikan oleh Muhammad Abd al-Salam Faraj.

Jamaah Jihad Mesir memiliki ideologi yang lebih radikal dibandingkan Ikhwanul Muslimin. Mereka percaya bahwa pemerintah Mesir telah murtad dan harus digulingkan melalui jihad bersenjata. Pandangan ini sejalan dengan pemikiran Sayyid Qutb, seorang ideolog IM yang dieksekusi oleh rezim Nasser pada tahun 1966.

Al-Zomor, dengan latar belakang militernya, dianggap sebagai aset berharga bagi Jamaah Jihad. Ia memiliki akses ke informasi intelijen dan pemahaman tentang struktur keamanan Mesir. Keputusannya untuk bergabung dengan kelompok ini mungkin didorong oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Kekecewaan terhadap pemerintah Anwar Sadat yang dianggap terlalu pro-Barat dan mengabaikan nilai-nilai Islam.

2. Pengaruh pemikiran radikal yang beliau terima selama di akademi militer dan pergaulannya dengan kelompok-kelompok Islamis.

3. Keyakinan bahwa perubahan secara revolusioner dan frontal sebuah urgensi yang diperlukan untuk merealisasikan cita-cita sebuah negara Islam di Mesir.

Baca juga: Mematahkan Rantai Ekstremisme: Pelajaran dari Perubahan Ideologi Syekh Al Fazazi

Peran dalam Pembunuhan Anwar Sadat

Peristiwa yang mengubah hidup al-Zomor selamanya adalah keterlibatannya dalam plot pembunuhan Presiden Anwar Sadat pada 6 Oktober 1981. Meskipun bukan pelaku langsung, al-Zomor diyakini memainkan peran kunci dalam perencanaan dan koordinasi serangan tersebut.

Pembunuhan Sadat terjadi saat parade militer memperingati kemenangan Mesir dalam Perang Yom Kippur 1973. Sekelompok perwira militer yang terafiliasi dengan Jamaah Jihad menyerang tribun kehormatan, menewaskan Sadat dan beberapa pejabat lainnya.

Motivasi di balik pembunuhan ini kompleks, namun sebagian besar terkait dengan kebijakan Sadat yang kontroversial, terutama perjanjian perdamaian dengan Israel pada tahun 1979. Bagi kelompok-kelompok Islam militan, langkah ini dianggap sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan Palestina dan umat Islam secara umum.

Penangkapan dan Vonis

Setelah pembunuhan Sadat, pemerintah Mesir melancarkan penindakan besar-besaran terhadap kelompok-kelompok Islam militan. Al-Zomor ditangkap bersama ratusan aktivis lainnya. Ia diadili oleh pengadilan militer dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atas perannya dalam konspirasi pembunuhan Sadat.

Vonis ini menandai awal dari masa panjang al-Zomor di penjara, yang akan berlangsung selama kurang lebih tiga dekade. Selama masa ini, ia mengalami berbagai bentuk perlakuan, mulai dari isolasi hingga interogasi intensif. Namun, masa-masa sulit ini juga menjadi periode refleksi dan introspeksi yang mendalam bagi al-Zomor.

Baca juga: Ketika Ideolog Al-Qaeda Memilih Jalan Pulang: Saga Abu Hafs al-Mauritani

Kehidupan di Penjara dan Titik Balik Pemikiran

Kehidupan di penjara membawa perubahan signifikan dalam cara pandang al-Zomor terhadap jihad dan aktivisme politik Islam. Beberapa faktor yang mungkin berkontribusi pada perubahan ini antara lain:

1. Waktu untuk refleksi

Isolasi dari dunia luar memberikan al-Zomor kesempatan untuk memikirkan kembali keyakinan dan tindakannya. Ia mulai mempertanyakan efektivitas dan legitimasi kekerasan sebagai alat perubahan politik.

2. Interaksi dengan tahanan lain

Di penjara, al-Zomor berinteraksi dengan berbagai tokoh dari spektrum politik dan ideologi yang berbeda. Diskusi dan perdebatan dengan mereka mungkin telah memperluas wawasannya.

3. Perkembangan situasi di Mesir

Selama di penjara, al-Zomor menyaksikan kegagalan gerakan jihad bersenjata dalam menggulingkan pemerintah atau mendapatkan dukungan luas masyarakat.

4. Studi dan Pemikiran Ulang

Al-Zomor menghabiskan banyak waktu untuk membaca dan mempelajari kembali teks-teks keagamaan dan pemikiran politik Islam. Ini mungkin telah membawanya pada interpretasi yang lebih moderat.

Titik balik dalam pemikiran al-Zomor mulai terlihat pada pertengahan tahun 1990-an. Ia, bersama dengan beberapa pemimpin Jamaah Jihad lainnya yang dipenjara, mulai menyuarakan pandangan yang lebih moderat. Mereka mengajukan inisiatif untuk menghentikan kekerasan dan mencari jalan damai dalam aktivisme politik Islam.

Beberapa perubahan signifikan dalam pemikiran al-Zomor meliputi:

1. Penolakan terhadap Kekerasan

Ia mulai mengkritik penggunaan kekerasan sebagai alat perjuangan politik, menyatakan bahwa hal tersebut kontraproduktif dan bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya.

2. Penerimaan terhadap Pluralisme

Al-Zomor mulai mengakui realitas masyarakat Mesir yang beragam dan perlunya toleransi terhadap perbedaan pendapat dan keyakinan.

3. Pendekatan bertahap

Beliau berkeinginan mengaplikasikan  perubahan bertahap melalui pendidikan serta ikut berpartisipasi dalam  politik damai, bukan revolusi bersenjata.

4. Kritik terhadap Ideologi Jihadis

Al-Zomor mulai mengkritik interpretasi sempit tentang jihad yang dianut oleh kelompok-kelompok militan, menyerukan pemahaman yang lebih komprehensif tentang konsep ini dalam Islam.

Proses perubahan ini tidak terjadi dalam semalam. Ini adalah hasil dari refleksi panjang, diskusi, dan penyesuaian terhadap realitas politik yang berubah. Penting untuk dicatat bahwa perubahan pandangan al-Zomor tidak berarti ia meninggalkan cita-cita politiknya sepenuhnya, tetapi lebih pada perubahan metode dan pendekatan.

Baca juga: Transformasi Pemikiran Dr. Fadhl: Dari Mentor Al-Qaeda ke Aktualisasi Jihad Kontemporer

Dampak dan Kontroversi

Pernyataan-pernyataan al-Zomor dari balik jeruji penjara memiliki dampak signifikan pada gerakan Islam di Mesir. Beberapa anggota Jamaah Jihad mengikuti jejaknya dan mulai memikirkan kembali strategi mereka. Namun, ada juga yang menganggap ini sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan.

Pemerintah Mesir sendiri awalnya merasa pesimis  terhadap perubahan sikap al-Zomor. Mereka khawatir bahwa ini hanya taktik untuk mendapatkan pembebasan atau keringanan hukuman. Namun seiring waktu, konsistensi al-Zomor dalam menyuarakan pandangan moderatnya mulai diakui.

Pembebasan dan Masa Pasca-Penjara

Setelah hampir 30 tahun di penjara, al-Zomor akhirnya dibebaskan pada tahun 2011, di tengah gejolak Revolusi Mesir yang menggulingkan rezim Hosni Mubarak. Pembebasannya disambut dengan reaksi beragam. Sebagian melihatnya sebagai simbol rekonsiliasi nasional, sementara yang lain tetap waspada terhadap potensi pengaruhnya pada gerakan Islam.

Sejak pembebasannya, Syekh al-Zomor telah aktif dalam wacana publik di Mesir. Ia sering muncul di media, memberikan komentar tentang isu-isu politik dan keagamaan. Beberapa pandangannya dianggap masih ada yang kontroversial.

Beliau juga tetap kritis terhadap pemerintah Mesir yang ada, namun dengan cara mensosialisasikan perubahan melalui cara-cara damai dan konstitusional. Al-Zomor mendukung partisipasi kelompok-kelompok Islam dalam proses politik formal, termasuk pemilihan umum.

Ia mengkritik kelompok-kelompok jihad transnasional seperti Al-Qaeda, menyatakan bahwa mereka telah menyimpang dari ajaran Islam yang benar. Meski demikian, al-Zomor tetap mempertahankan beberapa pandangan konservatif tentang penerapan syariat Islam dalam kehidupan publik.

Refleksi dan Pelajaran

Kisah Abboud al-Zomor menawarkan beberapa pelajaran penting:

1. Kompleksitas Radikalisasi

Perjalanan al-Zomor menunjukkan bahwa radikalisasi bukan proses sederhana, melainkan hasil dari berbagai faktor personal, sosial, dan politik.

2. Potensi Deradikalisasi

Pengalaman al-Zomor membuktikan bahwa perubahan pandangan dimungkinkan, bahkan bagi mereka yang pernah terlibat dalam aksi-aksi ekstrem.

3. Peran Penjara

Meski penjara sering dianggap sebagai tempat radikalisasi, kasus al-Zomor menunjukkan bahwa ia juga bisa menjadi tempat untuk refleksi dan perubahan positif jika dikelola dengan tepat.

4. Pentingnya Dialog

Perubahan pandangan al-Zomor sebagian besar didorong oleh dialog dan interaksi dengan berbagai pemikiran, menunjukkan pentingnya keterbukaan dalam mencegah ekstremisme.

5. Tantangan Rekonsiliasi

Penerimaan kembali mantan ekstremis ke dalam masyarakat tetap menjadi isu yang kompleks dan sering kontroversial.

Kesimpulan

Abboud al-Zomor merupakan tokoh figur yang menarik dalam sejarah gerakan Islam di Mesir. Perjalanan hidupnya, dari seorang perwira militer menjadi anggota kelompok jihad, lalu berubah menjadi advokat perdamaian, mencerminkan dinamika kompleks dalam gerakan-gerakan Islam radikal.

Peninjauan ulang terhadap kisah al-Zomor memberikan wawasan berharga tentang proses radikalisasi dan deradikalisasi. Ini mengingatkan kita bahwa ideologi dan keyakinan bukanlah sesuatu yang statis, melainkan bisa berubah seiring waktu dan pengalaman.

Meski demikian, penting untuk tetap kritis dalam menilai perubahan sikap tokoh-tokoh seperti al-Zomor. Motivasi di balik perubahan tersebut bisa beragam dan kompleks. Yang jelas, kisah al-Zomor membuka diskusi penting tentang bagaimana masyarakat dan pemerintah harus merespons dan tanggap terhadap fenomena ekstremisme dan potensi reformasi dari para mantan militan.

Pada akhirnya, perjalanan Abboud al-Zomor memberikan harapan baru  bahwa sebuah perubahan positif adalah suatu yang bisa dimunculkan, bahkan dalam situasi yang tampaknya paling krusial dan sulit. Namun, ini juga mengingatkan kita akan kompleksitas isu radikalisme dan perlunya pendekatan yang integral dan menyeluruh dalam merubah pikiran  ke sebuah perdamaian  .

Surabaya, 4 Agustus 2024

Abu Fida

Mahasiswa Program Doktor Islamic Studies PPs UINSA

Ilustrasi Foto: Abboud al-Zomor dalam sebuah konferensi pers (Shutterstock.com)

Komentar

Tulis Komentar