Jejak Teror Bom Bunuh Diri di Indonesia

Analisa

by Administrator 1

Oleh: Dr. Amir Mahmud

(Direktur Amir Mahmud Center)

Aksi teror dengan cara bom bunuh diri mulai muncul di Indonesia pada era 2000-an. Ketika itu pelakunya berangkat dari kelompok teror Jamaah Islamiyah (JI). Aksi semacam itu berlanjut dan lebih semarak ketika terjadi konflik Irak dan Suriah, yang kemudian memunculkan kelompok teror baru yakni ISIS dan Jabha Nusroh (JN). Kelompok itu jadi rujukan para kelompok radikal dan JI di Indonesia.

Melihat secara umum, serangkaian peristiwa teror bom yang berkali-kali terjadi di Indonesia, kata kuncinya adalah telah terjadi perluasan jaringan ideologisasi (konsep khilafah dan jihad) perlawanan secara global.

Hal inilah yang harus jadi perhatian, mengingat;

  1. Mereka yang melakukan aksi teror bom adalah mereka yang pernah terdidik di pelatihan-pelatihan militer seperti di Afghanistan, yang kemudian menjadi instruktur dan membangun pelatihan militer di Moro, Filipina.

  2. Di tahun 2013 - hingga sekarang pelaku aksi bom bunuh diri menjadi trend di kalangan para teroris yang terafiliasi dengan ISIS dan JN.

  3. Untuk tahun belakangan ini minimal mereka yang tidak melakukan aksi teror bom atau bom bunuh diri, mereka juga terjaring dalam jaringan teroris. Mereka ini terpapar mengingat penggalangan ideologi itu selalu hidup.

  4. Semarak aksi teror di Indonesia tidak terlepas dengan kelompok Al-Qaeda pimpinan Usama Bin Laden yang menikahi putri seorang pimpinan kelompok Taliban Afghanistan. Menjadi base camp aksi-aksi teror internasional. Dengan adanya wilayah kekuatan kelompok Al-Qaeda maka menjadi kuatnya jaringan dan aksi teror bom di berbagai negara hingga Indonesia.

  5. Adanya kelompok teror ISIS dan JN yang menjadi panutan di kalangan kelompok radikal dan teror di Indonesia, berawal tokoh-tokoh tersebut merupakan pentolan Al-Qaeda. Meskipun di antara mereka saling perang dan menghujat satu dengan lainnya (konflik) tapi misi mereka tetap kepada membentuk khilafah dengan kekuatan perang.

  6. Teroris bukan proyek, bukan pengalihan isu, bukan rekayasa, melainkan fakta. Kehadirannya bukan seketika adanya melainkan dari suatu proses bertahap melalui pengkaderan ideologi hingga membentuk jaringan di berbagai ruang gerak, di antaranya: lembaga pendidikan, tempat ibadah, sosial, budaya hingga misi kemanusiaan.


Karena itu kepada segenap masyarakat seharusnya lebih cerdas untuk dapat turut menilai dan bersikap lebih dalam untuk berperan mengantisipasi, mencegah dan melawan teroris yang selalu ada seketika. Keamanan bukan hanya ada pada aparat penegak hukum saja yang terbatas jumlahnya, melainkan keterlibatan peran aktif masyarakat.

(Baca Juga: Kisah Bambang Sugianto, “Pawang” Para Napiter di Lapas Kelas I Surabaya)

Komentar

Tulis Komentar