Memahami Narasi di Sekitar Kita

Analisa

by Administrator

Oleh: A. Gana

Setiap hari kita menjumpai narasi. Narasi hadir di sekitar kita. Tanpa disadari, pikiran bahkan tindakan kita dipengaruhi atau malah dibentuk oleh narasi yang sampai pada kita. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan narasi, persisnya?

Mungkin kita masih ingat pelajaran mengarang. Guru, biasanya guru pelajaran Bahasa Indonesia, menyuruh kita membuat tulisan tentang suatu peristiwa, misalnya pengalaman saat pergi berlibur bersama keluarga. Tulisan itu adalah suatu bentuk cerita (story) di mana di dalamnya terdapat tokoh, alur cerita, dialog, dan seterusnya, sedangkan narasi adalah bertuturnya, mengkisahkan cerita itu.

Cerita berkembang karena ada narasi yang dibangun. Dalam cerita tentang pengalaman pergi berlibur bersama keluarga, penulis bisa mengembangkan narasi bahwa berlibur adalah kegiatan positif yang dapat memperkuat keharmonisan keluarga. Dari satu cerita bisa dikembangkan beberapa narasi.

Hal yang demikian ini adalah pengertian narasi dalam kaitan dengan storytelling, yaitu kegiatan bercerita sebagai suatu cara menyampaikan informasi dan pengetahuan dengan lebih melibatkan perasaan dan emosi.

Lantas apakah ada pengertian yang lebih khusus tentang narasi? Oh, ada. Narasi dalam konteks lain bisa diartikan sebagai ujaran berupa pesan yang disebarkan secara persuasif dan tendensius supaya orang setuju, percaya, dan mengikuti maksud si pembuat narasi (narator).

Contohnya apa? Mungkin kita masih ingat selama pandemi COVID-19 beredar narasi yang menyebutkan bahwa COVID adalah rekayasa kekuatan asing untuk mendapat keuntungan materi dengan menjual vaksin. Itu adalah narasi. Orang digiring untuk percaya isinya, setuju dan mengikuti tujuan si narator, misalnya menolak memakai masker, menolak divaksin, membenci asing atau membenci pemerintah.

Narasi yang cenderung meresahkan, menimbulkan perpecahan dan permusuhan, tidak menunjukkan empati, diskriminatif, intoleran bahkan mengajak melakukan kekerasan, mengandung berita palsu yang menyesatkan, bisa dikatakan narasi negatif. Sebaliknya, narasi yang menyebarkan perdamaian, memperkuat solidaritas sosial, memberi harapan serta mendorong perubahan ke arah yang lebih baik, adalah narasi positif.

BACA JUGA: Perlunya Literasi Digital untuk Mengkonter Narasi Ektremis

Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP) mendapat kesempatan bekerjasama dengan Pemerintah Kanada melalui program Canada Fund for Local Initiatives (CFLI) mengadakan pelatihan bagi Pekerja Sosial (Peksos) perempuan tentang membangun narasi positif. Kegiatan ini diadakan di Bandung dengan melibatkan 30 orang peserta yang berlatar belakang Peksos. Kegiatan pelatihan ini terbagi menjadi dua gelombang yaitu gelombang pertama tanggal 2 -3 November dan gelombang kedua tanggal 16 - 17 November 2022.

Mungkin ada pertanyaan, mengapa Peksos? Kita tahu bahwa Peksos adalah praktisi yang berada di garis depan dalam menyediakan pelayanan pada masyarakat, misalnya Peksos yang menangani keluarga atau anak yang berhadapan dengan hukum. Betapa berat dan mulia tugas seorang Peksos. Tidak semua Peksos bekerja dengan instansi pemerintah. Banyak Peksos bekerja untuk lembaga non-pemerintah, yayasan misalnya.

Mereka banyak berinteraksi dengan masyarakat. Mengapa Peksos perempuan? Karena kita perlu memberdayakan peran perempuan dalam komunitas. Perempuan mempunyai peran strategis sebagai caretaker dan role-model dalam masyarakat. Dengan demikian perempuan dapat menjadi agen perubahan di masyarakat. Selain itu, suatu studi menunjukkan bahwa kaum perempuan dalam komunitas cenderung lebih menerima Peksos perempuan.

Dengan alasan itulah pelatihan kali ini menargetkan Peksos perempuan. Ke depan, sangat mungkin pelatihan membangun narasi positif ditujukan kepada profesi strategis lain, misalnya guru, penyuluh, jurnalis, dan lain-lain. Semoga inisiatif KPP ini akan selalu mendapat dukungan dari berbagai pihak. (*)

Komentar

Tulis Komentar