Keberhasilan Idensos 88 dan Peran Perempuan di Balik Lepas Baiat Anggota JI Lampung (1)

Analisa

by Arif Budi Setyawan

Selama dua pekan terakhir ini saya kembali melakukan aktivitas di Lampung. Berkeliling ke basis kelompok Jamaah Islamiyah (JI) di tiga wilayah: Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Pringsewu dan Kota Metro. Dari semua anggota JI di tiga wilayah itu, 50 % di antaranya telah melakukan islah, yaitu dengan melepas baiat dari JI dan berikrar setia pada NKRI.

Teman-teman mantan anggota JI yang telah melakukan islah itulah yang menjadi target aktivitas saya. Mendapatkan gambaran yang lebih detail tentang dinamika mereka dengan cara melakukan aktivitas yang lebih dekat dan lebih intens.

Tulisan ini akan mengawali dari rangkaian tulisan setelahnya yang akan banyak mengupas temuan-temuan dari aktivitas selama di Lampung dalam dua pekan terakhir ini.

Banyak kisah inspiratif, temuan-temuan baru, dan ide-ide konstruktif yang muncul dalam dialog dan diskusi saya bersama mereka. Juga terungkap adanya beberapa persoalan yang tersisa setelah proses islah. Bagi saya pribadi, ini menyenangkan sekali bisa mendengarkan kisah dan keluhan mereka.

Temuan pertama dan cukup mengejutkan adalah soal peran para istri anggota JI dalam proses lepas baiat. Selama ini cerita ini kurang terekspos karena semua lebih fokus membahas soal proses yang bersifat ‘teknis’. Padahal ternyata yang non-teknis lebih berperan. Bahkan boleh dibilang cukup sentral.

Bagaimana ceritanya?

Peran Idensos Densus 88 Satgaswil Lampung

Sebagaimana pernah saya jelaskan dalam tulisan-tulisan sebelumnya, bahwa proses lepas baiat itu berawal dari adanya anggota JI yang menyerahkan diri. Lalu berkembang hingga diberikannya kesempatan untuk melakukan islah kepada para anggota JI yang berminat.

Awalnya yang pertama kali melakukan islah baru dua orang. Satu orang yang menyerahkan diri yang kemudian mengajak seorang kawan dekatnya. Meskipun baru dua orang, namun Unit Identifikasi dan Sosialisasi  Satgaswil Lampung Densus 88/Antiteror Polri sangat bersemangat menyebarkan cerita keberhasilan islah dua orang itu.

Cerita itu kemudian disampaikan kepada tahanan tersangka teroris yang saat itu masih dititipkan di Polda Lampung sebelum dibawa ke Jakarta untuk proses hukum selanjutnya. Tentunya dengan cara yang humanis dan simpatik sambil makan bersama di ruang besukan. Hal yang seperti ini memang biasa dilakukan oleh Unit Idensos Densus 88.

Para tersangka itu merespon dengan dukungan sekaligus penyesalan. Mendukung karena itu bisa menjadi alternatif pilihan jalan keluar bagi teman-teman mereka. Terutama bagi yang tingkat keterlibatan dalam kelompok tidak seberapa. Menyesal karena kenapa tidak dari dulu ada pilihan islah sehingga mereka tidak harus ditangkap.

Pada kesempatan yang lain, para tersangka ini kemudian diberikan kesempatan untuk melakukan video call dengan keluarganya. Pada saat melakukan video call itulah mereka menceritakan tentang adanya peluang islah kepada istri-istri mereka. Mereka meminta agar menyampaikan informasi itu kepada kawan-kawan mereka melalui istri-istrinya.

Di sisi lain, hubungan tim Idensos dengan keluarga tersangka juga terjalin cukup baik. Ada kunjungan berkala dari tim Idensos ke keluarga dengan membawakan sedikit bantuan logistik. Kunjungan tim Idensos itu merupakan bentuk kepedulian pemerintah kepada keluarga tersangka teroris.

Dari hubungan baik itulah kemudian para istri tersangka ini merasa yakin bahwa pemerintah melalui Densus 88 memperlakukan suami-suami mereka dengan baik. Termasuk juga yakin mengenai peluang islah yang disampaikan suami-suami mereka. Mereka yakin itu merupakan peluang bagus yang harus diambil karena telah membuktikan komitmen Densus dalam hal memberikan jalan yang terbaik.

(bersambung)


Baca juga: Ide Pembinaan Internal dalam Reintegrasi Mantan Anggota JI Lampung

Komentar

Tulis Komentar